Sunday, June 10, 2007

Kemana mereka menghilang?

Posted: 15 Januari 2007

Assalaamu 'alaikum,

Sabtu lalu, saya sengaja menyempatkan diri datang ke stadion di sini untuk mendukung perlawanan Indonesia dengan Laos dalam ASEN Football Cup.
PSSI bermain ciamik walau sempat menggemaskan dan tertinggal terlebih dahulu.
Akhirnya perjuangan tak kenal lelah itu tidak sia-sia, karena kemenangan 3-1 berhasil digapai.
Siapa bilang sepakbola Indonesia kampungan?
Menilik teknik dasar, strategi dan cara mereka bermain, terlepas dari lawan mereka yang lemah, PSSI bisa dikatakan cukup lumayan.
Hanya saja, apakah mereka akan konsisten mempertahankan form-nya, itu yang masih perlu dibuktikan dalam pertandingan selanjutnya.
Ditambah dengan kemungkinan ada tidaknya mereka tertular oleh "penyakit kronis" bangsa sendiri, yakni "hangat-hangat Martabak Bandung", hangat dan heboh di awal, tapi gak lama akhirnya lenyap tanpa bekas.

Tetapi brother, ada satu hal yang bikin saya tutup muka, menggeleng-geleng kepala, menghela mafas panjang dan bertanya-tanya kepada diri sendiri.
Di dalam stadion yang sebenarnya sanggup menampung 60.000 penonton itu, ternyata suporter Indonesia hanya berjumlah tak lebih dari 40 orang!
Heeyyy, come onn mann, where are you?
Itu pun sebagian besar didominasi mahasiswa NTU.

Sejujurnya saya "jealous berat" dengan para suporter Vietnam.
Bayangkan saja, Vietnam mampu mengkoordinir kedatangan ribuan orang suporternya ke sini.
Lengkap dengan segala atribut beserta kostum suporter-nya, serta mampu menggemuruhkan stadion sepanjang pertandingan dengan yel-yel kebanggaan mereka.
Vietnam, yang jumlah orangnya di sini gak ketauan berapa banyaknya, walau sudah bisad ipastikan jauh lebih sedikit daripada jumlah orang kita, ternyata mampu mengkoordinasikan dirinya untuk mendukung duta bangsa mereka.
Sedangkan kita, yang jaraknya cuma 1 jam perjalanan naik pesawat maupun ferry, dengan jumlah WNI mencapai lebih dari 100 ribu orang di sini, tapi ternyata tak sanggup berbuat apa-apa.

Apakah karena gak suka bola makanya malas datang?
Ini mah bukan urusan suka gak suka, namun dukung-mendukung saudara sendiri di rantau.
Atau mungkin karena takut rusuh di stadion nanti?
Stadion di siniberbeda dengan Jakarta.
Menonton bola adalah salah satu bentuk hiburan rakyat.
Banyakkeluarga datang membawa anak kecil. ibu-ibu tua pun banyak yang datang.
Penonton semua ramah.
Ledek-meledek dengan suporter lain selalu dibarengi dengan canda ria.
Atau boleh jadikarena harga tiketnya kemahalan?
Waaa Lao, tiket di sini cuma berharga SGD 6.00 saja.
Dan itu cuma cukup untuk 1-2 kali lunch di sini.

Apakah ini karena salah satu bentuk ketidak-pedulian dengan duta bangsa sendiri, yang boleh jadi cerminan dari ketidak-pedulian dengan nasi bangsanya sendiri, dalam skala yang lebih besar?
Weee, mungkin statement di atas terlalu berlebihan rasanya.
Yang jelas saya ingat, ketika tinggal di kota kecil di negeri utara dulu, bersama teman-teman ramai-ramai datang ke eksebisi tinju yang menyertakan petinju kita.
Para petinju kita sangat senang dan bangga disambangi oleh rekan sebangsanya.
Walau jumlah penonton kita saat itu sangat sedikit, namun keriuhannya mengalahkan penonton tuan rumah yang lebih banyak duduk santun dan diam menikmati.

Atau boleh jadi ini merupakan tanda dari kelemahan kita dalam me-manage atau meng-koordinasi sesuatu?
Makanya pihak KBRI atau siapa sekali pun tak ada yang tergugah dan boleh jadi tak ada yang mampu meng-handlenya?
Wahh, no comment dehh.
Rasanyadi email yang lain, saya pernah tulis keliatannya ada something wrong dalam manajemen di pelbagai bidang kehidupan di negara ini.
Alhasil, negerinya kaya, namun rakyatnya tetap miskin.
Karenanya, yang ada kita selalu dibodohi dalam pengelolaan kekayaan alam negeri sendiri dan tak mampu mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.

Alamaaak, masalah suporter masalah kecil sebenarnya.
Yang lain pada datang atau gak, saya gak peduli dan tetap akan mendukung bangsa sendiri dalam bidang apa pun termasuk sepakbola ini.
Barangkali itu bisa jadi gambaran kecil dari rasa kecintaan saya terhadap negeri sendiri.
Namun, sejujurnya, saya sempet jengkel dan kecewa, hingga di salah satu SMS ke rekan saya di sini, saya mengungkapkan rasa frustasi saya, ibaratnya negeri kita gak ada yang beres.
Masak untuk urusan sekecil ini saja gak mampu meng-koordinir. Untuk urusansekecil ini saja sudah tak mampu, apalagi untuk urusan yang lebih besar, lanjut saya dalam hati.

Wahh Laooo, gimana mau mengejar ketertinggalan kita yang mungkin sudah puluhan tahun, kalau urusan me-manajemen saja gak beres.
Contohnya, ya itu masalah suporter yang kecil bengil begini.
Sekali supoter rame seperti di Jakarta, yang ada cuma kerusuhan belaka.
Apa itu juga pertanda kelemahan kita gak mampu melakukan "anger management" dangam mampu melaksanakan tidakan preventif?
Wewww, jadi melebar ke mana-mana.
Ahhh, urusan suporter ini cuma masalah care dan care semata saja, cuma masalah hoby semata, atau mungkin cuma masalah kesibukan semata.
Entahlah, wallahu 'alam bissawab.

Wassalaam,

Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com

No comments: