Saturday, October 27, 2007

Nonton langsung NDP? Gak lagi deh

Posted: 10 Agustus 2007

Assalaamu 'alaikum,

Q: Apakah anda semalam nonton langsung NDP?
A: Yup, nonton, karena penasaran pengen tau.
Q: Bagaimana kesan dan pesannya?
A: Hmm, makasih deh, sumprit tahun depan gak bakal nonton langsung, kecuali dapet tiket gratis.

Semalam saya dan seorang rekan, karena didorong rasa penasaran dan ingin tau, "bela-belain" untuk nonton langsung NDP di lokasinya. Dengan pertimbangan tempat nonton yang paling pas adalah di atas jembatan dekat Patung Merlion, akhirnya kami pun memutuskan untuk turun di Raffles Place Stasiun. Seperti telah diduga, ternyata banyak pula yang turun di situ dan pengen nonton dari lokasi yang sudah ada di benak kami.

Saya susuri jalan di belakang Hotel Fullerton, seperti berbaris dengan para calon penonton lainnya. Namun, satu hal yang mengundang kecurigaan, kok arus balik penonton sama kencangnya dengan mereka yang datang. Bodo deh, dah nanggung, pokoke harus sampai itu jembatan, dan perjalanan pun saya teruskan. Akhirnya, begitu sampai di depan, di ujung simpang jalan, di depan Fullerton Hotel dan di sebrang Patung Merlion, barulah saya menemukan jawabannya.

Siauwww banget, ternyata jalan gak ditutup, cuma dibelokkan saja. Kami pun gak bisa menyebrang ke Patung Merlion, karena pinggir jalan di situ sudah juga barrier kuat-kuat, dan dijaga beberapa polisi. Mau balik juga dah gak bisa. Trus??? Alamaakkk, kutu kupret jadinya. Mau gak mau saya harus berada di tempat itu selama lebih dari 1 jam. Keliatan kah pertunjukan di seberang sana, di stadion terapung? Sama sekali ngga'. Akhirnya selama itu pula kami cuma melihat langit kosong berawan, bersama ribuan penonton lain yang "ketepu", tapi kagak bisa ngapa-ngapain lagi. Paling hiburannya cuma 2 kali saja, yakni sewaktu helikopter Chinook membawa bendera raksasa dan 5 jet tempur terbang melintas di atas kepala.

Berdiri berdesak-desakan, sambil sedikit berpanas ria, ada pula orang di samping yang ngerokok, memang bukan pengalaman yang menyenangkan. Pengapnya udara di situ, karena serasa oksigen hampir habis, cukup menambah bete semuanya. Yang katronya, gak sedikit yang bawa anak bayi ke tempat itu. Sang bayi kasian banget, kalo boleh dia teriak, dia pasti bakal demo ortunya, yang seenak udelnya membawa dirinya yang belum ngerti apa-apa, ke tempat gituan, karena sang ortu pengen nyenengin dirinya sendiri. Bayi dan anak kecil, tampangnya dah pada pucat, Mau nangis dah gak bisa, mungkin karena dah teler habis hampir kehabisan oksigen.

Oalaa, gak lagi deh kayak gini. Emang enak liat langit berawan selama lebih dari 1 jam, sambil berdesak-desakan ria? Hmmm, kayak wong ndeso dan katro rasanya, cuma bisa diam di situ tapi gak ngeliat apa-apa, dan tanpa tau harus berbuat apa-apa. Pengapnya, sekali lagi nambah bikin gak tahan. Kalo bau keringat orang sekitar, ya jangan ditanya. Akhirnya saya berhasil cabut dari neraka situ, untuk menunaikan sholat Maghrib. Setelah itu karena sudah hampir jam 8 malam, waktu dimana bakal ada pesta fireworks, kami pun beranjak ke Boatquay, tepat di tepian sungai, dan di bawah gedung UOB. Agaknya di situ, di tepian sungai, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, adalah tempat yang lumayan ideal untuk melihat fireworks. Banyak orang yang sudah berkumpul di situ.

Jedeerrrr, bunyi dentuman fireworks pun bergema. Orang-orang di tepi sungai bingung, kok ada suaranya tapi gak keliatan barangnya. Ternyata, aaargghhhhh, tahun ini kembang api di pasang di atas gedung-gedung, baik di gedung UOB maupun di gedung sekitarnya. Pantas saja gak keliatan dari tepian sungai. Ini bete episode kedua. Hmm, bener-bener gak lucky, namun kami pun gak menyerah. Bersama orang-orang, kami lantas berlarian ke arah lapangan parkir di belakang Hotel Fullerton, yang lumayan jauh. 5 menit diperlukan untuk sampai di tempat itu.

Namun, apa hendak dikata, ternyata Fireworks-nya cuma 5 menit!!! Wah, amit-amit, pelitnya orang-orang sini. So, kite nunggu berjam-jam cuma buat liat fireworks yang 5 menit itu saja? Wew, saya ingat banget, mulainya jam 20.10 dan selesai jam 20.15. Weleh-weleh, bete episode ketiga, sampai tempat buat nonton kembang api, tapi kembang apinya sudah selesai. Hmm, mimpi apa semalam, sampai ketiban sial 3x begini.

Saya kira, kembang api bakal berlangsung lebih dari 1 jam. Di Jepang, pesta kembang api demikian marak di setiap musim panas. Hampir tiap kota mengadakan pesta tersebut. So semasa student dulu, saya dan pelajar lainnya, kerjanya keliling nonton kembang api. Pestanya besar, yang kecil adalah 8000 lemparan selama 45 menit, sedangkan yang besar adalah 15.000 lemparan selama 1,5-2 jam. Harusnya orang-orang sini, sekali-kali nengok ke Jepun, biar tau gimana sesungguhnya perta kembang api gitu. Gak cuma ngasih 5 menit, dah gitu kesannya heboh banget. Weww, sama Jepun-jepun itu bisa-bisa dibilang katro, ngadain kok cuma 5 menitan.

Hmm, pada akhirnya, memang nonton di rumah yang paling enak. Bisa tiduran sambil ngemil. Bisa ganti channel pula kalo boring. Hanya yang mengherankan, udah tau kondisi kayak gini, kenapa orang tetap datang berbondong-bondong, padahal sudah tau bakal sengsara dan kecele di sana? Entahlah itu larinya ke psikologi massa. Mungkin sebagai manusia, kebanyakan kita suka akan yang rame-rame. Ini sama halnya dengan makan sambel. Udah tau sambel itu pedes banget, kadang bikin bibir jontor, bahkan sampe kita mencret-mencret, tapi kenapa kita masih seneng dan berulang kali menyantapnya? Tanya Kenapa. Makanya, di agama pun, orang yang tobat gak, tobat gak, disindir sebagai tobat sambel. Lantas adakah hubungannya psikologi massa dengan sambel?

Okelah, ini jadi pelajaran dan pembelajaran juga. Mungkin lain kali kudu study dulu kalo milih-milih tempat. Tapi yang satu ini cukup bikin kapok juga. Kemarin kapok, gak tau tahun depan. Barangkali kayak makan sambel juga. Alias tahun depan, meskipun udah tau bakal sengsara di situ, tapi masih tetap kepengen dan nekat datang. Adakah anda mengalami pengalaman yang sama?

Wassalaam,

Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com

No comments: