Posted: 8 Mei 2006
Assalaamu 'alaikum,
Bukan bermaksud SARA...Kalau kita melihat fenomena di Indonesia, sejujurnya dan harus kita
terima dengan pangan dada, bahwa perekonomian kita sebagian besar dikuasai ras berkulit kuning
dan bermata sipit. Dari mereka ada yang sukses menjadi konglomerat, baik yang hitam dan yang putih,
ada pula yang menjalankan bisnis skala menengah, maupun sampai yang buka warung kecil.
Alhasil memang secara individu taraf kehidupan mereka lebih baik dari kita, dan secara makro
perekonomian kita dikuasai oleh mereka.
Hal inilah yang kadang menimbulkan kerawanan kondisi dan kecemburuan sosial. Ujung-ujungnya
bisa kita lihat pada riot tepat 8 tahun lalu di bulan ini. Banyak orang yang mengeluh, mengapa
perekonomian kita bisa dikuasai mereka? Banyak yang cemburu mengapa mereka bisa beli mobil
mewah dan rumah mentereng dengan mudah, sedangkan kaum pribumi banyak yang kelaparan?
Walaupun mungkin karena sebagian di antara mereka ada yang sengak, rembesan minyak kecemburuan
secara alamiah sudah wajar terjadi, hanya tinggal ada atau tidaknya yang memantik minyak itu.
Namun, apabila uang itu dan ekonomi didapat oleh mereka dengan cara berusaha yang benar,
dan mungkin "agak benar" ataupun miring ke "tidak benar", apakah mereka harus disalahkan untuk
mendapatkan hak yang seharusnya memang berhak didapatkan karena usahanya, terlepas dari sikap
sebagian mereka yang kadang "sengak"?
Saya pribadi, daripada menyalahkan mereka yang belum tentu bersalah, lebih cenderung untuk
berpikir dan memikirkan hal-hal sbb sebagai pembelajaran kita untuk mengejar ketertinggalan:
1. Bagaimana kiat-kiat mereka untuk meraih kesuksesan di bidang ekonomi?
2. Bagaimana caranya, kita yang tertinggal bisa mengejar mereka? Kerja sama macam apa yang harus
kita lakukan, serta langkah-langkah kita secara individu, kolektif maupun level negara?
3. Dll (mungkin ada yang punya inquiry sekaligus jawabannya).
Malaysia, dipelopori terutama oleh mantan PM Mahathir, memiliki POLITIK BUMIPUTERA,
di mana memberikan kesempatan pertama dan utama kepada kaum bumi putera. Jadi semisal
akan diadakan suatu project atau pendirian suatu perusahaan dll, maka share bumi putera berapa,
atau alokasi yang diperuntukkan bagi bumi putera berapa. Bumi putera pun konon dapat potongan
dalam beli rumah, apply sesuatu dll. SARA ini? Mungkin, karena itu Anwar, mantan Deputi PM yang
pernah dipenjara, pernah mengusulkan dicabut. Namun, Mahathir dll berpikiran hal ini amat sangat perlu
karena memang saat itu bumi putera sangat jauh tertinggal dari rekan senegaranya yang bermata sipit.
Karena itu perlu diproteksi. Namun Mahathir sendiri pernah berpidato sambil menangis, karena kecewa
dengan sikap bumi putera, yang meskipun sudah difasilitasi oleh negara, masih juga tertinggal yang
disebabkan oleh kemalasan dan kemanjaan mereka sendiri. Sudah diproteksi saja masih begini,
bagaimana tidak? Karena itu Mahathir meng-ENCOURAGE para Malay untuk lebih berpikir,
memberdayagunakan otaknya, agar bisa kompetitif dan bersaing secara fair, mengimbangi kesuksesan
ras berkulit kuning.
Dari hal di atas, dibandingkan cemburu bahkan merusak hasil dan usaha yang didapat para kompetitor
kita, dimana hasil dan usahanya itu belum tentu salah, kini ada baiknya kita renungkan kiat-kiat,
langkah dan taktik mereka untuk berhasil, serta memikirkan bagaimana caranya supaya kita juga bisa
sukses dalam berkompetisi secara fair dengan mereka.
Barangkali ada yang punya TAKTIK DAN KIAT JITU untuk SUKSES.
Barangkali ada yang punya BOCORAN tentang kisah sukses mereka.
Atau kalau ada yang punya pengalaman buruk dan kisah jelek tentang mereka, juga bisa kita sharing.
Setau saya, MIT (Massachussets Instute of Technology), tulang punggung dari Silicon Valley di negeri
Paman Sam, mendidik dan men-encourage para mahasiswanya menjadi seorang ENTERPRENEUR.
So, selepas kuliah bukan cuma sekedar nyari kerja atau ngikut orang saja, melainkan justru sanggup
menciptakan perusahaan dan lapangan kerja. Sukses yang paling terkenal, ya itu, tentang Pak Hewlett
dan Pak Packard, dengan perusahaannya Hewlett-Packard.
Kalau ngikut orang, susah jadi jenderal. Jadi kopral melulu, karena kolonel di atas kopral gak mau
turun-turun. Boleh jadi sang kolonel malah membawa kopral lainnya yang lebih dekat dengannya
ataupun lebih bisa diajak bekerja sama dengannya. Jadi kopral susah makan enak, susah tidur
nyaman karena kasurnya gak empuk, dan susah bangga karena rumah beratap jerami dan beralas
tanah yang merah. So, apakah si kopral harus tetap berprofesi sebagai kopral dengan ngikut sang
kolonel melulu? Alangkah baiknya kalau si kopral ini menjadi "Jenderal" di tempat lain dan dalam
arti lain, meskipun mungkin markas barunya ini tidak sebesar markas semasa dia jadi kopral dulu.
So, anda mau tetap jadi kopral seumur hidup ataukah kepengan jadi Jenderal?
Then, bagaimana kiat-kiat dari kaum kulit kuning bisa meraih kesuksesan untuk menjadi jenderal?
Adakah langkah-langkah dari mereka yang patut kita tiru, dan adakah solusi yang bisa kita pikirkan
agar kita bisa menjadi jenderal juga nantinya?
jadi kopral atau jenderal terserah anda, karena itulah pilihan hidup anda. Tapi jangan tanya kepada
anak dan isteri anda, karena sudah pasti jawaban mereka adalah BAPAK HARUS JADI JENDERAL.
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment