Saturday, June 9, 2007

Yang enak diakali, apakah itu?

Posted: 2 Oktober 2006

Assalaamu 'alaikum,

Masih ingat tentang kontroversi kuis SMS berhadiah, tahukah anda berapa revenue SMS
jenis ini dalam sebulan? Tidak tanggung-tanggung, ternyata sebesar 1 trilyun per bulan.
Karena tak ubahnya seperti gambling, dan menjual mimpi, akhirnya MUI memutuskan
mengharamkan kuis sejenis ini.

Namun dalam prakteknya ternyata tidak mudah. Setelah fatwa ini menjadi kontroversi
dan dikeluhkan sana-sini, akhirnya MUI "melunak". Konon kata seorang petinggi MUI,
apabila hadiah untuk kuis SMS itu dihibahkan oleh pihak ketiga, yakni sponsor, maka
kuis SMS itu tidak menjadi haram. Apalagi apabila cost per SMS-nya masih tetap normal,
yakni 350 perak/SMS. Pak Kyai itu langsung memberikan contoh, semisal kuis bola
EPL, yang juga melalui SMS.

Ehemm, ternyata demi menyelaraskan diri dengan perkembangan zaman, akhirnya fatwa
ternyata bisa "dinego" juga. Apalagi selama ini sekali pun MUI sudah mengeluarkan
banyak fatwa, tapi dasar orang kita, tetap saja "membandel" dan cuek bebek. Kalau
sudah gini apa dong artinya fatwa. Secara hukum pun tak ada punishment untuk implementasinya.
Apakah dengan keadaan demikian, bisa dikatakan, andai fatwa sudah keluar berarti
tunai sudah kewajiban MUI? Lantas apakah implementasinya dibiarkan terbengkalai?
Yahh husnudzhan sajalah, Insya Allah para ualam kita sudah berupaya yang terbaik.

Balik lagi tentang kuis SMS ini, ternyata memang terlihat "diakali". Boleh jadi niat produser
agar para penonton lebih berperan aktif ketimbang duduk diam menyaksikan. Tapi yang
namanya pedagang, pasti dong menghitung untung ruginya. Biar gak dibilang haram,
maka dikatakan bahwa hadiah diberikan oleh pihak sponsor. Namun ternyata cost per SMS,
tetap premium, yakni 2000 perak/SMS. Apakah ini tidak bisa dicurigai bahwa jangan-jangan
hadiah memang dari sponsor, namun sponsor itu mendapatkan kompensasi dari cost
premium SMS tersebut. Apa bedanya sih? Yang satu masuk dari pintu depan, yang lain
masuk dari pintu samping, toh kedua-duanya masuk ke rumah juga kan?

Hmmm, udah jadi rahasia umum bahwa bangsa kita memang pintar membuat peraturan.
Peraturan di negara kita sebenarnya hampir lengkap tetek bengek ini itu. Namun mengenai
implementasinya, jangan ditanya deh. Selain pandai membuat peraturan. kita memang jagonya
mengakali pula. Apabila ada "pakem konvensional", yang tumbuh di mind set kebanyakan kita:
a. peraturan ada untuk dilanggar
b. dalam pelaksanaannya, peraturan apa pun bisa di nego
c. peraturan biasanya heboh di awal saja, alias hangat-hangat chicken shit

Ya udah brur...begitulah...Contohnya dah kepalang banyak...Aturan Lalin 3 in 1 pun toh
bisa diakali pula. peraturan lain? Masih banyak yang senasib. Saya tuh cuma ketawa aja
kalo ingat aturan tentang DVD/VCD bajakan, yang katanya kalau ada sebuah mall yang
membiarkan penjualan benda "haram" di tempat mereka, maka pihak mall akan didenda.
Saya geli tersenyum, sewaktu awal diterapkan, jelas banget kertas peraturan tersebut
dipampang di salah satu tembok sebuah shopping center di Jakarta Barat. Tapi tepat
di bawah tulisan itu penjual VCD bajakan berjejer dan dengan nyaman menjual barang
dagangannya itu. Pembelinya juga berjibun kok. Kalo asli gak nya cuma ditentukan oleh
hologram saja, ahh apa susahnya sih bikin hologram sendiri. Itu kan masalahnya balik
lagi ke urusan kantong, dan mentalitas aja.

Memang kita gak perlu malu, bahwa pada dasarnya orang-orang negeri tropis, dikaruniai
Yang Kuasa segala kekayaan alam. Wajar saja kalau sifat kita jadi malas-malasan, senang
ongkang-ongkang kaki, dan seenak udelnya alias terkadang menggampangkan sesuatu dan
gak mau susah (maaf yah, buat yang gak ngerasa seperti ini). Yah, gak papa lah, efek
positifnya, kita jadi jarang stress. Susah senang masih bisa senyum. Tapi efek jeleknya,
ya itu lah, pada suka-suka dan "dikerjain" bangsa lain melulu. Makanya negaranya kaya,
tapi rakyatnya masih tetap miskin, TANYA KENAPA? Sorry rada ngelantur.

Ok deh, semoga kelebihan "pinter ngakalin" bisa dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang positif.

Wassalaam,

Papa Fariz

No comments: