Posted: 5 November 2006
Assalaamu 'alaikum,
Di edisi Sabtu, 4 November 2006, Strait Times mengangkat penggerebekan judi di lokasi Konsulat Jenderal Senegal, sebagai head line mereka.
Penggerebekan oleh polisi sini ternyata berdasarkan informasi dari salah satu jurnalis koran harian negeri Singa ini.
Pengelolanya diancam hukuman denda S$ 50 K plus penjara 3 tahun.
Namun, hal yang berkebalikan terjadi di nusantara.
Beberapa waktu lalu di beberapa media massa kita dimuat wawancara dengan seorang tersangka kasus korupsi, yang buron dari tahanan kejaksaan.
Pengadilan negeri sendiri telah memvonis 4 tahun penjara untuk tersangka ini.
Kejaksaan Agung yang dimintai komentarnya, menyatakan sangat terkejut, dan mengakui kelemahan inteljen mereka sembari berjanji akan memperbaikinya serta menangkap sang tersangka.
Hmm, pernyataan ridicuolous, yang juga merupakan lagu lama.
Terkait dengan kebalikan dari 2 kasus di atas maka:
1. bolehkah wartawan berprofesi ganda menjadi seorang informan atau agen terhadap masalah kejahatan, dengan alasan membantu pihak penegak hukum, sekaligus membantu menjaga terbongkarnya kejahatan publik?
2. ataukah demi alasan profesionalisme dan kebebasan pers, wartawan harus memegang teguh komitmennya bersifat netral dan tidak perlu membantu pihak penegak hukum sebagai informan?
Kalau buronan itu tidak atau belum tertangkap maka itu salahnya penegak hukum karena kelemahan mereka sendiri.
Mana yang benar dan mana yang lebih baik?
Atau jangan-jangan ini cuma sekedar gambaran bedanya sistem demokrasi saja.
Yang satu demokrasi otoriter,sehingga atas nama ketertiban umum, jadi informan sah-sah saja, dan malah dilindungi pemerintahnya.
Dan yang satu demokrasi yang bebas, bahkan mungkin bisa dibilang bebas tanpa batas.
Kalo nara sumber gak dilindungi, gak ada dong orang yang mau jadinara sumber, dan itu berarti gak ada berita dong?
Namun bagaimana andaikan kasusnya benar-benar kejahatan yang parah ataupun merugikan rakyat banyak dan negara?
Apakah wartawan tetap "harus profesional" dengan melindungi nara sumber yang nyata-nyata penjahat, ataukah dia harus bersifat patriot demi kepentingan bersama walau mungkin harus melanggar "kode etik"nya sendiri?
Yang mana yahh??
Barangkali ada yang bisa ngasih pencerahan?
Bagus lagi kalau ada yang berprofesi wartawan yang mau memberi klarifikasinya.
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment