Sunday, June 10, 2007

Empat Mata dan hiburan yang agamis?

Posted: 5 Maret 2007

Assalaamu 'alaikum,

Sejujurnya, saya kalau pulang ke sana sering nonton TV 7, Acara Empat Mata. Isinya memang gak ada, ini memang talk show gak jelas, dan apa yang diomongin juga ngawur semua. Semuanya pada mengakui hal itu. Apa sih informasi penting yang diharapkan dari seorang "Tukul", ataupun, maaf sekelas Tukul? Namun, kenapa rating-nya tinggi? Karena acaranya benar-benar menghibur dan lucu. Walau kadang agak membosankan karena terkadang lawakannya diulang-ulang, namun oke lah karena sanggup melepaskan kepenatan orang yang baru pulangkerja dan pengen santai.

Bintang tamunya juga ngetop-ngetop dan yang bikin geerr, ya itu keluguan dari MC host-nya, terlepas dari apakah bermutu atau gak. Paling gak selain menghibur, masih lebih baik lah dari tayangan film impor ataupun dari sinetron yang gak karuan jalan ceritanya. Singkatnya semua penonton menyadari, ini talk show benar-benar katro. Dan para pemirsa mencari hiburan dari tontonan ini.

Yang berlaku di sini, ya hukum pasar. Bisnis tetaplah bisnis, dan Empat Mata, apa pun protes dan kualitasnya, tetapa kan digenjot karena memang jadi pundi-pundi uang. Ini bisnis bung, gak heran acara "kacangan" gini bisa tampil setiap hari, suatu hal yang tak pernah terjadipada acara mana pun. Nanti ada masanya kok, ratingnya akan surut. Pihak yang terlibat di dalamnya hanya mencoba memanfaatkan aji mumpung.

By the way, kenapa para ustadz di sana gak berinisiatif untuk membuat suatu acara bermanfaat yang dikemas menarik sehingga orang awam bisa tertarik melihatnya. Cuma kritik yang dilontarkan, gak akan menyelesaikan masalah. Boleh lah kalau para ustadz dan kaum hijau bisa menikmati hiburan berupa nasyid, ngaji dll. Namun bukankah sebagian besar bangsa kita adalah kaum sekuler? Salahkah andaikan mereka menikmati hiburan semisal berupa lawakan seperti ini?

Ini balik lagi ke kontroversi, kaitan hiburan dengan agama. Dan di nusantara, gak ada hak para kyai dan ustadz untuk memaksa orang lain mau menerima hiburan sesuai dengan keinginan mereka. Di satu sisi ada yang pengen hiburan, namun di sisi lain ada yang gak mau terjadi kemaksiatan. KH Zainudin MZ dulu pernah bikin terobosan yang "aneh", yakni main film dakwah. Lha ini kan mengundang orang untuk datang ke bioskop.

Lantas yang ramai lagi, apakah musik itu HARAM? Ada yang berpendapat haram, karena melenakan. Nah, kalau mau jujur, sudah seharusnya acara bola EPL diHARAMkan juga? Bukankah ini melenakan? Tapi manusia kan butuh hiburan juga. So What gitu lho?

Balik lagi ke Empat Mata, namanya juga lawakan. "Celaan" itu selain isinya, kan juga tergantung pada siapa dan bagaimana yang menyampaikannya. Kalo bintang tamunya ngeledekin Tukul, trus si Tukul-nyaseneng-seneng aja karena bayarannya meninggi, piye toh? Kalau dibilang gak mendidik buatanak-anak, ya iyalah, that's why jam tayangnya kan jam 10 malam ke atas. Bapak-bapak yang nonton, juga gak perlu diajarin lagi juga dah tau.

Namanya juga cari hiburan dari lawakan. Itu kan resikonya nonton acara "kacangan" begini. Seharusnya dikasih contoh, acara hiburan yang Islami, yang kayak gimana sih? Aa' Gym sempat jadi ikon, tapi kini sudah memudar. Ataukah kita mau nonton sinetron yang isinya Pak Haji jadi tukang ngusir hantu?

Satu hal yang harus disadari, bahwa sesungguhnya masyarakat Indonesia, suka atau tidak suka, mayoritas adalah golongan Pelangi. Hasil Pemilu menunjukkan perolehan suara partai Islam dan partai berbasis massa Islam, hanyalah 33% saja. Alhamdulillah, kalau yang 1/3 ini masih punya commit untuk mencoba memberangus "kemaksiatan" yang sebagian sudah dimahfumkan oleh masyarakat kita, ya contohnya cipika, cipiki itu, dan jabat tangan plus musik-musik biasa.

Namun kini, persoalannya, adakah yang 33% ini memiliki hak untuk memaksakan kepada yang lain agar mengikuti pakem "anti maksiat" mereka, sementara yang sisanya yang besar itu belum punya pemahaman yang mendalam tentang Islam? Kalau mau ditarik lebih jauh, ya larinya ke arah sana.

Akankah kita memaksakan hukum Islam kepada orang yang belum mengerti benar tentang Islam? Yang ada nantinya hanyalah penolakan yang keras, dan ibarat besi kalau dibengkokkan akan menjadi patah. Yang terbaik adalah menanamkan kesadaran serta terusmembina umat. Ini kan tantangan dan tugas para ustadz untuk membenahi pemikiran masyarakat,dan bukannya main paksa.

Ambil contoh, lingkup kecil di Jakarta saja, yakni setujukah anda dengan aksi sebagian ormas Islam memberangus secara fisik tempat-tempat maksiat? Ada yang setuju, namun ada pula yang tidak, karena cara mereka melakukannya kurang baik dan menimbulkan citra negatif.

Namun lebih dari itu, yang harus dilihat, ya efektifitasnya. Apakahdengan hari ini menggebuk kafe-kafe di Kemang dan Mabes, maka maksiat akan hilang tuntas dari Jakarta? Jawabannya mustahil. Bahkan kini ormas itu diterpa isi suka nodong duit keamanan. Hari ini hancur, toh besok balik lagi. Kapan mau berakhirnya?

Kegemasan mereka bisa dimaklumi, namun apakah gak ada cara lain yang lebih agung daripada perusakan langsung? Ataukah memang justru karena aparat penegak hukum kita yang sudah tidak bisa dipercaya lagi sehingga mereka harus main hakim sendiri? Cara yang smart dan efektif, mungkin yang dilakukan oleh salah satu partai Islam dengan meraihmayoritas keanggotaan di DPRD Jakarta. Ini sudah bagus dan tepat, karena DPRD adalah lembaga legislatif yang mempengaruhi Perda. Kalau Perda anti maksiat sudah diluncurkan,apa pun kata orang awam, tetap saja bisa dilakukan enforcement dalam impelementasinya.

Udah bagus tuh caranya. Tapi kini hasil konkretnya belum keliatan, dan tempat-tempat maksiatmasih tetap bertaburan di se-antero Jakarta. Hiburan malam terus menggoda, dan kalau anda tanyakan pengaruh hasil Pemilu yang memenangkan partai Islam kepada mereka, boleh jadihanya tertawa terkekeh-kekeh yang akan anda dapatkan sebagai jawabannya.Kemana harapan rakyat agar ada perbaikan untuk pemberangusan tempat maksiat. Kok sepertinya jalan di tempat. TANYA KENAPA?

Pendapat pribadi saya tentang Empat Mata, "Rasanya, maaf, kurang kerjaan aja, masak hiburan sekecil ini aja dikontroversikan, apalagi gak ngasih solusi alternatif. Ini gak menyentuh akar masalah. Harusnya para ustadz lebih bisa tajam melihat dimana asal muasal dan benang merahnya secara keseluruhan. Dan bukankah masalah KKN masih lebih besar dan lebih pantas untuk diurus? Masa iya, malah acara sekelas 4 Mata yang diramaikan?".

Intinya kontroversi 4 mata berujung pada kaitannya antara Hiburan dengan Agama. Kalo kaum hijau boleh terhibur dengan nasyid dan ngaji, sayangnya kaum pelangi belum bisa ke sana dan lebih memilih yang lain. Alternatifnya, kaum hijau memberikan hiburan yang bisa dinikmati oleh kaum pelangi. Atau kaum hijau harus merebut kekuasaan untuk mengharamkan acara sejenis ini. Kalau gak, ya kaum hijau gak usah nonton TV, karena TV adalah konsumsi kaum pelangi. Dan ini juga larinya ke bisnis semata, dan ada masanya surut nanti. Gitu Aja Kok Repot, seperti kata Gus Dur. :) So What gitu lho?

Wassalaam,

Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com

1 comment:

Anonymous said...

Sedikit komen.. Mnrt gw kafe2 di Kemang bukan tempat nggak bener. At least bbrp tmpt yg gw tau. Jd jgn pukul rata bhw semuanya tempat maksiat. Kafe & restoran di sana banyak yg memang sekadar tempat makan atau ngopi/minum teh sambil ngobrol sama temen2. Ada yg bisa sambil nonton live music.

Lain halnya kalo night clubs, gw blum pernah datengin jd gw ga bisa kasi input.. Dari sedikit referensi tempat clubbing yg pernah gw datengin dulu banget, itu pun rame2 & cuma sekali di setiap tempat, biasanya at least tempat hangout & "jajan mata".. utk melihat & dilihat.

Yg jelas tempat paling gak bener itu lokalisasi.. Kok bisa sengaja dibikin? Berarti gak boleh digrebek?