Saturday, June 9, 2007

Harapan yang (hopefully bukan) sekedar mimpi

Posted: 15 November 2006

Assalaamu 'alaikum,

Hari Minggu lalu, saya sempat mampir ke Border, salah satu book shop terbesar di sini.
Saat mencari bargain encyclopedia book, di salah satu buku, ada satu yang menarik perhatian saya.
Ternyata sekitar pertengahan tahun 90-an, pernah ada planning untuk membangun gedung tertinggi di dunia.
Gedung yang direncanakan mulai dibangun pada tahun 1995 dan selesai pada tahun 1998, disebut dengan Kuningan Persada Tower.
Maket dan design-nya bagus,dan telah komplet.
Arsitektur-nya, saya lupa-lupa ingat, SkidRow, M and R. Tinggi KuninganTower ini adalah 451 meter. 1 m lebih tinggi daripada Petronas Twin Tower, yang 450 m.
Namun bedanya, Kuningan Tower, kini hanya ada dalam buku saja dan angan-angan, sedangkan Petronas Tower telah terwujud dan menjadi simbol megapolitan KL.

Kuningan Tower dan Petronas Tower merupakan salah dua dari 3 gedung megah di Pacific Rim, yang rencananya dibangun sebagai simbol kemegahan dan kebangkitan ekonomi Asia.
Yang satunya adalah Jian Bao Building di Shanghai, setinggi 443 m.
Apa sebenarnya makna dari Kuningan Persada Tower (KPT) ini? Boleh jadi, gedung yang direncanakan sebagai office, shopping center, hunian dan resort terpadu ini adalah simbol kebangkitan ekonomi kita.
Sayangnya semuanya collapse begitu saja di tahun 1997-an.
Kalau kita mau jujur, sebenarnya kita telah melewatkan begitu saja, dan ini karena keterpaksaan oleh keadaaan, yakni GOLDEN CHANCE yang mungkin gak akan datang dan terulang lagi.

Sebelum China melonjak menjadi permata manufakturing dunia, Indonesia telah diprediksi untuk menempatinya.
Dan kita pun telah mempersiapkannya.
Tengoklah ke sepanjang jalantol Jakarta-Cikampek.
Di Cibitung ada MM2100 dan Gobel Industry Area.
Di Cikarang ada Jababeka 1 dan 2, EJIP, Hyundai dan Delta Silicon.
Di Karawang Barat ada KIIC. Di Karawang Timur ada Surya Cipta.
Dan di ujung jalan tol, yakni sebelum pintu Cikampek, ada Kota Bukit Indah dan Indo Taisei.
Itu yang baru, yang lama masih ada di kawasan Tangerang, seperti Jati Uwung, Manis, serta Pulo Gadung dll.

Namun tengoklah apa yang terjadi di sana kini.
Banyak gedung-gedung kosong bertaburan.
Suasananya di beberapa tempat terasa sunyi senyap.
Tak ada kegiatan pembangunan pabrik baru.
Gedung yang lama saja tidak terpakai, lantas buat apa dibangun yang baru?
Kapan investor yang pernah lari itu akan kembali, ataupun investor baru akan datang mengisi tempatyang kosong tersebut?
Gak ada yang bisa menjawabnya.

Pagi ini rekan Japanese saya bercerita bahwa aset perusahaan Jepang di China mulai diturunkan karena dialihkan ke beberapa negara lainnya.
Di Malaysia aset kian melonjak, apalagi di Vietnam.
Canon, Brother, Panasonic kini sedang membangun pabrik mereka dalam skala besar di Vietnam.
Namun sayangnya nama Indonesia tidak tercatat dalam daftar yang dilirik oleh industri manufakturing.
Bilakah kiranya kita akan dilirik lagi, dan golden chance itu akan kembali ke kita?
Gak ada yang tau jawabannya.

Namun dengan "setengah menyindir", Canon pernah mempublikasikan 3 alasan mereka memilih Vietnam.
Pertama katanya birokrasi yang tidak njlimet dan regulasi Pemerintah yang mendukung.
Lalu faktor keamanan, yakni mereka merasa lebih secure.
Yang ketiga adalah faktor ekonomi, yakni upah buruh murah, biaya listrik, tanah dll yang terjangkau dll.
Memang dalam sistem kapitalis, yang mereka hendak cari adalah agar bagaimana mereka bisa dapat keuntungan sebesar-besarnya dengan pelayanan yang terbaik.

Lantas apanya yang aneh dengan kita yah?
Yang jelas masalah pajak, kelakukan custom, uang bawah meja dll, yang merupakan hidden cost sudah menjadi fakta yang menjengkelkan dan tidak bisa dihilangkan.
Saya sendiri bukan orang yang tau masalah ekonomi secara detail.
Namun saya cukup gembira mendengar konon prospek di tahun depan, terutama bisnis properti dll, akan meningkat.
Saya cuma belum menemukan benang merah antara rencana bagusnya finance dengan investasi baru, khususnya industri manufakturing di sana.
Walau ada sedikit kekhawatiran,kalo semua itu bukan berwujud investasi nyata dan hanya di atas kertas berupa angka-angka saja, apa gak bakalan kita dikadalin lagi nantinya.

Saya jadi ingat di salah satu buku ditulis bahwa sebenarnya kejayaan ekonomi Asia di era 90-an adalah sebuah rekayasa.
Di akhir dekade 80-an dan awal dekade 90-an, Asia begitu dipuja-puja akan menjadi raksasa dunia.
Sampai-sampai konon katanya, itu termasuk dalam teori Megatrends 2000-nya JohnNaisbitt (CMIIW, sorry gak pernah baca bukunya).
Untuk bisa membangun, para negara Asia dibujuk untuk berhutang sebanyak-banyaknya. Salah satunya, yang kena adalah Indonesia.
Entah karena, ekonom dan peyelenggara negara yang salah perhitungan atau gimana, atau juga karena aji mumpung para konglomerat kita, akhirnya kita masuk dalam kubangan lumpur derita ekonomi.

Sialnya, konon utang tersebut banyak yang jadi bancakan, kalau lari ke kas negara.
Pihak swasta sendiri malah lebih banyak meminjamnya untuk bisnis konstruksi, yang BEP nya memakan waktu cukup lama.
Sampai akhirnya kiamat itu datang.
Kurs rupiah dimainkan sampai turun menjadi cuma 20% dari nilainya.
Ekonomi hancur, dan banyak perusahaan yang collapse karena tidak mampu menanggung utang yang tiba-tiba nilainya menjadi 5 kali lipat di dalam nominal rupiah.

Demi menjaga agar terutama bank-bank bisa tetap bertahan hingga masyarakat tidak panik, dan juga untuk menopang kembali ekonomi yang lumpuh, hingga bisa digerakkan lagi, Pemerintah mengeluarkan terobosan dengan nama BLBI (Bantuan Likuiditas BI).
Namun lagi-lagi dunia menyaksikan dagelan yang gak lucu di sini.
BLBI malah dibawa kaburdan disalah-manfaatkan.
Akhirnya negara tekor 160 trilyun rupiah, dan boleh jadi ini yang disebut perampokan terbesar yang pernah ada dalam sejarah umat manusia.
Orang kita memang hebat kalo ngerampok.
Saya pernah senyum-senyum saat baca buku saku karya Kwik Kian Gie mengenai bagaimana trik para perampok kita membodohi 230 juta rakyat.

Kini utang kita masih 1200 trilyun rupiah, sedangkan APBN cuma 700 trilyun rupiah.
Aset bangsa yang ditanam di negeri jiran nan mini saja sudah lebih dari 200 trilyun rupiah.
Hutang masih terus kita nikmati, dan andaikan diputar untuk usaha yang bisa untuk mengembalikan utang, itu gak masalah.
Namun kalo untuk terus dikorupsi, siapa yang harus bayar nantinya.
Mengundang tamu pun kita belum pintar.
Pak JK pusing kok proyek untuk proyek hasilkonferensi konstruksi tahun lalu cuma sedikit yang jalan.
Ikan-ikan terus dicuri, hutan-hutanterus ditebangi, migas dan mineral terus dikuras dengan cuma kebagian hasilnya setetes demi setetes.
Trus apanya yang salah yah?

Minggu lalu, Pak JK tiba-tiba menyentil, kalau ingin jadi pejabat harus jadi pengusaha dulu.
Saya pribadi setuju gak setuju.
Namun ada masukakalnya juga.
Tengoklah Thaksin, mantan PM Thailand, yang bergaya enterpreneur dalam mengelola negaranya.
Thailand dalam kurun waktu 5 tahun berhasil membayar setengah dari utang LN-nya.
Sedangkan kita masih terseok-seok membayar bunganya.
PM India adalah seorang ekonom, dan dari dulu memang mereka memiliki tim ekonom yang kuat untuk perencanaan pembangunannya.
Lihat kini, industri di India meledak dengan perencanaan yang bagus.
China dan Vietnam sama-sama otak dagang dalam menjalankan pemerintahannya.

Pendeknya masalahnya "cuma" manajemen.
Tapi entah mengapa di kita menjadi begitu kompleks.
Kalo atasan kita punya otak dagang yang bagus, tentulah bisa berpikir, apa potensi yang kita miliki, bagaimana mengelolanya lantas dijual ke bangsa lain yang hasilnya bisa buat pembangunan.
Kalo otak dagang kita jalan dan kita jujur, tentulah kita bakal berpikir kekayaan alam yang kita miliki bagaimana dikelolanya, at least bagaimana dibagi hasilnya, terus ujung-ujungnya untuk kesejahteraan bersama.
Kalo otak dagang kita smart, tentulah kalau berhutang, kita berpikir utang ini harus diproduktifkan, yang hasilnya buat untuk bayar utang, dengan kelebihan untuk pembangunan bangsanya.

Namun gak tau deh, kita sekarang rasanya masih begini-begini saja, malah hidup terasa tambah sulit di Jakarta buat sebagian orang.
KKN sudah biasa dan sudah jadi budaya yang diterimadi berbagai lapisan masyarakat, peduli dengan apa yang namanya agama itu.
Kalau begini kapan yahh kira-kira kita bisa membangun Kuningan Persada Tower, sebagai lambang kedigdayaan ekonomi kita.
Ataukah KPT ini hanyalah mimpi, yang gak akan pernah terwujud sepanjang hayat kita?
Kalau memang begitu, pengen banget saya usulkan KPT ini masuk ke acara "Mimpi Kali Yee". Pengen banget rasanya bilang ke penulisnya, tolong KPT dihapusk arena itu cuma mimpi di atas mimpi, dan gak layak dimasukkan ke dalam suatu buku.

Lha kok jadi pesimis? Gak bolehlah pesimis.
Jadi ingat pertanyaan seseorang apa yang dimiliki oleh bangsamu kini dengan keadaan yang pernah carut marut?
Saya jawab, at least kami masih punya hope.
Kami akan hidup dan bergerak dengan harapan, dan semua proses ke harapan itu perlu tahapan.
Yakinlah dengan kejayaan yang bakal datang.
Karena Allah juga menjanjikan terjadinya pergiliran kejayaan, yang tentunya harus diraih dengan usaha dan tawakkal.

Wallahu 'alam bissawab.

Wassalaam,

Papa Fariz

No comments: