Posted: 16 Juli 2006
Assalaamu 'alaikum,
Ada lagi satu berita heboh dari dunia pendidikan...Di kala pendidikan belum merata, di mana masih banyaknya
yang belajar beralas tanah, beratap langit dan berdinding bambu, ternyata Pemda DKI membuat "terobosan"
luar biasa untuk para anak pintar yang orang tuanya sangat-sangat kelebihan duit...
Benar salahnya relatif, dan seperti biasa hal ini memancing pro dan kontra. Pihak pro mungkin bakal meng-klaim,
jalan ini bisa lebih memberdayagunakan kemampuan mereka, baik kemampuan otak dan finansial. Namun pihak
yang kontra bakal mencibir, apakah ini bukannya demi bisnis semata, dan ironi sekali apabila melihat kenyataan
yang ada dalam ketidakmerataan di dunia pendidikan kita?
Ada atau tidaknya sekolah super ini, fakta dan data telah membuktikan bahwa sudah terlampau banyak bibit unggul
yang kita miliki. Hari ini beberapa harian ibukota menampilkan headline, Indonesia keluar sebagai juara umum
Olimpiade Fisika. Juara umum sedunia brur!!! 4 emas dan 1 perak direbut adik-adik kita. Yang 1 perak itu ternyata
dipersembahkaan oleh seorang pelajar SMP, padahal hampir semua lawannya adalah level SMA dan soal-soal
yang diajukan adalah berkelas S-2 dan S-3.
Namun, "nasib" para pemenang Olimpiade Fisika nampaknya bakal mengikuti jejak para senior-nya. NTU alias
Nanyang Technology University (Singapore), tempat diselenggarakannya Olimpiade Fisika ini, tentunya dusah bersiap
memberikan "offer" yang sangat luar biasa kepada para adik kita yang genius. Beasiswa dan perhatian yang besar,
yang tak didapatkan dari Pemerintah kita, menjadikan suatu hal yang wajar buat adik genius kita ini untuk tidak menampiknya.
Dan memang sudah ada sejak dari angkatan saya lulus SMA (93), para pemenang Olimpiade Fisika, mendapat beasiswa
dan bersekolah di negeri jiran dan mini ini. Angkatan saya waktu itu namanya Oki Gunawan. Sayangnya saya gak punya
data berapa banyak yang memilih menerima offer dari negeri jiraan, namun pastinya hampir tiap tahun selalu ada.
Then setelah adek genius kita lulus, lantas apa langkah mereka selanjutnya?
Tentulah negeri sebesar Jakarta ini akan mengiming-imingi gaji besar baik sebagai peneliti di lembaga riset mereka,
ataupun lembaga swasta mereka yang beraani membayar kegeniusan mereka dengan gaji berlipat-lipat dibandingkan
dengan yang berani diberikan oleh Pemerintah kita. Walau sebenarnya oraang idealis itu pikirannya gak neko-neko,
tapi kalo kurang perhatian, ya jangan salahkan hukum alam yang akhirnya mereka pilih.
Lantas, apa gunanya sekolah super, kalo akhirnya para superman kita tidak mendapatkan perhatian dan kesejahteraan
yang layak? Apa gunanya sekolah super, kalau akhirnya para superman itu tidak kembali ke pangkuan bumi pertiwi
untuk membangun negerinya sendiri? Apa gunanya sekolah super, kalo toh akhirnya seorang lulusan S3 cuma bergaji
pokok di bawah 2 juta-an per bulan, sedangkan ia harus menggigit jari manakala menyaksikan teman senegerinya yang
cuma modal suara saja sanggup meraup ratusan juta dalam semalam di pergantian tahun?
Sekolah super agaknya gak akan menyelesaikan kemana penyaluran potensi dari para superman kita.
Selama "ketidakadilan dan ketidakmerataan" masih terjadi, semuanya tetap akan tenggelam dalam lingkaran setan tak berujung.
Ada yang ounya comments lain? Ironis sekali yahh rasanya, tapi itulah dunia realita yang tak seindah dunia idealis.
Wassalaam,
Papa Fariz
betebangetdenganmoviesupermanreturns,benar2moviegakmututuh,yangbelonnontonjanganikutannontonyah
DKI Buka Sekolah Internasional Bertarif Puluhan Jutadari Niken Widya Yunita - detikcomJakarta - Bagi Anda yang punya anak cerdas, berbakat dan uang berlebih, sekolah berstandar internasional yang didirikan Pemprov DKI Jakarta bisa jadi pilihan.Sekolah berstandar internasional tersebut mulai dibuka tahun ini dengan tenaga pengajar lulusan Universitas Al Azhar, Mesir."Pada umumnya sekolah internasional dibuka karena pengalaman siswa Indonesia yang melanjutkan ke luar negeri yang belajar pada tahun kedua menjadi tertinggal karena kurang terlatih," ujar Kepala Dikmenti Margani M Mustar di Gedung DPRD DKI, Jalan kebon Sirih, Jakarta, Kamis (13/7/2006).Diakui Margani, biaya pada tahun pertama sekolah bertaraf internasional ini cukup mahal. Untuk SMA 8 memasang tarif Rp 23 juta, SMA 21 Rp 24 juta, SMA 68 Rp 23 juta, SMA 70 Rp 26,5 juta, SMA 78 Rp 24 juta, dan SMA 81 Rp 23 juta.Sedangkan untuk iuran tahun kedua dan ketiga, orangtua murid diharuskan membayar Rp 17,5 juta. Biaya sebesar itu untuk membeli buku, membayar honor guru, biaya perawatan sarana dan prasarana serta biaya ujian.Sistem pembelajaran sekolah bertaraf internasional ini menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar dan mempunyai siswa per kelasnya paling banyak 24 orang.Selain sekolah internasional, Pemprov DKI juga membuka kelas super. Bila biaya sekolah bertaraf internasional memakan biaya puluhan juta rupiah, untuk sekolah super yang diadakan tahun ini, Pemprov DKI akan menanggung semua biaya. Namun sekolah super hanya dibuka di SMAN 3 Jakarta.Menurut Margani, di sekolah super itu guru-gurunya merupakan lulusan S2 dan S3. Sedangkan sistem pembelajarannya menggunakan kurikulum yang diperkaya dengan kurikulum luar negeri."Tujuan penyelenggaraan kelas super untuk memfasilitasi perkembangan anak-anak jenius," ungkap Margani.Syarat-syarat menjadi siswa kelas super tidak mudah. Setiap siswa harus mempunyai nilai ujian nasional (UN) rata-rata minimal 8,5, nilai matematika minimal 9, serta membayar tes IQ dan wawancara.
RI Juara Dunia Olimpiade Fisika Raih Empat Medali Emas dan Satu Medali Perak
Jakarta, Kompas - Indonesia memastikan diri merebut empat medali emas dan satu perak dalam Olimpiade Fisika Internasional yang berlangsung di Singapura sejak tanggal 8 Juli lalu.
Meskipun jumlah raihan medali emas Indonesia masih di bawah China, yang meraih lima emas, namun peringkat juara dunia berada dalam genggaman tim Indonesia karena salah satu dari empat peraih emas Indonesia mencatat nilai tertinggi dalam ujian teori dan eksperimen.
Adalah Jonathan Pradana Mailoa (SMA Kristen 1 Penabur Jakarta) yang meraih nilai tertinggi tersebut. Dalam ujian teori dan eksperimen ia meraih nilai 29,7 dan 17,10, lebih tinggi daripada nilai saingan utamanya dari China, Yang Suo Long, yang mencatat 29,6 (untuk teori) dan 16,45 (eksperimen).
”Jonathan tak hanya melampaui nilai tertinggi yang diraih pelajar China, tetapi juga menang mutlak dalam teori dan eksperimen. Oleh karena itu, ia berhak mendapat gelar The Absolute Winner, sebuah pencapaian yang langka dalam event internasional seperti ini,” ungkap Yohanes Surya, pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia, kepada Kompas dari Singapura, Sabtu (15/7).
Adapun tiga emas lainnya untuk Indonesia dipersembahkan oleh Pangus Ho (SMA Kristen 3 Penabur Jakarta), Irwan Ade Putra (SMA Negeri 1 Pekanbaru), dan Andy O Latief (SMA Negeri 1 Pamekasan, Jawa Timur). Satu medali perak diraih M Firmansyah Kasim (SMP Islam Athirah Makassar). Dengan demikian, lima pelajar yang dikirim ke ajang paling bergengsi ini tak satu pun pulang dengan tangan hampa.
China sendiri kali ini tetap mengulang dominasinya, karena lima pelajar yang dikirim semuanya menyabet medali emas. Taiwan, Korea, dan Amerika Serikat sama-sama meraih dua emas, sementara Hongaria satu emas.
Olimpiade kali ini diikuti 86 negara, dengan jumlah pelajar 384. Kegiatan tersebut dijadwalkan ditutup Minggu (16/6) siang ini. ”Tim Indonesia kembali ke Tanah Air hari Senin besok melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng,” ujar Widia Nusiyanto, manajer Tim Olimpiade Fisika Indonesia.
Yohanes Surya menyatakan bangga karena raihan medali emas kali ini melebihi dari target semula yang cuma dipatok tiga. Ia makin mantap dalam mewujudkan optimismenya untuk mematahkan China dalam olimpiade serupa tahun 2007, yang dijadwalkan berlangsung di China.
”Tentu ada kebanggaan berlipat ganda kalau kalau kita bisa menggulung naga di kandangnya sendiri,” kata Yohanes.
Ia menambahkan, ada tiga soal teori yang diujikan dalam olimpiade kali ini, sangat bervariasi, dan lebih sulit dari tahun lalu. Soal pertama adalah riset terdepan dalam bidang interferometer neutron. Di sini peserta diminta menganalisa efek gravitasi pada interferometer ini.
Soal kedua tentang relativistik dan kamera. Soal yang harus dikerjakan sekelas dengan soal program S2 Fisika. ”Banyak siswa yang gagal. Hanya dari 10 orang— termasuk tiga siswa kita—yang mampu menyelesaikan soal ini secara sempurna,” papar Yohanes.
Soal ketiga, campuran dari lima soal. Di sini dibutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam menyelesaikan soal ini. Adapun soal eksperimen berkisar tentang optik dan kristal. Ini sangat unik dan penuh dengan trik yang diambil dari riset program doktor fisika. (NAR)
No comments:
Post a Comment