Posted: 22 Maret 2007
Assalaamu 'alaikum,
Akhirnya pertarungan perebutan kursi Gubernur DKI pada Pilkada November 2007, nampaknya akan mengerecut kepada 2 tokoh, yakni Pak Fauzi Bowo dan Pak Adang Daradjatun. Tidak sedikit orang yang membacanya sebagai pertarungan antara PKS vs non PKS.
Siapa sebenarnya kedua tokoh di atas? Profil Pak FZ bisa dicek di website sbb: http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/f/fauzi-bowo/index.shtml.
Namun sayangnya Pak AD ketokohanannya belum di-recognize oleh website di atas. Memang sosok Pak AD, yang pernah menjadi Wakapolri, adalah bagaikan misteri, sehingga sedikit sekali orang yang mengenalnya. Hanya saja entah mengapa akhir-akhir ini beliau tiba-tiba banyak muncul sebagai ketua paguyuban ini itu, antara lain, ketua paguyuban artis sunda dll.
Pak FZ yang incumbent Wagub juga kini tiba-tiba namanya "dipaksakan" muncul dimana-mana dalam iklan Badan Narkotika Jakarta, padahal seyogyanya diiklan tersebut yang harus dipertegas adalah pesan anti narkoba dan bukannya foto Ketuanya. Aneh memang, pada bokis semua, maunya kampanye gratis, dengan berlindung pada dalih ini itu.
Benarkah kedua orang ini adalah putra terbaik yang dipilih/dilahirkan untuk memimpin DKI Jakarta? Mampukah mereka ini mengatasi kompleksnya permasalahan di ibukota dari mulai banjir dll? FYI, selama ini, hampir semua gubernur DKI adalah orang militer, karena konon katanya untuk memimpin Jakarta perlu ketegasan dan kebandelan, karena kalo gak justru mereka "yang bakal dimakan". Mengapa harus 2 orang ini saja yang dimunculkan, padahal banyak tokoh-tokoh lain yang lebih berkaliber?
Andai sistem Pilkada di DKI sama seperti di Aceh, dengan diperbolehkannya calon independen berkiprah, tentulah nuansanya akan lain karena barangkali akan muncul tokoh yang lebih mumpuni namun tidak ada sebuah parpol pun yang mau mencalonkannya. Tentunya pula pula rakyat akan lebih punya banyak pilihan, serta calon yang qualified lah yang akan bermunculan nantinya.
Calon independen memang dilematis, dan ditolak oleh banyak parpol. Kebijakan pencalonan via parpol ada positif dan negatifnya. Positifnya, tentunya sistemnya lebih teratur dan lebih tersaring. Namun negatifnya, kemungkinan dagang sapi dibalik pencalonan itu sangat besar, apalagi orang-orang kita dikenal gemar "membalas budi". Tapi kenapa rasanya, sebagai orang awam, hati ini sangsi dengan kemampuan kedua tokoh di atas? Semoga kesangsian ini tidak benar. Namun jangan kaget andaikan angka Golput di Pilkada DKI nanti akan membengkak. Itu pertanda banyak kesangsian dari para pemilih. Akankah terjadi persentase Golput yang besar? Ini juga disangsikan, karena orang kita sekali pun ngomongnya golput, akhirnya pas hari H terpengaruh euforia pesta demokrasi dan akhirnya nyoblos juga.
Andai ada calon independen, tentunya. Sayangnya hal itu cuma impian semata.
Wassalaam,
Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com
http://www.gatra.com/artikel.php?id=103190
No comments:
Post a Comment