Sunday, October 28, 2007

Crashnya pesawat One-Two Go

Posted: 18 September 2007

Biasanya ada 3 faktor penyebab kecelakaan pesawat. Apakah itu human error, ataukah faktor cuaca, ataukah faktor kondisi pesawat. Di kita biasanya lebih banyak karena 2 faktor pertama. TANYA KENAPA.

Semalam bicara-bicara dengan sobat SMA yang juga pilot, kemungkinan besar kecelakaan tersebut disebabkan oleh faktor buruknya cuaca. Saat kejadian memang terjadi heavy moonson rain Pandangan pilot amat terbatas, namun sepertinya pilot "memaksakan diri" untuk mendarat, karena menara pengawas membolehkannya. Sialnya menara kontrol kemudian membatalkan perintah pendaratan sedangkan pesawat dah telanjur turun. Ya terjadilah tragedi itu.

Di Today juga diberitakan, bahwa pihak Thailand mengklaim penyebabnya kemungkinan Wind Shear. Teman saya Mas pilot itu bilang, in his case, dia mending terbang muter dulu, wong ada cadangan tanki untuk 500 km. Kalo dibilang peran pilot gak ada sama sekali, ya ndak juga. Namun dia memutuskan mendarat karena begitu saja menuruti perintah menara kontrol, dan tidak berani men-judge buat dirinya sendiri. Walau begitu kesimpulan awal, faktor cuaca lah penyebab utamanya.

So, sejatinya untuk case ini gak ada hubungannya dengan asal pilot dari negeri mana. Namun sialnya lagi-lagi pilot naas ini datang dari Indonesia. Semakin komplet deh justifikasi bahwa dunia aviation kita MINOR abiss. Fenomena budget airlines dipicu oleh Air Asia, yang kemudian tumbuh menjamur, dan yang terbesar adalah di nusantara dengan 25 maskapai. Sayangnya kondisi, fasilitas dan manajemen kita masih katro dan lebih cenderung pada nyari untung dulu dibandingkan ngasih pelayanan terbaik.

Sebenarnya dari segi kualitas pilot itu sendiri, pilot kita gak kalah bagus. Makanya gak usah heran, banyak pilot Garuda yang bedol desa ke negeri luar. Gak loyalitas kah mereka? Mereka maunya loyal, tapi apa daya perusahaan asal kurang memperhatikan kesejahteraan, sedangkan perusahaan luar mengibaskan jumlah fulus yang kelipatan jumlahnya. Garuda, maskapai plat merah, lucunya rugi melulu, dan baru kuartal kedua tahun ini untung, padahal flight occupancy mereka itu tinggi. Konon mereka rugi karena gak main di cargo, seperti SQ, Cathay, UAE dll. Padahal bisnis cargo ini sangat menguntungkan, karena harganya stabil, gak kena imbas perang harga turunnya rate per passenger akibat kehadiran budget air lines. Kesialan lain mungkin yahh karena Garuda kan harus nombok juga bayar para pensiunan petingginya yang amit-amit gedenya. Kalo KKN-nya saya gak comment.

Teman saya juga berkisah, kasian pilot kita, gajinya kurang. Mereka pengen gaji lebih karena resiko tuk mereka juga tinggi. Vietnam sekalipun berani membayar gaji pilot 5-6 kali dari kita, tapi kita kenapa gak mampu? Then maskapai asing baru lebih gila lagi, menawarkan gaji ratusan juta plus fasilitas mewah lainnya. Bukan apa-apa, mereka butuh pilot yang sanggup menerbangkan pesawat berbadan lebar. Untuk bisa menerbangkan pesawat gede gini, perlu training beberapa lama, yang biayanya bisa ratusan juta bahkan milyaran rupiah per orang. Kemudian perlu pengalaman pula. Jadi pilot gak bisa langsung menerbangkan pesawat gede, melainkan harus dari pesawat yang kecil dulu, lalu merintis dan naik pangkat dst, sehingga biasanya setelah umur 40 tahunan baru mereka kebagian menerbangkan pesawat yang gede.

Maskapai baru asing lebih senang pakai cara instant. Bagi mereka, masalahnya kan cuma waktu. Masak harus nunggu pilot mudanya berpengalaman belasan tahun dulu baru ngasih mereka pesawat gede, sedangkan bisnis dengan pesawat gede itu lebih menggiurkan. Cara tercepat, ya bajak aja. Pilot juga manusia. Sebenarnya banyak yang konsisten dan loyal kepada maskapai domestik yang berjasa mendidik mereka. Namun kekecewaan akan kekisruhan manajemen, kesejahteraan yang kurang ditambah lagi kibasan fulus yang hebat, akhirnya membuat sebagian mereka mengorbankan idealismenya. Haree geenee masih mikirin idealisme??? Ke laut aja deh loo, gitu yah kira-kira.

Tau kah anda, pilot-pilot kita dari beragam maskapai kadang mendapatkan pelatihan. Teman saya pun kadang dapat training di Malaysia dll. Tapi sialnya, manajemen dan birokrat kita "norak habis". Jatah dan waktu training dipotong. Alasannya menghemat cost, karena training kan dihitung per jam. Akhirnya pilot kita jumpalitan sana sini mencari kekurangan bahan training. Gilee gak tuh, ini kan pekerjaan bawa nyawa orang, masak asal main potong aja. Kalo lack of skill dan lack of knowledge siapa yang salah? Yang menjengkelkan lagi, uang pemotongan yang gede itu larinya kemana? Apakah buat insentif para pilot? Ya gak lah. Dasar otak korupsi, warisan kolonial, apa aja pengen dikorupsi. Emang di antara kita masih ada yang biadab dan tukang makan duit yang bukan haknya. Sotoy banget gak sih?

Gitu deh kira-kira, kapan nanti disambung lagi.

Wassalaam,

Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@yahoo.com

No comments: