Assalaamu 'alaikum,
Akhir-akhir ini saya tergelitik dengan kasus yang menimpa Khairiansyah Salman, auditor BPK pembongkar kasus korupsi di KPU...
Ada ironi, ada kejanggalan dll...Kini dia sedang dituntut oleh Kejaksaan Agung karena konon terbukti menerima uang DAU
(Dana Abadi Umat) sebesar 10 juta rupiah...Bahkan pihak Kejagung kini mencela sang penerima TI award dengan tudingan
merugikan negara ratusan milyar, karena melalaikan tugasnya..Tuduhan yang semakin melebar kemana-mana..
Hal ini merupakan ironi buat penentang Khairiansyah, karena mereka akan bergumam, "Apalagi yang bisa diharapkan dari Indonesia,
untuk pemberantasan korupsi? Khair, yang di keningnya ada bekas hitam tanda sujud sekali pun ternyata menerima suap juga.
Tidak ada lagi "orang suci" di Indonesia yang bisa diharapkan kredibilitasnya. Korupsi dan suap sudah jadi budaya baru yang
dipraktekan dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia. SO WHAT GITU lho? udah deh, makan bareng-bareng uang
suap yok, bukankah kita telah terbiasa dengan korupsi berjamaah?".
Bagi para pendukung Khairiansyah, tentunya akan balik bertanya, "Bukankah DAU itu dulu tidak dianggap sebagai barang yang
haram, dan begitu banyak orang menikmatinya? Bukankah DAU yang "cuma 10 juta" itu pun diterima via instansi-nya, yakni BPK?
Mengapa hanya Khair yang ditembak? Bagaimana dengan penikmat DAU lainnya, yakni anggota DPR, para menteri dan pejabat?
Bukankah juga sudah disinyalir bahwa DAU juga jadi biaya kondangan, jalan-jalan dan umrah para petinggi negara?
Boleh jadi Khair hanyalah sasaran tembak antara, karena ini sebenarnya warning kepada para whitsler blower kasus korupsi,
agar tidak membongkar borok-orok negeri ini karena belum adanya UU Perlindungan Saksi. Jangan macem-macem lo ye,
apa lo mau di-Khairiansyah kan? Kalo lo ngocol gue jeblosin sekalian ke penjara ntar, mungkin gitu ancaman gaya Betawinya.
Ndak tau deh, memang negeri aneh bin ajaib. Dulu temanku, seorang pendukung fanatik salah satu Capres, dengan yakinnya
berkata, dengan presiden baru, korupsi akan habis tuntas diberantas, dan sang capres menjanjikan seperti itu. Waktu itu saya
cuma tersenyum dan menimpali, realita tak semudah pikiran dan impian kita. Para pelaku kebusukan dan koruptor tidak akan
menyerahkan lehernya begitu saja untuk dipenggal. Bahkan mungkin sebaliknya, mereka akan bersatu dan berinisiatif lebih
dahulu untuk menjegal kaki para calon penumpasnya.
Hmmm, mungkin di negeri antah berantah surga korupsi, ndak ada salahnya kalau ada yang bersikap mengaplikasikan
selemah-lemahnya iman, yakni diam dan berdo'a agar Sang Kuasa menurunkan tangan-Nya menghilangkan korupsi menggila itu.
Korupsi telah merasuk ke segala sendiri dan pembuluh darah di negeri ini, bahkan telah terlalu banyak menciptakan GREY Area,
yang seharusnya dan sebaiknya ditinggalkan apabila kita memang meragukannya.
Wallahu alam bissawab.
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment