Posted: 30 November 2006
Assalaamu 'alaikum,
Minggu lalu di Jakarta, saya sempat "terkesima" dengan lambaian bendera warna Oranye.Rasanya bendera ini baru sekali ini saya lihat.
Saya amati, di situ ada tulisan Partai NKRI.L
antas saya baca koran, keesokan harinya, barulah saya mengerti bahwa ini adalah"mainan" barunya Sys NS, yang mutung dari Partai Demokrat beberapa waktu lalu.
Partai yang menamakan dirinya Youngster Party, mendeklarasikan pendiriannya di Citos, dengan diiringi dentuman musik keras, cewek-cewek berpakaian seksi dll (kata koran).
Katanya partai ini bakal mengusung aspirasi anak muda.
Saya cuma bisa geleng-geleng kepala.
Gak usah ngomong memperbaiki kehidupan bangsa,atau memberantas KKN, apalagi membawa bangsa ke kemakmuran.
Awalnya saja sudah begini.
Dasarnya sudah dibuat dengan hura-hura, gimana mungkin tujuan muliaitu bisa tercapai?
Saya malah penasaran dengan motivasi dan tujuan dari pembentukan partai-partai di Indonesia.
Asal tau saja, saat ini sudah 37 partai mendaftar untuk ikutPemilu.
Entah bakal berapa ratus lagi yang akan mendaftar nantinya. Muammadiyahpun terpecah dengan berdirinya Partai Matahari Bangsa. NU apalagi, ada PKB, PKNU dll.
Ketika tahun 99, saat Pemilu diikuti 49 partai, saya sempet jengkel dengar cerita dari seorang teman.
Katanya tiap partai dikasih subsidi beberapa milyar rupiah.
Inilah yang diincar oleh mereka yang tamak harta.
Rumah kosong di desa, sengaja diberi plang nama partai tersebut, agar saat diverifikasi terkesan ada.
Setelah milyaran rupiah didapat, tinggal bagi recehan kepada peserta kampanye, sedangkan uang tebelnyamasuk kantong pribadi.
Syukur kalo sempat terpilih jadi anggota Legislatif.
Setelah sukses meraup uang dan fasilitas, lantas menghilang.
Lumayan, kata peribahasa, gendang gendut tali kecapi, kenyang perut senanglah hati.
Hanya fulus semata kah?
Ada yang mengelak dengan alasan aspirasinya gak tersalurkan.
Begitu kah adanya?
Kalo iya, ternyata orang kita memang punya sifat dasar suka MUTUNG, alias ngambekan, dan punya hobby baru mendirikan partai.
Beda pendapatsedikit, lantas "berkelahi", lalu ngambek, keluar dan mendirikan partai baru.
Udah banyakcerita yang seperti ini.
Saya pribadi curiga, mereka bukan mengusung aspirasi untukmenyejahterakan bangsa pada akhirnya, melainkan aspirasi pribadi untuk menggendutkan perut sendiri.
Maklumlah, kita ini kan masih menganut politik "ibu", alias jadi pejabat, entah pejabat eksekutif atau legislatif, lantas dengan jabatan beserta fasilitasnya kita menjadi kaya.
Bukan lagi cerita usang, kalau para caleg harus "membayar" uang milyaran rupiah demi bisa terdaftar di list Pemilu.
Kalau mereka terpilih, apakah mereka akan memikirkan bangsa dan negara, minimal konstituennya?
Omong kosong, pastilah yang terpikirkan adalah bagaimana modalnya balik dulu.
Minimal impas, setelah itu pupuk kekayaan kita, entah dengan nodong sana-sini atau pakai nama dan fasilitas untuk melincinkan bisnis pribadinya.
Terobosan yang dikatakan oleh Pak Yusuf Kalla, agar jadilah pengusaha, maka anda akan jadi pejabat, dengan mengambil contoh dirinya sendiri, memang patut diacungi jempol.
Namun, sayangnya, di antara kita banyak yang "gila".
Sesaat setelah jadi pejabat, perusahaan pribadi "diberi kemudahan" agar semakin membesar, dan memang terbukti gak sedikit yang aset pribadinya membesar setelah dirinya naik jadi pejabat.
Kalau sudahbegini bolehkah kita berpendapat bahwa ada hubungan signifikan antara jabatan denganbisnis?
Entahlah, agaknya kalau memang mentalnya sudah begitu, ya tetap saja TUMAN.
Jangan heran, ketika anggota legislatif dinaikkan gajinya, banyak yang mencibir.
Sindirannya, kalo anggota legislatif itu disogok, mereka akan balik bilang, "eh gaji gue sekarang udah segini, masak sih elu cuma berani nyogok segitu".
Tentang pemilu, sejauh ini di beberapa negeri yang saya diami. pesertanya tidak banyak.
Di Jepang, partai penguasa terdiri atas 2 partai, yakni LDP dan Komeito.
Oposisinya adalah gabungan dari Partai Demokrat, Patai Sosialis, Partai Komunis, Partai Rakyat.
Di Singapore, juga begitu, kontestan Pemilu hanya kurang dari 10 partai.
Di Malaysiajuga begitu, total partai gak lebih dari 10.
Bahkan di negara ber demokrasi ala barat, jumlah partai biasanya kurang dari 10, bahkan gak sedikit yang cuma ada 2 partai besar.
Seperti Partai Republik dan Demokrat di AS, Buruh dan Konservatif di Inggris dan Australia dll.
Namun, negeri kita hebat, ada 49 partai di Pemilu pertama.
Pemilu 2004 kalau gak salah ada 48 partai (CMIIW).
Lucunya kita punya aturan electoral threeshold, alias partaiyang vote getting-nya kurang dari 2%, haruslah dilikuidasi dan gak boleh ikut Pemiluberikutnya.
Boleh jadi harapan si pembuat UU ini, partai kecil itu akan melebur dan bergabung dengan partai besar, hingga pada akhirnya jumlah partai akan mengecil.
Tapi realitanya, mereka cuma ganti nama aja, dan ini yang lucu, karena diperbolehkan.
Malah partai benar-benar baru terus bermunculan, hingga Pemilu kita akan ramai lagi. Lumayan, deh, koleksi kaos jadi nambah, mungkin itu efek positifnya.
Fenomena banyaknya partai ini yang seharusnya mengusik hati nurani kita semua.
Karena dari situ akan muncul beberapa inquiry sbb:
1. Apa motivasi dan tujuan sebenarnya dari partai-partai ini?
Apakah benar akanmengusung penyehteraan bangsa, ataukah hanyalah sarana semata untuk kepentinganpribadi tertentu yang berujung pada penggendutan perut sendiri?
2. Apakah ini bukan pertanda betapa sulitnya kita bersatu.
Beda pendapat sedikit, lantas mutung.
Tujuan dan aspirasi pribadi gak tercapai, lantas ngambek.
Ataukah jangan-jangan, sekali-lagi sifat mutung alias ngambek itu memang sudah menjadi sifat dasar kita?
Kalau memang menjadi sifat dasar kita, tunggulah saatnya nanti bangsa kita akhirnya akan tercerai berai.
Minimal kita berpotensi terpecah belah.
Saya jadi ingat uraian di salah satu buku yang pernah saya baca, bahwa konon katanya dalam kajian pakar AS, tahun 2025 Indonesia diprediksi akan berantakan karena terpecah belah dengan sendirinya.
Kajian ini konon dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya.
Semoga hasil kajian ini tidak dijadikan alasan untuk pengkondisian ke arah itu.
Semoga kita tersadar dan Allah SWT menolong kita agar hal itu tidak benar adanya.
Suka atau tidak suka, memang beginilah kondisi kita, senang berpecah belah,dan "berkelahi" satu sama lain.
Akhirnya kepentingan jua lah yang bermain di situ.
Karena sudah terlalu banyak kepentingan, akhirnya sulit sekali menemukan suatu sosok yang bisa dipercaya mampu memimpin kita menuju kedigdayaan.
It's OK, kita gak perlu berpikir terlalu muluk.
Capek sendiri nantinya, lebih baik dinikmati.
Toh, jalan ke sana gak ada, dan apa artinya kita ini sebagai orang awam.
Memang lebih baik memikirkan kehidupan keluarga kita dulu.
Sudahkah kita memberikan nafkah lahir dan bathin yang layak di tengah kekurangan kondisi kita masing-masing?
Bangsa hancur, biarin saja, yang penting keluarga dan kita tetap bisa hidup sejahtera.
Ahh, pandangan bokis yang boleh jadi mencerminkan suatu "kelelahan dan keputus-asaan" atas kondisi yang ada.
Suatu pemikiran yang tak pernah boleh ada, karena religi kita mengajarkan optimisme dan kita meyakini Allah SWT telah menggariskan semuanya demi kebaikan kita.
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment