Sunday, June 10, 2007

Asyik masyuk dengan Bangla, siapa peduli?

Posted: 5 Maret 2007

Assalaamu 'alaikum,

Hari ini baca page Home di The Strait Times, prihatin juga dengan nasib seorang PRT kita. Dia ditemukan jatuh dari lantai 4 dan terluka parah, dengan lutut bergeser dan patah tulang. "Dijorokin" oleh sang majikan kah? Bukan itu, sang PRT jatuh karena memanjat Condo tempat majikannya tinggal, setelah pintu depan rumah itu terkunci karena pulang terlalu malam. Di kamarnya, dia sengaja meletakkan guling di bawah selimut, agar sang majikan mengira dia sudah bobo.

Majikannya ini adalah seorang expat yang enggan disebut namanya,dan pernah memperingati sang maid tuk gak ber-SMS ria di tengah malam buta. Kemana gerangan perginya wanita ini? Oalaa, ternyata dia pergi nge-date dengan boyfriend-nya,seorang Bangladesh. Pasangan yang dimabuk cinta ini sampai lupa waktu sehingga pulang terlalu larut, sehingga mengundang terjadinya kecelakaan nahas itu. Sang wanita dari Indonesia. Si pria, adalah pekerja kasar dari Bangladesh. Itulah pattern yang sering kita temui saat ini.

Dulu, semasa tinggal di Paya Lebar, dan awal kedatangan ke sini, saya sempat heran dan bingung, dengan couple beda bangsa ini. Apa gak ada pria pekerja dari Indonesia di sini? Keliatannya begitu, dan konon pria kita cuma kebagian kerja di pelabuhan. Untuk konstruksi di tengah kota, biasanya pekerja India, Myanmar,Bangladesh, Thailand dan China lah yang banyak dipakai. Satu hal yang bikin prihatin, agaknya gaya pacaran mereka yang keliatan "sudah kelewatan".

Pernah juga saya dengan "kisah sedih", ada PRT kita yang rela digilir demi bayaran 1 digit uang Singapore per orang yang menggilirnya. Agaknya berpacaran dengan pria Bangla sudah biasa buat mereka. Jangan tanya apakah mereka sudah terlampau jauh atau tidak. Silahkan dipikir sendiri. Kenapa pria Bangla yang dipilih? Ada lelucon singkat tentangjawaban hal ini. Gitu-gitu juga, orang Bangla mirip Sharukh Khan. Lumayan ada tampang kayak bintang pelem Bollywood.

Alamaakk, ada supply ada demand. Dan kalau di negeri orang, siapa lagi yang mau mengawasi, kalau bukan berangkat dari kesadaran sendiri. Berapa banyak persentase PRT kita yang seperti ini, entahlah perlu ditelisik lebih dalam. Semoga gak banyak, walau mungkin kita bakal menemukan keprihatinan yang mengelus dada saat bertandang ke daerah Geylang Serai pada hari minggu.

Kalau ada yang YIN (jelek), tentunya ada pula yang YANG (baik). YANG dari mereka ini yang cukup membuat salut, mana kala saya dapat kesempatan menemani grup musik Snada saat mereka mengisi acara "kelulusan" kursus para PRT kita beberapa waktu lalu. Demi keluarga, mereka rela berpisah dengan tanah air. Kadang mengirim banyak uang,yang sekaligus jadi penyumbang devisa, tapi sering tak diperlakukan secara manusiawi baik di negeri sendiri maupun di rantau orang.

Salut dan terharu melihat kegigihan mereka yang YANG ini untuk bekerja dan berjuang di rantau karena tak mendapatkan apa yang diharapkannya di tanah kelahirannya sendiri. Dalam hati kecil, cuma ada satu harapan, agar jumlah si YANG jauh melebihi jumlah si YIN. Barangkali ada masanya nanti si YIN akan berubah menjadi si YANG. Namun entah kapan,itu akan terwujud.

Kini hanya tatapan prihatin saja saat melintasi keramaian Orchard atau Geylang Serai manakala menyaksikan saudara kita itu tengah berasyik masyuk dan berpeluk mesra dengan pekerja bangsa lain. Gak ngerti bahasa lisan gak masalah, toh bukankah bahasa tubuh yang lebih dominan? Maksiat kah? Di negeri orang siapa yang peduli?

Wassalaam,

Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com

No comments: