Saturday, June 9, 2007

Hedonisme, maksiat dan kemunafikan di sekitar kita

Posted: 19 Januari 2006

Assalaamu 'alaikum,

Wajah manis sang dara dari tanah rencong itu tak mampu menutupi kegundahan dirinya manakala ia diburu oleh
para wartawan mengenai petualangannya dengan seorang pengusaha dari tanah Karo.
Esoknya sang pengusaha bersama sang isteri menggelar jumpa pers. Jumpa pers yang berisi pengakuan tentang
hubungan intimnya dengan dara jelita pemain sinetron tersebut. Tak lupa ia menyatakan akan menuntut sang dara
dengan alasan mengguna-gunai dirinya, hingga ia bertekuk lutut, serta menuntut harta yang pernah diberikan
kepada mantan teman intimnya itu.

Kata sang pengusaha, dia tidak bisa memenuhi kewajiban suami isteri terhadap isteri sahnya, karena selalu
terbayang-bayang wajah sang dara (oon banget nihh buaya, terang aje ngalamin gitu, wong cem-ceman nya masih
muda dan jauh lebih cantik daripada istrinya yang sudah paruh baya). Konon intinya dia merasa diporotin oleh
sang dara, sampai mampersembahkan rumah, mobil dan jutaan rupiah setiap bulannya (eee, besoknya dibalas
sama pengacara sang dara, katanya, ke panti pijat aja bayar, apalagi nikah (baca: main)sama artis. norak banget
nih buaya, hari geeneee masih nyari yang gratisan).

Eeee, besoknya gantian sang dara yang menggelar jumpa pers. Katanya dia merasa dinista. Sebenarnya telah
ada pernikahan SIRI di antara mereka, bahkan sang pengusaha sendiri telan convert urusan religius-nya agar
bisa nikah siri. Apakah selama ini semua itu hanya salahnya semata? Bukankah selama ini dia telah memberikan
sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan uang? Bukankah sebagai istri dia berhak menuntut kesejahteraan, terlepas
apakah nikahnya itu resmi atau tidak? Mengapa semuanya itu ibarat habis manis sepah dibuang, habis dicicipi
manisnya lalu dibuang bagai biji mangga yang dicampakkan di tong sampah (malang nian nasibmu sang dara,
kesiannn deh looo).

Itulah headline news di TV, yang bikin saya pusing dan bosan, apa gak ada berita lainnya?
Anyway, benarkah itu mewakili gaya hidup kosmopolitan, metropolis yang penuh dengan hedonisme semata?
Di sini ada beberapa hal yang menarik untuk ditelusuri:

1. Lagi-lagi tentang nikah siri...Konon bukan cuma kalangan seleb saja yang memanfaatkan fasilitas ini, namun juga
para mahasiswa dll...Maklum udah kebelet banget, tapi malas terikat atau kena tanggung jawab di kemudian hari.
Nikah siri jadi pelarian, namun apakah hal itu dibolehkan oleh agama, dan dalam konteks yang bagaimana?
Andaikan si anak lahir, malang nian nasibnya karena secara hukum nikahnya tidak diakui oleh negara.
Hingga gak jelas dia anak siapa, dan bagaimana hak-haknya nanti, dan bla-bla deh...

2. Perselingkuhan dan maaf, free sex, sudah menggejala di sebagian masyarakat. Saya jadi ingat kata-kata protes
seorang ustadz saat beliau ceramah di SMA saya (dah lama banget nihh). Dia protes karena KUHP tidak mengatur
tentang pasal perselingkuhan. Teman saya yang nakal cuma membathin, kalau suka sama suka, apanya yang salah
Pak Ustadz. Toh dosanya ditanggung renteng bareng, dan kita gak ngerugiin satu sama lain kok.

Ada lagi teman saya yang berkisah, BUMN tempatnya bekerja kadang mengadakan rapat besar luar di Puncak.
Rapatnya sampai Sabtu jam 5 sore saja. Setelah itu? Terserah anda...OMG, mau berpasangan ria, monggo, pada EGP.
Bermula dari makan siang bareng, pergi bareng, sampai akhirnya curhat masalah keluarga, di situlah semuanya
berawal. Awal cinta terlarang yang berbalut dosa.

Kalo ABG, lain lagi ceritanya. Buat mereka, apa salahnya sih ber-ML ria? Yang penting kan gak hamil.
Pasang alat kontrasepsi dah bisa dimana-mana. Kalo jebol juga, bawa aja ke Raden Saleh. OMG dehh.
Namun banyak yang gak berhenti sampai di situ. Mau SMS-an gak ada pulsa nih, mau beli baju bagus uang jajan
kurang nih. Akhirnya berlanjut jadi penjaja kenikmatan. Toh, virginity udah direnggut pacar. Daripada dikasih
ke pacar gak jadi duit, mending dijajakan aja, itung-itung dapat kenikmatan fisik juga kok.

Konon katanya di Jakarta pacaran sudah sampai tahap gawat. Katanya pacaran gak lengkap kalo gak dilengkapi.
Apalagi di era globalisasi ini, serbuan kemaksiatan datang dari penjuru arah. Di internet, mau apa aja ada.
Di jalanan, koran kuning semacam Lipstick, Exotic dll demikian mudah kita nikmati pemandangannya. Gak heran
banyak generasi muda kita yang sudah OMES alias otak mesum. Akibatnya saat berpacaran, penasaran pengen
coba-coba. Coba-coba yang dilarang moral, amalh bikin penasaran dan tambah dag dig dug, ingin dituntaskan.

Yang nomor 2 ini berkaitan dengan aborsi juga yahh.

3. Kasiaan sang dara, kenapa dia yang ketimpa batunya. Enak juga tuh jadi buaya, abis icip-icip tinggal buang saja,
plus klaim sudah diperdaya oleh guna-guna. Bener gaknya, gak tau lah. Kalau diperlebar, malang nian nasibmu
kaum hawa. Kata lagu, wanita dijajah pria sejak dulu. Kata orang, wanita makhluk yang lemah dan melankolis.
Tapi apakah dengan demikian bisa dengan seenaknya diperlakukan? (tenang aja brur, masih banyak lelaki yang
baik-baik kok. berapa sih jumlah para buaya-buaya itu? bener gitu gak, he he).

4. Untuk dapat wanita cantik, ternyata gak perlu harus ganteng. Asal duit banyak, wanita akan datang dengan
sendirinya (wah siap-siap menuai hujatan dari kaum feminis nih). Begitulah adanya. Uang itu bukan yang utama,
tapi kan penting. Buat apa ganteng kalo bokek? (uuhh sarkastik banget sih). Memangnya kita makan nasi dengan
cinta? Kita makan nasi dengan uang, ya kan? Gak heran di masyarakat ada sinidiran, lelaki jelek jodohnya
perempuan cantik, eh eh. Maksudnya jelek tapi berduit gitu kali yahh.

5. Mengapa acara yang nota bene mengusik pribadi seseorang, bahkan cenderung berbau fitnah, malah justru
digemari masyarakat? Pak ustadz dari Geger Kalong sempat memperingatkan untuk berhati-hati dengan acara
yang kadang berbau fitnah. Harusnya sang suami isteri pisah baik-baik, karena dikompori dan diadu domba
sembari membuka tabir keburukan masing-masing, yang ada jadinya perceraian berdarah-darah.
Pertanda fenomena apakah yang terjadi di kita? Apakah ini pelarian dari sikap stress karena kita inferior dalam
hal ekonomi, pengetahuan dll, sehingga lebih senang nonton acara ringan, yang gak jelas manfaatnya.

6. Sampai sejauh manakah ulama dan ustadz kini dipanuti oleh orang banyak? Dimanakah kedudukan mereka kini?
Apakah fatwa dan ceramah mereka masih ditanggapi secara serius oleh orang banyak? Lantas mengapa kemaksiatan
dan keangkara-murkaan malah justru semakin merajalela di bumi pertiwi? Playboy, simbol free sex dunia pun
katanya akan beredar di jagat nusantara mulai Maret ini.

7. Mengapa begitu banyak orang yang bersikap munafik di negeri ini? Katanya dengar ceramah, katanya naik haji,
tapi kelakuannya di belakang berbeda dengan apa yang pernah didengarnya. Yahh, mungkin kita melupakan fungsi
sholat juga yang sebenarnya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Yang ada sholat ya sholat, maksiat jalan terus.
Yang sholatnya bolong-bolong, apalagi yang gak sholat, tentunya lebih parah lagi.

Temanku kadang cerita, para pejabat yang datang ke Jakarta, senangnya berkubang di dunia lendir. Mereka gak
berani tenggelam dalam kemaksiatan di daerah asalnya. Karena mereka merasa perlu jaga image dan takut dipergoki.
Ahh, lagi-lagi satu contoh kemunafikan.
Departemen agama pun ternyata tak lepas dari jadi ajang mega korupsi. Padahal mungkin mereka mengurus yang
berkaitan dengan hal religius, yang isinya melarang korupsi. Then, trus apalagi yang lain?

Ndak tau dehh, kok kayaknya makin kisruh aja. Namun optimisme harus tetap ada. Paling gak harus pake semboyan
dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal yang kecil, dan dimulai dari sekarang juga.
Namun lagi, Imam Ali pernah berucap, kemungkaran yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak
teroganisir. So saatnya kah, kita bersatu pada menyatukan langkah mengikis kemaksiatan dan kemungkaran?
Hopefully kayak gitu, anyway, itulah fenomena di masyarakat kita saat ini, yang barangkali terbatas di masyarakat
kota yang biasa tenggelam dalam dunia hedonisme.

Maaf, kalau ada yang gak berkenan di tulisan saya di atas.

Wassalaam,

Papa Fariz

No comments: