Posted: 3 oktober 2007
Assalaamu 'alaikum,
Hmm, lagi-lagi kita ribut dengan jiran kita cuma gara-gara lagu "Rasa Sayange". Herannya kehebohan ini ibaratnya terdengar sampai ke negeri akhirat sana. Saya jadi ingat dengan tulisan di salah satu kolom kesayangan saya, kolom Politika-nya Mas Budiarto Shambazy di harian Kompas. Akhirnya nasionalisme bendera itu muncul kembali, dengan alasan kebanggaan dan nasionalisme, walaupun untuk hal-hal kecil tapi malah melupakan hal-hal yang jauh lebih besar. Satu hal yang gak bikin habis pikir, kenapa kita gak mengibarkan nasionalisme bendera terhadap Belanda, padahal negeri itu telah membuat bodoh dan kerdil bangsa kita dengan penjajahan selama 350 tahun, tanpa kompensasi apa pun?
Mengapa nasionalisme bendera tidak kita gaungkan terhadap Singapore yang melindungi para koruptor kita dan menolak perjanjian ekstradisi? Mengapa nasionalisme bendera itu tidak kita tiupkan kepada Jepang yang dengan penjajahan cuma 3,5 tahun sudah mampu membuat ribuan orang kita tersisa dan kaum wanitanya diperkosa? Mengapa tidak kita hebohkan nasionalisme bendera kepada negeri matahari terbenam dan negeri Sakura yang "ngebloonin kita" dalam pengelolaan kekayaan alam kita?
Kenapa itu cuma terjadi ke Malaysia apalagi cuma karena masalah lagu, wasit karate dll? Bukankah mereka justru malah memberi makan 2 juta orang kita yang merantau di sana? Walau memang ada sebagian rakyat mereka yang arogan dan mungkin "kurang ajar", tapi patutkah cuma ke jiran itu saja, padahal ada masalah yang lebih besar yang sebenarnya lebih layak dikibarkan nasionalisme bendera? Taukah anda konon katanya Tempe itu sudah dipatenkan oleh orang Jepang. Kok kita gak ngeributin tempe dipatenkan oleh mereka yah? Aneh bukan? Bagaimana pun Malaysia adalah bangsa serumpun kita, yang memiliki kesamaan bahasa, budaya dan religi. Adakah nasionalisme bendera khusus terhadap mereka, karena ada persaingan terselubung sesama satu rumpun Melayu? Ataukah memang karena hubungan erat dengan bangsa serumpun yang juga seagama itu tidak boleh dibiarkan terjalin? Mengherankan yah? TANYA KENAPA.
Then, orang kita tuh tuman (kebiasaan). Selalu saja ribut setelah kejadian. Seharusnya kita urusin dan care, sebagai langkah preventif untuk gak dimacem-macemin orang lain, semisal perihal hak paten, lagu ini dll. Ini dunia realita oom, yang gak punya hati juga banyak. Melihat ada barang bagus dibengkalaikan begitu, karena gak punya hati, ya disikat. Tapi salahkah mereka? Kalo salah iya, tapi gak 100%. Harusnya kita berkaca lagi dengan sikap kita yang kurang memperdulikan preventif.
Selalunya dihebohkan setelah kejadian. Atap kereta ambruk, baru diributkan setelah kejadian. Banjir dimana-mana baru dihebohkan tata kotanya, dll kejadian. Apa otak orang-orang kita gak sanggup yah memikirkan kira-kira problem apa yang timbul dan gimana pencegahannya? IMHO, kalo gak sanggup sih gak lah, wong banyak yang pinter-pinter di Indonesia. Kalo alasannya males, saya sependapat. Kalau alasannya bokis dan egois, agaknya memang begitu. Saya jadi ingat kalo beli barang di Jepun atau pun liat banyak manual tindakan di Jepun. Di situ dituliskan estimasi problem, lalu apa dan bagaimana counter-measurenya. Kadang diadakan pula training, sehingga andaikan benar-benar terjadi semua tau apa yang harus dilakukan.
Apakah kita gak sanggup, sekali lagi, untuk berpikir sampai ke hal estimasi problem berikut preventif-nya? Sekali gak. Tapi lagi-lagi, kenapa setelah kejadian baru kita meramaikannya? Yahh begitulah kalo pada malas serta bokis dan egois. Untuk hal paten-patenan, kan kita bisa mengajukannya sebelum disabet orang lain, tapi kenapa kita gak melakukannya? Tanya Kenapa deh, kepada diri kita sendiri. Di sini deh akar masalahnya, karena kita malas memikirkan estimasi problem, dan selalu bersikap egois serta bokis, sehingga lagi-lagi setelah kejadian barulah dihebohkan. Termasuk untuk hal-hal remeh
temeh yang sebenarnya weird aja karena bergaung setinggi langit, apalagi terhadap bangsa serumpun dan seagama. So what gitu lho? He he, dasar kita semua senangnya tuman dan pelupa yah. Mau dikata apa.
Anyway, hanya sebuah opini, maaf kalau gak berkenan.
Wassalaam,
Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0709/01/utama/3796877.htm
No comments:
Post a Comment