Posted: 28 Maret 2006
Assalaamu 'alaikum,
Minggu lalu, sebuah majalah berita mingguan di Jakarta menurunkan beberapa artikel dengan mencetak tebal-tebal
kata-kata "Blok Cepu hadiah buat Condy", bersama dengan foto Miss Condy di sampul majalahnya.
Artikel yang diturunkan di laporan Utama memang tak banyak, hanya 3 tulisan saja, plus beberapa artikel kecil,
namun sedikit banyak cukup member gambaran tentang keanehan proses negoisasi Blok Cepu, yang sangat alot
dijalani bertahun-tahun, namun secara ajaib bisa tiba-tiba selesai dalam hitungan haru, dengan "pemenang"nya
adalah Exxon Mobil. Dan "kebetulan" lagi itu terjadi hanya dalam hitungan jam sebelum kedatangan Miss Condy,
orang nomor tiga di jajaran pemerintahan AS...Suatu kebetulan yang terus berulang, yang patut dicurigai sebagai
bukan suatu kebetulan belaka. Dengan dipegangnya peran GM oleh Exxon Mobil, ditenggarai penyusunan rencana
penambangan, terutama yang berkaitan dengan cost recovery yang harus dibayar ke mereka, akan tidak menjadi
transparan dan bakal di mark up. Banyak lagi lainnya, dan silahkan baca sendiri.
Negeri Paman Sam saat ini memang sedang gencar-gencarnya mencari sumber minyak di penjuru dunia. Mereka
adalah peminum minyak terbesar di dunia, dengan melahap 20,5 juta barrel per hari, atau 25% dari total konsumsi
minyak dunia, sedangkan produksi domestiknya hanya mampu menyuplai 7.24 juta barrel per hari saja. Amatlah
masuk akal kalau mereka "mengamuk sana-sini" untuk mengamankan "minuman energinya", ada yang dengan cara
kasar seperti di Irak, ada yang dengan jalan halus, mungkin seperti di Cepu ini. Pemerintah tetap menolak mengakui
segala hal tentang Cepu sebagai tekanan dari AS. Parlemen kita, seperti biasa meradang, mengamuk-ngamuk,
hangat-hangat chicken shit, dengan setengah hati.
Partai merah yang sakit hati terlempar dari pemerintahan, sudah jauh-jauh hari mencanangkan diri sebagai oposan
murni, alias menentang habis setiap kebijakan pemerintah, peduli amat dengan baik buruknya. Pokoknya harus
ditentang, kan itu kebijakan lawan politik kita, mungkin gitu kira-kira.
Partai biru berlambang mentari, yang dibidani Bapak Reformasi, ternyata kini lebih banyak merapat ke istana,
mengubah haluan yang pernah digariskan oleh para pendahulunya.
Namun alangkah kecewanya saya saat membaca sebuah harian ibukota di atas langit Laut jawa semalam.
Partai putih yang mengusung tema Bersih dan peduli, ternyata lagi-lagi banting stir, dengan menyatakan tidak akan
mempersoalkan lagi Blok Cepu, karena tidak ada masalah dengan prosesnya yang menghasilkan Exxon sebagai
pemenang. Lagi-lagikah? Yahh begitu agaknya. Saya tak sempat menghitung berapa kali kebijakan banting stir
dilakukan partai putih nan hijau itu di saat-saat akhir. Seingat saya ada 3 peristiwa besar yang pattern-nya dari
tindakan mereka adalah sama. Yang pertama kasus kenaikan BBM pada Oktober tahun lalu. Lantas dilanjutkan
dengan kasus import beras dari Vietnam. Dan kini adalah kasus Blok Cepu. Trus kasus-kasus apalagi nantinya
yang akan ditelikungnya di tikungan akhir?
Entahlah, saya cuma orang awam yang kurang "ngerti" politik dan kurang tau detail tentang permasalahan negara,
khususnya kali ini mungkin tentang Blok Cepu. Namun saya gak habis pikir mengapa "partai harapan", yang tadinya
vokal memprotes kebijakan anti rakyat, namun melempem di saat-saat akhir, lantas banting stir melulu di saat
menjelang finish? Caprirossi di Final GP Motor minggu lalu pun gak akan berpikir banting stir balik kanan,
untuk memberikan kepemimpinan lombanya pada Pedrossa yang menguntitnya di urutan ke dua.
Tujuan strategis lebih penting daripada tujuan pragmatis, begitukah alasan yang akan mereka kemukakan demi
menjustifikasi fenomena banting stir itu? Lantas mengapa mereka berkoar-koar vokal pada awalnya dalam
menyikapi masalah itu? Apakah asbun saja, ataukah cuma sekedar untuk menarik simpati rakyat secara instan saja?
Entahlah politik memang aneh, membingungunkan sekaligus menyebalkan kalau di Nusantara. Hey ini politik Bung,
tidak ada kawan yang abadi dan tidak ada lawan yang abadi, yang ada cuma kepentingan yang abadi, itulah
alasan klise yang sudah terlalu jemu untuk didengarkan. Entahlah, siapa pun yang memerintah, siapa pun yang
menguasai parlemen, kayaknya kondisi bangsa gak akan berubah banyak, mungkin. Karena itu gak heran, hasil
survey dari LSI menunjukkan kalau saja Pemilu diadakan hari ini, maka partai kuning lah yang akan merajai
event 5 tahunan itu. Padahal partai kuning itu pernah dihujat dan dicaci maki sebagai penyebab kerusakan bangsa,
dan pernah diancam akan dibubarkan. Tapi mengapa bisa tetap bakal menang?
Andaikan Pemilu diadakan hari ini, mungkin saya tidak akan menyentuh paku pencoblos kertas suara. Surat suara
akan saya lipat dengan rapi dan saya masukkan ke kantong baju saya. Kelak di rumah nanti saya akan tunjukkan
kepada Paiz kecil, ini lho Papa mu ikut Pemilu sekali lagi, dan berarti umur Papa mu nambah terus. Semoga
Paiz kecil kalau sudah besar dan boleh mencoblos, keadaan sudah berubah menjadi baik semuanya. Sepotong
suara dari orang awam seperti saya, mungkin tidak berarti apa-apa dalam pemenangan Pemilu suatu parpol.
Namun amatlah wajar apabila konstituen yang sekalipun awam itu, untuk kecewa, karena dia telah "bela-belain"
datang tuk mencoblos dengan berbekal satu harapan akan adanya perubahan di masa datang. Namun orang awam
ya orang awam, tetaplah naif untuk mengerti tentang perpolitikan, walau dia tetap tidak akan rela andaikan
status nya sebagai orang awam dijadikan justifikasi untuk "pembodohan" akan dirinya.
Entahlah, yang pasti, surat suara itu mungkin akan lebih berharga kalau dibingkai dan dipajang sebagai
kenang-kenangan akan keberadaan Pemilu di masa muda. Kenangan bakal lebih berkesan dan lebih baik
daripada harus memikirkan fenoman ajaib di nusantara, yahh seperti fenomena banting stri di tikungan terakhir ini.
Maaf, kalau lagi-lagi isinya kumplain, dan no offence yahh...Maklum orang awam, brur...
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment