Free sex di Jepang

Posted: 3 November 2003

Dear All,

Tentang hal orang Jepang, ini terkait dengan budaya dan lingkungan mereka...
Hampir semua orang Jepang itu dasarnya tidak beragama, kalaupun mengaku-aku ya Budha,
tapi tidak pernah menjalankan ibadat kecuali 2 kali setahun saat New Year dan Obon
(menyambut kedatangan arwah leluhur di bulan August/hungry ghost month).
Mereka lebih ingin hidupnya bebas dan gak ingin Tuhan mereka turut campur dan mengikat
mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dan lagi informasi mengenai agama, terutama Islam,
terdistorsi, sehingga banyak yang memandang agama sebagai pangkal permusuhan.

Mengenai kehidupan (maaf) sex, boleh dibilang sebenarnya orang Jepang lebih "parah
dan bebas" dibandingkan dengan orang USA atau Eropa yang lebih konservatif.
Di Jepang, apabila kita berpacaran, janggal rasanya tanpa diselingi dengan hubungan
suami-isteri. Hal ini telah diterima umum, ortu mereka juga membiarkan dan menganggap
sebagai sesuatu yang wajar. Ditambah lagi, pendidikan mengenai sex telah diajarkan sejak SD.
Berpacaran tanpa begituan, apa bedanya dengan berteman, percuma dong..
Begitu kira-kira ekstremnya. Lagipula andai cowok cewek sudah berdua-duaan, apalagi
di tempat tertutup, gak usah munafik, sebagai orang normal, berat boo menahannya
Lha...kita kan bukan Nabi Yusuf...Makanya dianjurkan gak berdua-duaan yahh...

Dulu saat gue masih part-timer nganter koran, gue sering menemukan sepasang muda-mudi
keluar dari kamar apartemennya. Mereka kebanyakan mahasiswa. Kalau nginap bareng,
ya jangan ditanya lagi yah...Karena sudah dianggap wajar, orang-orang sekitar gak peduli,
selama gak mengganggu kepentingan umum...

Dulu gue pernah berdiskusi dengan teman Japanese. Jawab mereka, apa yang salah kalau
kami melakukan hubungan bebas dengan pasangan kami? Kami melakukan suka sama suka.
Ortu saya dan ortu dia tidak melarang. Kami juga tidak mengganggu orang lain dengan
aktivitas kami. Terus dimana salahnya? Yah dah keliatan kan dari jawabannya, mereka
sama sekali gak care dengan agama. Yang melarang perbuatan amoral hanyalah agama.
Trus kalau mereka gak percaya agama, ya udah aturan dan larangan amoral ini gak berlaku.

Boleh jadi pegangan mereka: setiap kriminalitas adalah perbuatan amoral, namun tidak
setiap perbuatan amoral adalah kriminalitas.

Kan bukan kriminalitas, dan juga bukan amoral di Jepang. So what's wrong?
Yah, memang ada baiknya gak meladeni debat beginian. Ujung-ujungnya gak akan selesai
karena pangkalnya gak sama. Yang satu base on religion, yang lain bertentangan...
Wah bagi orang yang ngeres/piktor, Jepang itu sorganya...Kepala pusing? Pergi aja ke
toko buku atau convenient store...Di situ bahan bacaan tentang sex berlimpah ruah.
Dari mulai buku, majalah, komik, koleksi foto dll semuanya ada Bahkan kadang di pinggir
jalan ada vending machine majalah porno...Nah lho...

BTW, bagi non Japanese, orang Japan itu bertingkah aneh-aneh dalam melampiaskan
nafsu hewaninya. Boleh dibilang entah maniac entah apa. Dari yang namanya bukkake,
sadomakis, SM, koleksi celana dalam dll. Bulan lalu, orang Cina demo gara-gara
300 tourist Jepang melakukan orgy dengan 400 PSK lokal. Itu realitinya.
Semua orang tau kok orang Jepang kerjanya main perempuan, apalagi kalau sudah
jalan-jalan ke LN. Di Jepang juga wanita biasanya jadi obyek saja.
Satu lagi, temanku Japanese pernah bilang, kalau suami selingkuh masih bisa ditolerir,
tapi kalau isteri yang selingkuh, rumah tangga kiamat...

But All...ada yang jahat, tentu ada yang baik...Realitas di atas mau di-generalisir silahkan,
karena mayoritas begitu. Tapi jangan lupa masih ada yang baik dan barangkali teman anda
termasuk yang baik. Japanese memang kelihatan penyabar dan baik tingkah lakunya.
Tapi kalau dalam urusan sex, yah itu lain lagi. Di dalam dan di luar kamar beda,
no problem asal gak ganggu orang atau jadi kriminal...begitu kira-kira...

NB: Maaf ya kalau agak vulgar...demi pengetahuan gak apa-apa, toh kita sudah sama adult...
Buat yang lom nikah, semoga cepat...Ingat lho hukum nikah ada 5: wajib, sunnah, mubah,
makruh dan haram..Kita masuk yang mana, kita sendiri yang tau...

Thanks and best regards,

Papa Fariz