Assalaamu 'alaikum,
Kira-kira di Indonesia bakal terjadi gak yah kudeta oleh militer.
Di Thailand, hebatnya, sang KSAD, Jenderal Shonti ini malah justru menangkap Pangab-nya sendiri, yang merupakan orang-nya Thaksin.
Kudeta bloodless ini dikarenakan kecerdikan sang jenderal Muslim ini mengganti semua Pangdam dengan orang-orangnya.
Begitu terjadi kudeta, tidak terjadi kontak senjata, karena semua Pangdam patuh padanya dan hanya Pangdam yang memang berhak mengerahkan pasukan.
Sebenarnya di Indonesia, sempat hampir terjadi "beberapa kali" bentrok di antara sesama militer.
Peristiwa G-30S/PKI, selain sebuah kudeta oleh PKI, juga ditenggarai sebagai puncak perseteruan internal sbb: Pak Harto dkk vs "Dewan Jenderal"Kostrad + Kopassus (RPKAD) + Siliwangi vs AURI + Cakrabirawa (Paspampres) + Diponegoro + Brawijaya.
Sedangkan di tahun 1998, saat Pak Harto lengser, konon hampir saja terjadi bentrok antara: Prabowo + Kostrad + Kopassus vs Wiranto + Kodam-kodam.
Bahkan Habibie sendiri dalam bukunya menegaskan peristiwa pengepungan oleh pasukan Prabowoterhadap dirinya di istana negara.
Kalau Pak Harto dulu hebat dalam meredam konflik internal ABRI.
ABRI dibangunnya dengan kesejahteraan yang cukup, sehingga beliau menjadi salah satu jenderal besar dan dianggap dewa di sana.
Yang pensiun dikaryakan sebagai menteri, gubernur, dubes dll, persetan dengan kapabilitasnya.
Nyatanya memang,tentara kenyang, negara pun aman.
Namun tentara lapar, bla bla bla bla, yang jelas, kerusuhan dan kriminalitas meninggi di sana-sini, walau mungkin faktor ekonomi juga dominan menciptakannya.
Lantas Pak Harto pun menganut falsafah Jawa, anti Ratu Kembar.
Ketika Jend. M Jusuf muncul sebagai panglima yang dicintai rakyat, buru-buru beliau dipensiunkan dengan jabatan akhir Ketua BPK, yang saat itu tak berarti apa-apa.
Ketika Jenderal Katholik naik, yakni LB Moerdani, Pak Harto dengan cerdik melengserkannya dari jabatan Pangab hanya beberapa saat menjelang SU MPR 1988.
Padahal saat itu sang jenderal non muslim ini sedang kuat-kuatnya, dan berhasil menempatkan orang-orangnya yang non muslim di berbagai pos vital TNI.
Konon katanya saat itu,kalau dia mau, dia dengan mudah bisa menggerakkan pasukan untuk melengserkan Pak Harto (untung gak kejadian yah).
Bagi developing countries yang belum menerapkan penuh konsep demokrasi "tentara kembali ke barak", peran militer yang dominan di kancah politik, bukanlah barang baru.
Gak usah jauh-jauh, tengoklah ke Filipina sana.
Keberhasilan Cory Aquino dengan People Power-nya untuk menggulingkan Marcos, sebenarnya tak lepas dari dukungan Fidel Ramos, yang menjabat Pangab waktu itu, dan Juan Ponce Enriller, yang menjabat Menhan waktu itu.
Di Pakistan sendiri, Jenderal Musharraf mendeklarasakan sebagai pimpinan tertinggi juga melalui kudeta militer saat ia menjabat Pangab di sana.
So, gimana nih?
Semoga gak terjadi apa-apa, karena presiden kita, toh memang orang militer juga.
Masak sihh jeruk makan jeruk.
Namun kini yang masih diributkan adalah, apakah anggota TNI itu berhak memilih dalam Pemilu berikutnya?
Yang mendukung bilang, itu kan hak asasi mereka sebagai manusia.
Namun yang menentang cakap, khawatir TNI bakal terpecah belah dalam berbagai kelompok.
Apakah justru pemberian hak pilih ini akan menjadi jalan bagi konflik internal di TNI?
Apakah keberadaan orang dari militer yang memang meredam ancaman kudeta dari militer di nusantara?
Apakah memang Presiden Indonesia memang harus selalu dari militer?
Faktanya, ketika sipil memimpin, malah amburadul di sana-sini.
Faktanya banyak yang gak PD dengan kepemimpinan sipil.
Kudeta militer memang gak diharapkan sama sekali terjadi di sini. Namun kira-kira bisakah sipil yang bakal memegang peranan di pucuk tertinggi, mengingat stigma kita bahwa Indonesia haruslah dipimpin oleh mereka yang militer, Islam dan Jawa, masih kuat hidup di antara masyarakat kita?
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment