Saturday, June 9, 2007

Reward untuk mereka di negeri jiran

Posted: 4 Mei 2006

Assalaamu 'alaikum,

Mengenai Jepang, ini sejarah masa lalu mereka, sekitar 140 tahun yang lampau.
Saat itu, Jepang, yang sekali pun memiliki Kaisar, kekuasaan real-nya berada di tangan Shogun
alias Panglima Perang, di mana shogun terakhir dan terkenal, adalah berasal dari keluarga Tokugawa.
Di bawah dinasti Tokugawa, Jepang menjalankan politik isolasi selama 200 tahun-an, dan
mereka cuma bisa berhubungan dengan pihak luar melalui pulau kecil yang bernama Dejima,
yang ada di kota Nagasaki.

Saya lupa apa penyebab pastinya, yang jelas ada pergolakan di Jepang, sehingga Shogun mengembalikan
kekuasaan kepada Kaisar. Kebetulan kaisar muda yang bernama Meiji ini mengambil kebijakan untuk
mengejar ketertinggalan dari dunia luar. Dia mengirimkan orang sebanyak-banyaknya untuk belajar
ke Eropa, dan diberinya level yang bagus dalam pemerintahan Jepang model baru.
Saya lupa (lagi) namanya siapa, tapi ada satu orang Jepang, yang ditugasi khusus, untuk mempelajari
modernisasi di Eropa, dan orang ini jadi tangan kanan Kaisar meiji, dan sesungguhnya dialah yang
membawa Jepang ke arah modernisasi. Kalau ada yang ingat kasih tau yah.
Namun intinya mereka dapat kedudukan terhormat dan penghidupan serta reward yang sangat layak.

Pada tahun 50-an, di mana Jepang masih tertinggal dari US di bidang elektronik, Jepang mengutus
para siswanya belajar ke US. Dua orang di antaranya adalah mantan Rektor Universitas Totoku dan
petinggi Toyota. Mereka diutus untuk mempelajari dunia elektronik US, yang waktu itu baru melejit
dengan penemuan transistor sebagai pengganti lampu tabung. Kedua orang ini, mencatat semua yang
dia dapatkan, memotret apa yang dia temukan dll. Buku catatan keduanya sampai kini konon masih
ada dan terpajang sebagai salah satu benda bersejarah.

Orang-orang US saat itu menertawakan mereka. Dianggapnya mereka sebagai turis yang bodoh dan
ketinggalan jaman, karena hal remeh temeh pun dicatat dan di foto. Setelah mereka dan kolega-koleganya
balik ke Jepang dan menerapkan disiplin yang mereka dapatkan, US pun dibuat tercengang beberapa tahun
kemudian. Ternyata dalam industri elektronik, Jepang telah melompat, mengembangkan sendiri produknya
dan kini malah jauh meninggalkan US. Tentang hal ini, saya dapatkan dari video yang diputar oleh sensei
saya semasa kuliah dulu. Di akhir video, ada komentar dari seorang scientist US, bahwa mereka merasa
menyesal dan tidak menyangka bahwa ilmu mereka telah dicuri oleh bangsa Jepang dan malah mereka
kini tertinggal dari bangsa kulit kuning ini di dunia industri elektronik. Dari sini bisa disimpulkan juga,
ada PLANNING, ada USAHA dan ada HASIL dari belajar di overseas. Kenapa bisa berkembang
setelah balik ke negerinya? tentunya juga karena ada reward yang seimbang dan layak.

BTW, scientist brilyan dari Pakistan, yang belajar di overseas, saat-saat awal dipanggil balik ke negerinya,
menuntut gaji 4 kali lipat dari gaji menteri. Dan hal itu dikabulkan oleh Pemerintahnya.
Malaysia setiap tahun mengirim ratusan orang siswanya ke berbagai negara, untuk berbagai jenjang
pendidikan, di mana beasiswa datang dari beragam badan usaha dan pemerintah Malaysia.
Yang terikat ikatan dinas, kembali ke instansinya. Sebagai contoh, kebetulan teman kuliah saya dulu kini
mengembangkan ilmu IT-nya di Petronas. Yang bebas setelah balik, kini bekerja di berbagai perusahaan
Jepang dengan gaji yang layak. Kini staff Jepang di perusahaan Jepang di Malaysia telah dikurangi,
dan para lulusan sana lah yang jadi ujung tombak mencari ilmu di perusahaan Jepang.

Tahukah anda tentang Institute Technology of Safoor di India? Institusi pendidikan inilah yang banyak
melahirkan pakar IT di India, yang kini kebrilyanannya diakui oleh dunia. Bahkan konon banyak piranti
lunak dari Microsoft sebenarnya dihasilkan dari sini. Bagaimana itu bisa terjadi?
Ini bermula dari tahun 60-an, di mana beberapa orang siswa di utus oleh Pemerintah india untuk belajar
di US. Siswa-siswa itu terus melanjutkan pendidikannya sampai level doktor dan menjadi peneliti,
sampai pengajar dan profesor di US. Lupakah mereka pada tanah kelahirannya, dan cuma mengejar
ambisi materi semata? Tidak demikian. Ternyata para profesor yang dari India ini mendatangkan
siswa-siswa India lainnya dan menanggung biaya untuk mereka pula. Siswa-siswa yang sudah berhasil
akan melakukan hal yang sama, demikian seterusnya.

Sebagian dari mereka kembali ke India, di antaranya membangun Institute Safoor ini. Tentunya,
reward yang mereka peroleh juga setimpal dengan kejeniusannya. Untuk bidang IT, India sudah sejak
beberapa tahun lalu memproklamirkan negerinya sebagai negara IT.
Yang tertinggal di US, terus berkarya di sana, dan jangan heran, kalau kita mendapati banyak nama-nama India
dalam literature yang akan kita pakai untuk menulis ilmiah dll.

Sekarang, pertanyaannya, mampukah orang-orang kita bisa bersikap dan berkomitmen seperti orang-orang
India tersebut? So, di overseas bukan hanya mencari kepuasan materi pribadi semata, namun juga
memiliki visi jauh untuk mengabdikan dirinya kepada bangsanya, dengan caranya sendiri.
Untuk mereka yang kembali ke tanah air, sudah seyogyanya Pemerintah memikirkan PLANNING,
hingga mereka bisa berUSAHA, untuk mendapatkan HASIL terbaik bagi kita bersama dan negeri ini.
Namun REWARD yang setimpal dan layak juga harus diberikan kepada para peneliti ini, agar mereka
bersemangat, karena mereka toh manusia juga, yang punya anak isteri, yang juga punya kebutuhan duniawi
yang harus dipenuhi, dan perlu makanan untuk mengganjal perutnya.

Minggu lalu di harian Kompas, di halaman belakang, ada artikel tentang seorang peneliti muda berkebangsaan
Indonesia, yang mendapat penghargaan kelas dunia karena penelitian di bidang biomolekuler-nya yang
menakjubkan. Namun, peneliti yang lulusan IPB ini senang tapi sedih. Senang karena prestasinya diakui
dunia, dan dia telah diundang meneliti di Jepang dengan biaya tak terbatas. Terus kenapa sedih?
Sedih karena, sekali pun dia berkebangsaan Indonesia, namun di pentas dunia itu dia mewakili Malaysia.
Karena dia memang staff pengajar sekaligus Associate Professor di Universitas Kebangsaan Malaysia.
Dana penelitian mudah didapat di UKM, sarana dan fasilitas tersedia, serta gaji lebih dari cukup.
Andaikan reward yang didapat oleh para peneliti seperti dia, setimpal dengan usahanya, serta planning,
sarana dan fasilitas disediakan di nusantara, tentulah para jenius kita tidak akan pergi meninggalkan
tanah kelahirannya.

So, salah siapa? So, bagaimana solusinya?

Wassalaam,

Papa Fariz

No comments: