Saturday, June 9, 2007

Fenomena gunung lumpur

Assalaamu 'alaikum,

Dari harian Kompas, tentang wacana Fenomena Gunung Lumpur (GL).
Apakah GL di Sidoarjo itu adalah bencana alam yang tidak sengaja,
dari katanya kelalaian memakai selubung, hingga terjadi faktor yang
sangat sulit dikendalikan saat ini?

Ataukah memang "purposely" diskenariokan seperti itu?

Kalau memang fenomena GL di Sidoarjo merupakan GL yang
sebenarnya, simaklah kutipan kalimat di bawah ini:

Satu hal yang juga terdengar menarik dari gunung lumpur adalah keterkaitannya dengan ladang minyak dan gas. Gunung lumpur—untuk selanjutnya disingkat GL—mirip dengan sumur eksplorasi superdalam. Artinya, ia memang indikator langsung hidrokarbon di kedalaman jauh (great depth), memberikan informasi berharga mengenai pembentukan dan migrasi migas. Baik GL maupun ladang hidrokarbon adalah hasil proses tunggal pembentukan migas.

Anehnya, di Lokbatan sendiri banyak fasilitas penambangan minyak milik Perusahaan Minyak Negara Azerbaijan (SOCAR) yang beroperasi sejak lebih dari 50 tahun silam.

Dalam email sebelumnya sudah ditulis bahwa SPF yang merupakan
"teman imajiner saya" pernah menenggarai hal ini, yakni bahwa
di kolong tempat tidur Sidoarjo banyak sumur minyak, karenanya
seorang "pe-niaga" tentu sudah cermat berhitung untung ruginya.

By the way, ada kalimat menarik lainnya, yakni:

Dua letusan terakhir terjadi pada tahun 1997 dan 2001. Ketika letusan terjadi, ada saksi yang mengatakan, ada seekor binatang yang tengah berusaha muncul dari dalam tanah. Selain ada semburan api, ada juga asap hitam, dan banyak sekali lumpur.

Konon salah satu tanda kiamat adalah munculnya binatang dari dalam
tanah. Apakah fenomena GL ini nantinya dapat menjadi penjelasan
atas fenomena munculnya binatang tersebut. Hmm, boleh jadi
pendapat ini masih prematur.

Anyway, kalau mau baca lebih detail, check out website berikut ini:
http://rovicky.wordpress.com/2006/09/27/penampakan-mud-volcano-dalam-rekaman-penampang-seismik/

Wassalaam,

Papa Fariz


"Mud Volcano"

Ninok Leksono

Sebelum ini, wacana tentang gunung adalah Merapi, yang beberapa bulan lalu sempat aktif mendebarkan. Hari-hari ini, terkait dengan lumpur panas Sidoarjo, istilah yang dimunculkan adalah mud volcano atau gunung lumpur. Ini adalah fenomena yang tampaknya semakin diyakini dari dua kemungkinan lain, yakni letupan bawah tanah (underground blowout) dan fenomena geotermal.
Meskipun masih menggunakan istilah volcano, yang dimaksud di sini adalah semburan lumpur, yang menurut berita kemarin semakin menyeramkan! Bagaimana tidak, karena semburan lumpur dari perut bumi di Porong tidak lagi 50.000 meter kubik per hari, tetapi sudah menjadi 125.000 meter kubik per hari. Lalu, siapa bisa memastikan bahwa angka itu tak akan membesar, juga siapa bisa memastikan kapan semburan itu akan berakhir?
Merapi digolongkan sebagai gunung api yang punya aktivitas magmatik (menyemburnya magma ke permukaan bumi, yang kemudian disebut lava), sementara "gunung lumpur" merupakan gejala semburan yang sering tidak terkait dengan aktivitas magmatik. Gunung lumpur mengeluarkan material yang suhunya lebih rendah dibandingkan dengan gunung api seperti Merapi, yang wedhus gembel atau material piroklastiknya bisa bersuhu sekitar 500 derajat Celsius dan menghanguskan apa saja yang diterjangnya. Lumpur yang disemburkan oleh gunung lumpur di Porong sekitar 70 derajat Celsius.
Terlepas dari apakah istilah yang diusulkan untuk menjelaskan kejadian di Sidoarjo sudah benar-benar menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi, berikut ini coba diuraikan ihwal gunung lumpur yang di berbagai pelosok dunia banyak memesona ilmuwan dan turis. Ya, betul turis karena, seperti di Kepulauan Eolia, Italia, para turis ditawari mampir di Porto di Lavante karena di sana mereka bisa mandi air laut dan lumpur (Pozza dei Fanghi). Pengobatan lumpur memang disarankan bagi mereka yang punya penyakit rematik dan kulit. Hal sama juga ditemui di kawasan gunung lumpur di dekat Cartagena, Kolombia.
Ketika menulis untuk jurnal Azerbaijan International (Summer 2003), Ronnie Gallagher menyebutkan bahwa sebutan lain untuk mud volcano adalah sedimentary volcano atau gas-oil volcano. Gunung lumpur juga bisa ditemui di dasar laut dan bisa membentuk pulau sehingga mengubah topografi dan bentuk garis pantai. Sekadar catatan, Azerbaijan memiliki gunung lumpur lebih banyak dibandingkan dengan negara mana pun.
Satu hal yang juga terdengar menarik dari gunung lumpur adalah keterkaitannya dengan ladang minyak dan gas. Gunung lumpur—untuk selanjutnya disingkat GL—mirip dengan sumur eksplorasi superdalam. Artinya, ia memang indikator langsung hidrokarbon di kedalaman jauh (great depth), memberikan informasi berharga mengenai pembentukan dan migrasi migas. Baik GL maupun ladang hidrokarbon adalah hasil proses tunggal pembentukan migas.
GL menjadi tanda nyata adanya cadangan migas di bawah tanah dan laut kawasan Caspia.
Apa sebenarnya GL?
GL pada dasarnya adalah kanal atau saluran untuk melepaskan gas bertekanan dan air mineral, kadang dengan kandungan minyak juga lumpur dari kedalaman besar (812 kilometer) dan menumpuknya di permukaan bumi sehingga kemudian bisa terbangun gundukan dengan ketinggian 5 meter sampai 500 meter. Wah, jadi juga ada kemungkinan lumpur di Sidoarjo mencapai ketinggian seperti itu.
Dari penampakan dan perilaku, luarannya menyerupai gunung api magmatik. Gas-gas yang menyembur keluar secara eksplosif, dikombinasi dengan gas hidrokarbon yang terbakar, bisa menambah faktor kemiripan tadi. Namun, berbeda dengan gunung magmatik yang membawa batuan cair, lava, dan panas luar biasa, materi GL—seperti telah disinggung di atas—jauh lebih dingin.
Di dunia ini, GL terbesar adalah Boyuk Khanizadagh dan Turaghai, keduanya terletak di Azerbaijan. Di antara GL itu ada yang mencapai tinggi 1.020 meter, tetapi permukaannya melebar hingga beberapa kilometer.
Di seluruh dunia diketahui ada sekitar 700 GL, dan sekitar 300 GL ada di wilayah timur Azerbaijan dan di Laut Caspia. Jumlah itu dalam kerangka waktu geologi tentu mudah berubah, mengingat lumpur mudah tererosi angin dan hujan.
Mengenai asal-usul GL, di sana-sini masih ada perbedaan pandangan, tetapi para geolog umumnya sepandangan menyangkut beberapa aspek pembentukan dan aktivitasnya. Di Azerbaijan, GL yang terkenal adalah Lokbatan karena sudah ada 20 kali letusan dari riwayat yang bisa dicatat. Lokbatan sendiri, yang terletak 15 kilometer di selatan Baku (ibu kota Azerbaijan), berarti "tempat unta terjebak (lumpur)". Dua letusan terakhir terjadi pada tahun 1997 dan 2001. Ketika letusan terjadi, ada saksi yang mengatakan, ada seekor binatang yang tengah berusaha muncul dari dalam tanah. Selain ada semburan api, ada juga asap hitam, dan banyak sekali lumpur.
Berbeda dengan GL buatan di Sidoarjo, GL di Azerbaijan aktif di kawasan tidak banyak penduduk sehingga aktivitasnya tidak membahayakan. Namun, terdapat juga catatan dan kesaksian yang menyebut adanya letusan GL yang menelan korban jiwa. Atas dasar itu, sehubungan dengan GL, ada saran agar jangan membangun permukiman di sekitar gunung. Anehnya, di Lokbatan sendiri banyak fasilitas penambangan minyak milik Perusahaan Minyak Negara Azerbaijan (SOCAR) yang beroperasi sejak lebih dari 50 tahun silam.
Masih diliputi misteri
Di Sidoarjo, semburan lumpur belum menghasilkan gunung, tetapi yang pasti sudah menciptakan danau lumpur dengan luas ratusan hektar. Apa penyebabnya juga masih diliputi misteri, sebagaimana pembentukan GL yang sebenarnya, apakah itu benar akibat proses sedimenter atau oleh sebab lain, termasuk aktivitas seismik. Yang jelas, bagi kalangan nongeologi, penjelasan asal muasal GL—termasuk GL Sidoarjo—masih "sejernih lumpur" alias keruh. Namun, justru karena asal-usulnya yang masih belum jelas itulah lalu timbul aura misteri di sekitar fenomena alam yang penuh teka-teki ini.
Untuk Sidoarjo, jelas yang dilontarkan ke publik adalah sebutan "Fenomena GL". Jadi, bukan GL-nya itu sendiri karena GL merupakan hasil aktivitas alam, bukan aktivitas manusia.
Akan tetapi, apa pun juga, yang lebih penting lagi adalah upaya untuk membendung akibat "GL Lapindo Brantas", yang sejauh ini telah membuat ribuan rakyat amat menderita.

No comments: