Monday, January 11, 2010

Debat jijay Penal Code 377A; Moral/Religi vs Freedom

Posted: 22 Oktober 2007

Assalaamu 'alaikum,

Hari ini, katanya kalo gak ada halangan, di parlemen S'pore bakal didebatkan hal JIJAY yang kurang penting dan gak perlu sekaligus menjengkelkan. Hal Jijay ini bernama Penal Code section 377A, yang selama ini menganggap gay sex adalah tindakan kriminal. Hal yang didengar aja udah jijay gini, diajukan pencabutannya oleh seorang anggota MP dan menyulut polemik di masyarakat dan jadi head line media massa. Alasannya adalah demi persamaan hak dari mereka yang berperilaku menyimpang.

Masalah gini sebenarnya udah gak perlu dibahas. Kalau mengacu kepada Al Qur'an, sudah jelas contoh azab Allah SWT terhadap Kaum Sodom dan Gomorah di zaman Nabi Luth yang diterbalikkan tanahnya hingga binasa semuanya. Kelakuan begini bukan lagi berdosa, melainkan lebih dari itu, dilaknat oleh Allah SWT. Apa jadinya kalau sampai hal beginian dibiarkan, meski secara informal masyarakat cuek akan fenomena menjijikkan ini? Apa jadinya kalau dilegalkan lantas kebablasan sampai ke same sex marriage? Ini tinggal tunggu azab Allah datang secepatnya ke sini.

Herannya banyak orang di zaman kini yang memakai alasan kebebasan dan persamaan hak untuk mengargumentasi aturan yang udah jelas dan baku. Bisakah anda bayangkan kalau kebebasan itu diartikan bebas sebebas-bebasnya? Bisa hancur dunia itu tanpa aturan main yang jelas. Selingkuh dan main prostitusi, atau kumpul kebo, kalau mengacu ke kebebasan, memang dibolehkan. Kan itu hak nya dia, dan dia juga ngebayar, lantas apa salahnya? Namun gak bisa ditinjau dari segi agama dan moral, dan punya efek negatif merusak tatanan bermasyarakat.

Demikian juga dengan judi. Kalau pakai asas bebas, ya gak papa, wong uangnya uang dia dan dia gak ngerampok. Tapi dari segi agama sudah ada aturan main yang jelas, dan judi itu diharamkan karena lebih banyak mudharatnya. Ada lagi yang atas nama seni dan kebebasan berekspresi, membolehkan foto bugil maupun bugil sungguhan di beberapa lokasi. Kalau ikut asas kebebasan, ya boleh, kan haknya dia. Tapi gak demikian kalau kita mengacu pada moral dan agama.

Allah SWT baik terhadap manusia, dan semua yang diperintahkan oleh-Nya adalah baik. Tapi dasar manusia, pintar ngakalin, semuanya dikutak-kutik untuk kepentingannya. Tuntunan sang Khalik sudah jelas, dan setiap kelakuan itu ada manfaat dan mudharatnya. Kalau mudharatnya lebih banyak maka harus ditinggalkan. Sayangnya banyak manusia gila. Hal di atas hanyalah beberapa contoh, dan banyak contoh lain, yang mengisahkan pertarungan antara Freedom vs Religi-Morale. Di Indonesia tahun lalu sempat ada perdebatan seru tentang RUU APP, yang kini bagaikan lenyap tanpa bekas.

Berbicara tentang kelakuan menyimpang, saya kadang gak habis pikir, kenapa yah di acara TV kita, baik lawakan maupun drama, kenapa selalu dieksploitisir sosok banci? Tengoklah Extravaganza, banyak film dan sinetron bahkan sekalipun si Yoyo yang bernuansa agama, tak ketinggalan pula acara Ramadhan di Trans TV yang mengundang kecaman MUI karena berlebihan mem-bencong-kan si Olga. Ini lagi-lagi brengseknya sebagian media massa kita yang cuma berpikir duit dan duit tanpa peduli moral anak bangsa.

Apakah gak ada cara lain menampilkan tawa, selain mengeksploitasi sosok banci? Di satu sisi, kasian juga si bencong karena jadi bahan ledekan. Namun di sisi lain, apakah ini gak berani mempromosikan banci-banci-an? Lihat saja gaya dan penampilan menjijikkan sebagian presenter pria yang terlalu kemayu. Apakah ini pertanda banyak justru fenomena perbancian tambah marak di tanah air dan itu berarti tambah lagi satu sakit jiwa kita. Apakah atas nama kebebasan pada akhirnya yang namanya agama dan moral harus diabaikan? Sekali lagi, yang namanya perbancian bukan cuma dosa tapi juga dilaknat, sangat musykil rasanya kalau mereka yang terkait itu gak tau, kecuali pada ngeyel dan buta mata, telinga dan hatinya.

Hal jijay ini tentunya juga menyangkut wanita dengan wanita. Suatu hari di jalan Jakarta saya dan bapak yang ngantar saya sampai geleng-geleng kepala. Di sebelah mobil kami ada taksi berisi 2 wanita cantik. Gilanya mereka saling melakukan kissing di dalam taksi. Mereka cantik-cantik padahal, dan saya yakin banyak lelaki yang pada demen mereka. Gila juga. Ada juga yang penampilan satu wanitanya tomboy. Inilah yang kemarin bikin penumpang MRT ke Bugis yang saya naiki memandang sinis, karena si tomboy dan feminim bermesaraan di pintu kereta MRT. Setomboy-tomboynya penampilan seorang wanita, tetap aja ketauan. Wong dadanya masih menonjol dan kulit wajahnya lebih mulus. Gilee deh.

Moga-moga perdebatan Penal Code 377A itu diabaikan nantinya. Hal menjijikkan yang diinisiatifkan oleh budaya negeri Barat sana memang gak sepatutnya diperbolehkan di rakyat. Kalau di sini, peraturannya ada meskipun gak tau pelaksanaannya gimana. Di Indonesia harusnya penampilan mereka di TV juga lebih diperketat, karena kuatir mempengaruhi moral anak bangsa. Mereka bukan seharusnya dieksploitasi ataupun diolok-olok, melainkan harus disadarkan. Sangat sedikit sekali yang naturally menyimpang. Kebanyakan karena pengaruh lingkungan, dan itu yang dibuat-buat. Ini bukan hal diskriminasi, namun apabila kelakuan menjijikkan itu tidak dikontrol dan disadarkan, ia akan menjadi laksana virus yang menyebar dan merusak banyak orang.

Semoga kita semua bisa lebih peka dan menyadari tentang virus-virus amoral yang sengaja disebarkan atas nama macam-macam. Semoga pula langkah perbaikan dan penyadarannya bisa lebih kongkret. Sebelum semuanya terlambat, sebelum semuanya jadi rusak dan yang penting sebelum azab Allah datang melanda karena kita mengabaikan peringatan-Nya. Adakah atas nama kebebasan dan demokrasi kita terus-menerus berulah untuk mencoba mengesampingkan ajaran-Nya? Walau itu juga bukan berarti atas nama moral dan religi kita harus menghilangkan total yang namanya kebebasan. Bebas memang harus ada aturan mainnya dan tidak boleh bebas sebebas-bebasnya.

Wassalaam,

Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com

No comments: