Saturday, June 9, 2007

Haji, tobat dan adil

Assalaamu 'alaikum,

Saya pernah mendengar bahwa kebaikan atau keburukan yang kita lakukan sebelum berhaji, nantinya ada yang akan dapat
ganjaran langsung saat menunaikan ibadah haji. Barangkali ada yang punya pengalaman spritual pribadi maupun dari pihak lain.
Then, gimana kalo para koruptor dan penjahat itu naik haji? Akankah mereka benar-benar tobat selamanya dengan menjadi
Haji Mabrur ataukah malah diganjar dulu langsung di tanah suci? Adakah pengalaman anda tentang hal ini?

Teman saya yang seorang pengantar tamu pernah bercerita, bahwa tamunya, salah satu pejabat tinggi kehutanan yang tua renta dan bejat,
yang tiap pergi ke Jakarta selalu berkubang dalam dunia lendir alias esek-esek di Mangga Besar, pernah berucap:
bulan ini adalah bulan saya bersimbah dalam kegelimangan peluh dan dosa bersama lady escort. Beberapa bulan lagi saya mau naik haji
dan tobat. Dosa saya kan hilang seperti bayi lagi, setelah itu saya gak akan tenggelam dalam kemaksiatan lagi.

Entah gimana kisah tentang dirinya selanjutnya, teman saya pun tak tau karena tak ada kabarnya kembali.
Apakah dia memang benar-benar naik haji dan bertobat, ataukah memang wafat sebelum tobat, Wallahu 'alam...
Yang jelas, teman yang gak bisa dibilang berkecukupan ini bergumam, "Enaknya jadi orang kaya...Setelah enak-enakan maksiat,
terus nebus dosa dengan pergi haji karena dia punya duit banyak buat naik haji...Lha, saya yang orang kecil ini gimana nihhh, rugi dong
karena gak bisa nebus dosa secara instant?"...Pikiran simpel yang sayangnya banyak menjiwai orang-orang kita. Sehingga ada
suatu ironi, rumus ajaib di bumi pertiwi, muda senang-tua kaya-mati masuk surga...Wallahu 'alam...

Namun saya jadi teringat lagi perbincangan saya dengan Pak Ustadz, yang juga kawan sejawat saya di sini...
Dalam salah satu Hadits Arbain disebutkan, bahwa ada seseorang, yang berbuat kebajikan sehingga jaraknya dengan surga tinggal
sehasta. Namun di akhir hayatnya ia berbuat keburukan hingga ia akhirnya menjadi ahli neraka. Namun sebaliknya, ada seseorang
yang berbuat keburukan, sehingga jaraknya dengan neraka tinggal sehasta, Namun di akhir hayatnya ia berbuat kebajikan yang
mengantarkannya menjadi ahli surga.

Apakah memang begitu takdirnya? Apakah seseorang sudah digariskan menjadi ahli surga dan neraka semenjak dia di alam rahim
sang bunda? Apakah Firaun, setan besar itu, memang sudah ditulis suratan nasibnya semenjak ia belum berada di dunia?
Lantas buat apa susah-susah berupaya, kalo memang takdir kita sudah seperti itu adanya. Dimanakah letaknya keadilan andaikan
kita mengartikan secara lurus makna dari Hadits Arbain itu? Begitulah pergolakan dan tanda tanya yang tercetus.

Tidak demikian, kata Pak Ustadz, ada makna yang TERSIRAT di balik yang tersurat...Tangkaplah makna tersirat dan bukan makna harfiahnya.
Justru hadits arbain tersebut hendak mengatakan bahwa ALLAH SUNGGUH ADIL dan PENGASIH...Dalam artian Allah masih mau
menerima tobat dari hamba-Nya meski sudah sampai saat-saat kritis, hingga api neraka tinggal sehasta saja jaraknya. Pintu tobat akan tetap
terbuka, sepanjang hayat masih di kandung badan...Makna sesungguhnya adalah ber-Muhassabah (intropeksi diri) dan bertaubat lah
dengan sungguh-sungguh (bukan tobat sambal) karena DIA MAHA PENYAYANG...Tobat dimana ia menyesal dengan sungguh-sungguh,
menghentikan perbuatan tercelanya tersebut serta berikrar tidak akan mengulanginya lagi di masa mendatang.

BTW, jangan tanya saya, apa kaitannya dengan artikel di bawah...Pikir sendiri yah bruurr...Semoga bermanfaat...

Wassalaam,

Papa Fariz

No comments: