Posted: 10 April 2007
Assalaamu 'alaikum,
http://www.detikfinance.com/index.php?url=http://www.detikfinance.com/index.php/kanal.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/10/time/163452/idnews/765356/idkanal/4
Lumayan nih, Maret 2007 ada penambahan investasi di Indonesia, yakni PMDN senilai 8,77 trilyun rupiah dan PMA senilai USD 1,545 billion (13,9 trilyun rupiah). Utamanya pada sektor kimia, pertambangan-energi dan makanan. Pangeran Waleed dari Arab Saudi juga dikabarkan menginvestasikan uangnya senilai USD 60 million (550 milyar rupiah) melalui Four Season Group/Hotel.
Menurut selentingan kabar, negeri petro dollar, terutama Arab Saudi, Kuwait, UAE, Qatar, Bahrain dll kini tengah berupaya untuk mengalihkan aliran finansialnya ke belahan dunia lain, khususnya Timur Jauh. Bukan apa-apa, sebagian merasa inconvenient sejak kasus 9/11, dimana asalkan dituduh berbau membiayai mereka yang dicurigai mengancam keamanan USA, maka set dan simpanannya di USA terancam dibekukan.
Potensi besar sekali, apalagi Indonesia memiliki kesamaan dari faktor ideologi. Namun, mampukah kita menarik mereka menginvestasikan uangnya di sini, dan juga meyakinkan tentang kondisi security di sini, sekaligus me-marketing-kan begitu besarnya pasar di Indonesia? Untuk hal security, kadang "bete" juga dengar orang asing masih punya image bahwa kondisi security di sini buruk sekali.
Kalau masalah pasar, agaknya mereka gak meragukan, karena, meskipun sebagian dari bangsa kita berdaya beli rendah, namun jumlah penduduk yang nomor empat besarnya di dunia akan menjadi magnet tersendiri. Masak sih dari 220 juta, dak ada 10% yang kaya. 10% nya saja sudah 22 juta, dan itu sudah lebih dari 7x lipat populasi Singapore.
Wajarlah Temasek melalui anak perusahaannya berupaya mati-matian membeli saham-saham perusahaan kita yang di divestasi. Karena, kalau benar mengelolanya, memang hasilnya akan amat sangat menggiurkan. Ini mereka sudah buktikan melalui Telkomsel, Indosat, Bank Mandiri, Pelindo, dan entah apa lagi yang lain. Tinggal kitanya aja yang gimana.
Apakah mau potensi yang ada pada kita justru dimanfaatkan bangsa lain, dan uangnya tersedot ke luar? Apakah kita mau negeri kita hanya jadi tempat pemasaran semata, tanpa menjadi tempat manufakturing, dan itu berarti dana kita tersedot ke luar, dan kita cuma jadi konsumen belaka tanpa dapat pengetahuan dan skill apa pun?
China, yang menjalankan revolusi ekonomi sejak masa Deng Xiaoping, berjaya terhadap hal marketing dan manufakturing. Mereka tau dunia sangat tertarik dengan populasi bangsa mereka yang sekitar 1,2 milyar. Namun mereka gak ingin menjadi tempat "pembuangan" barang luar belaka. Dengan berbagai cara mereka sukses "memaksa" bangsa asing yang ingin meraih market di China, untuk membuat pabrik pula di sana.
Lihat kini, sebagai contoh perusahaan elektronik asing berbondong-bondong membuat pabrik di sana, yang hasil akhirnya bukan cuma untuk market China saja, melainkan juga buat market dunia. USA dan EU sampai harus mengeluarkan aturan khusus anti dumping produk China.
Ada beberapa trik yang dilakukan oleh China, yakni sbb:
1. Melemahkan nilai mata uang yuan, agar harga produk jadi mereka tetap rendah dan kompetitif di pasaran dunia. Ini dimungkinkan karena cadangan devisa mereka yang jumlahnya puluhan trilyun rupiah.
2. Tax yang rendah untuk ekspor barang jadi serta tak yang tinggi untuk ekspor raw material. Dengan demikian negara lain yang beli raw material dari China akan sulit bersaing dengan China. Sekaligus memaksa orang membuat pabrik di sana dan mengekspor barang jadi, bukan barang mentah.
3. Tax yang tinggi untuk import dari negara lain. Sehingga mau gak mau, pengusaha mencari oursourcing di domestik China terlebih dahulu.
4. "Menghalalkan dan encourage" rakyatnya melakukan "pembajakan". Sudah rahasia umum, bangsa China itu jago "membajak" apa saja. Teknologi memang harus dipelajari sendiri dan cara termudah adalah dengan membajaknya. Jangan pernah berharap teknologi bisa dipelajari atau ditransfer dari bangsa lain, karena semua bangsa ingin bisa tetap survive, so suatu hal yang nisbi kalau kita berharap bahwa mereka akan berbaik hati untuk mengajari kita.
5. Kontrol Pemerintah yang kuat dan berwibawa atas segala regulasinya. Konon, sampai-sampai aliran buruh pun diatur oleh Pemerintah. Babat abis yang sok-sok an menentang regulasi demi kepentingan perutnya dewek. Of course, raja-raja kecil tetap ada, tapi bisa diminimalisir.
6. Sikap rakyatnya yang ulet, dan terdorong oleh "nafsu" untuk mengejar ketertinggalan dan mengalahkan bangsa lain, terutama Jepang, apalagi emreka punya kebanggaan bahwa dulunya mereka memang bangsa besar yang dari segi budaya dan ilmu jauh lebih hebat dari bangsa Barat sekali pun.
7. Dll (tambahin yah, terutama yang udah pernah baca buku China Inc).China konon kini juga ditunjang 3 power besar:
1. Power teknologi dan skill dari Taiwan Secara politis, Taiwan dan China memang berseberangan, namun secara bisnis dan ekonomi, tetap bekerja sama. Taiwan, yang teknologinya setara dengan Jepang, kini banyak mendirikan pabrik di China, sekaligus meng-improve kualitas produk buatan China sembari tetap me-maintenance low cost.
2. Power bisnis dan marketing dari Hong Kong Hong Kong memang dikenal jagoan dari dulu untuk urusan begini.
3. Power dari jumlah, semangat dan kerja keras rakyatnya sendiri (China). Kini China telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi nomor empat terbesar di dunia setelah USA, Jepang dan Jerman. Dalam 10 tahun ke depan, easily Jerman akan terlampaui.
Andaikan Indonesia bisa seperti China, yang tidak membiarkan negerinya cuma jadi tempat pembuangan barang luar, melainkan mampu memaksa orang luar ber-manufakturing di sini, tentunya baik sekali. Ada satu hal yang patut dicermati, yakni Jepang, Jerman dan China dulunya mereka pernah hancur lebur, setelah Perang Dunia II misalnya.
Namun mengapa secepat itu mereka bisa membangun bangsanya bahkan merebut kembali posisi terhormat di dunia dalam waktu singkat? Apakah ini karena sikap mental mereka semata, dan juga karena kebangaan bahwa mereka adalah bangsa besar dan tetap harus jadi yang terbesar kembali di dunia?
Adakah kebanggaan yang kita miliki saat ini, bahwa kita dulu pernah menjadi bangsa besar. At least di ASEAN, kita pernah jadi bangsa yang besar dan dihormati. Bukan bermaksud mengagungkan kejayaan masa lalu, barangkali ini bisa menjadi motor penggerak agar kita bisa semangat untuk mewujudkan kembali kejayaan bangsa, sebagai suatu bangsa besar.
Paling gak, yahh minimal, ya itu "memaksa" orang lain mengikuti kemauan kita untuk terus berinvestasi di sini sesuai cara main kita, dan bukannya malah bergantung kepada orang luar, cuma jadi konsumen dan tetap jadi "orang bodoh" tanpa dapat skill dan pengetahuan apa-apa, sembari berharap akan diajarkan teknologi dengan kebaikan hati orang luar. Untuk bisa ke sana, bagaimana caranya yah?
Wassalaam,
Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com
No comments:
Post a Comment