Sunday, June 17, 2007

Mengukur moralitas

Posted: 5 April 2007

Tentang moral-moralan ada cerita lagi nih.

Kalau saya sedang tidak berkunjung ke Jakarta, driver yang biasa ngantar saya ternyata sering membawa orang-orang yang berkaitan dengan nebang kayu. Pejabat terkait dari suatu daerah "antah berantah" di Kalimantan itu biasanya datang gak sendiri. Selalu disertai oleh para pengusaha yang ingin ijinnya membalaknya terus diperpanjang. Antah berantah karena dari ibukota propinsi saja harus ditempuh dengan jalan darat dan laut selama 9 jam.

Apakah cuma sekedar nemenin biasa? Ya gak lah. Pejabat daerah itu banyak yang di daerahnya keliatan alim, karena mereka jaim. Namun begitu sampai Jakarta, bagaikan anak panah terlepas dari busurnya. Ngeliat hiburan begitu banyak dengan bodas bohay di sana-sini, akhirnya gelap mata. Siapa yang bayarin? Pengusaha yang menyertai itulah yang ngebayarin.

Malam-malam pada doyan pergi ke Mabes. Sekali karaoke, habisnya jutaan rupiah, termasuk untuk ngebayar para bohay-bodas sekaligus minuman keras untuk bermabok ria. Ectasy? Udah biasa mannn. Harganya gak tanggung-tanggung, sebutir bisa 150-an ribu.

Nenggaknya gak cuma sendirian tapi dengan ladies yang dikencaninya. Kalo udah begini, sekali pun tua bangka, bau tanah, dan pejabat tinggi di daerahnya, udah gak kepake lagi, kepalanya gedek-gedek, badannya bergoyang mengikuti dentuman musik keras baik di karaoke maupun di diskotik. Nenggak ecstasy itu gak boleh diam, tapi harus goyang terus. Kalo musik disko udah abis, ya udah doi goyang lagi di tempat lain dengan bodas dan bohay-nya (maaf vulgar yah).

Yang menjengkelkan, datang ke sini, kerjanya cuma setengah hari, tapi bilangnya 3-4 hari. Sisa harinya dibuat berhura-hura dengan penjaja syahwat. Nanti minta klaim ke Pemerintah untuk biaya perjalanan dinas dan tetek bengek selama 4 hari. padahal uang buat bayar mereka itu adalah dari pajak kita. Kadang si ladies merengek-rengek minta dibeliin HP baru, ya udah deh kalo begini, si pengusaha yang disuruh ngasih 10 juta buat beliin HP.

Apa pengusaha mau gitu ngasih gratis? Weww, hari gini, makan siang gak ada yang gratis bung, apalagi uang 10 juta. Kompensasinya ya itu hutan negeri kita. Dan para pejabat ini memang selain gak bermoral juga gak punya rasa tanggung jawab bagaimana menjaga kelestarian alam kita untuk pada anak cucunya.

Makanya saya gak heran, ketika diberitakan bahwa Indonesia adalah perusak hutan nomor satu di dunia. Setiap tahun ada 1,87 juta hektar hutan kita yang digunduli, alias 300 hektar per jamnya, alias 5 hektar atau 5 lapangan bola yang gundul tiap menitnya. Suatu prestasi tingkat dunia yang luar biasa dan sangat amat patut "kita banggakan". Gimana gak mau rusak alam kita, wong karunia Ilahi itu digadaikan sebatas perut berikut perut ke bawah.

Yang bermain gak cuma pejabat. Polhut dari daerah mereka aja ternyata sanggup punya simpanan yang bisa goyang di Jakarta. Mana ada sih ngumpetin si rambut panjang biayanya murah? Tapi kok Polisi Hutan bisa kayak gitu? Darimana uangnya? Ya itu kita gadaikan punya negara, kan ukan punya diri pribadi ini.

Lucunya lagi driver ini, bulan lalu sempat kebirit-birit. Sang pejabat akan naik pesawat jam 11-an siang. Tiba-tiba paginya ditelpon oleh isteri Pak Kapolsek, yang minta dibawain Handycam Sony merk terbaru, yang cuma baru ada di Jakarta, dan harganya hampir 10 juta-an. Terpaksalah, driver ini ngacir ke Glodok untuk ngebeliin pesanan isterinya Pak Polisi. Apakah akan dibayar balik oleh si Ibu? Tentu tidak. Apakah ini hibah? Hari gini kok masih mikir makan siang gratis.

Tapi jangan dikira, para pejabat sundal, pengusaha "bengis" dan aparat lainnya yang bejat ini keliatan garang kayak preman Senen. Tampangnya alim, banyak yang bertitel haji. Tapi ternyata nama dan kelakuannya gak sebanding. Makanya saya bingung biasanya saya kalo baca Majalah Hidayah, konon orang yang di sininya berbuat maksiat, saat naik Haji akan dibalas tunai di sana, dan itu ada kisah nyatanya.

Tapi mengapa para koruptor dan para pejabat bejat itu bisa lolos screening begituan yah? Yang nyebelin lagi ada satu yang berkomentar, biarlah bulan ini adalah bulan terakhirnya berkubang lendir, karena tahun itu dia pensiun terus mau tobat dan jadi begawan. Wewww, indahnya dunia, muda seneng, tua kaya dan mati masuk surga. Sipp dehh rumus yang beginian.

So, sampeyan gak usah heran, kalau hutan kita habis-habisan. Gak usah nuduh-nuduh alam dan Pencipta-Nya jahat dan menyandarkan bencana kepada takdir. Ini kan ulah kita juga, yang menggadaikan semuanya tanpa peduli urusan moral. Ini baru sebatas hutan, belum lagi di bidang lain. Masalah bangsa itu sebenarnya masalah moral, hati nurani. Yang ujung-ujungnya adalah KKN.

Selama korupsi terus bersarang di diri bangsa kita, saya pribadi sangat tidak yakin kita akan sejahtera. Tapi bagaimana memperbaiki moral dan hati nurani? Gak gampang brur dan ini jadi tantangan buat para ustadz. Apalagi orang kita itu banyak yang bertopeng. Di satu sisi baik di sisi lain, kalo kata Mas Tukul, najis tralala. Jangan-jangan sifat munafik itu sudah merupakan bagian dari budaya kita. Ini baru pejabat daerah kecil, apalagi yang gede-an.

Ketika oknum YZ kena batunya dibocorkan oleh cem-cemannya yang bohay, teman yang lain berkata, kasian deh lo. YZ itu cuma kena sialnya aja. Yang seperti dia banyak, cuma gak ketauan, atau sang bohaynya tutup mulit karena sumpelannya kuat. Bohay itu kan mikirnya pragmatis. Selama kebutuhannya dipenuhi, ngapain ngerusakin karier orang lain. Jadi ingat dengan cerita teman yang seorang manager di Batam, ketika doi datang ke Yogya dan pakai suatu travel agent.

Travel agent itu mengeluh, karena anggota dewan kita yang terhormat saat datang ke sana, malam itu juga minta dicarikan kaum hawa, masing-masing 2 biji. Udah gitu milih-milih lagi, harus putih bersih, cantik menarik plus bohay dan bodas. Dia pun keliyengan, harus jungkir balik sana-sini daripada travelnya besok-besok gak dipakai lagi. Memang riciduolus yahh. Kalo bejat, ya bejat aja, gak usah pakai topeng hipokrit gitu yah. Wuih, najis tralala banget nih.

Tapi ada baiknya kita gak perlu tau dan gak perlu dengar tentang kelakuan miring para petinggi kita. Hiyyy saya aja merinding kalau dengar cerita dari sana-sini. Semua udah berkonspirasi dan terlibat. Semua udah smart saling menutupi satu sama lain. Ini kejahatan yang berjamaah. KKN juga biasanya merupakan kejahatan yang berjamaah. Susahnya, kadang banyak yang salah kaprah menuntut agar kita selalu husnudhzan. Husnudzhan ke orang-orang yang gak punya moral dan gak punya rasa tanggung jawab? Huhhh, kasian deh kita.

Kalau pejabat publik sudah seharusnya gak perlu di husnudzhan-in, melainkan memang harus dicek ini itunya. Gak usah pejabat publik, mainlah sampeyan ke kawasan Timur Jakarta. Ente semua akan terkagum-kagum melihat pegawai Pemda DKI bisa punya rumah segede gaban. Husnudzhan yuk husnudzhan. :) Yang di huznudzhan-in cuma cekikikan. Harus dibedakan yang tegas antara husnudzhan dengan kecurigaan karena kalo gak gitu KKN gak akan tuntas.

Ya, wess, sebaiknya kita tutup kuping, tutup mata dan tutup telinga. Gak usah dengar kisah-kisah sedih dan tragis seeprti itu. Bisa-bisa kita semua "muntah" karenanya. Bisa-bisa kita semua stress dan bingung kenapa alam realita di nusantara kok begitu keras dan kejamnya. Biarlah waktu yang akan membuka semua tabir itu. Moga-moga di saat itu kita sudah kuat mental menerima kenyataan.

Yang terpenting kita gak ikut-ikutan terlibat di dalamnya, ya gak brur? Namun aye jadi bingung, gimana nih caranya negara yang dah bengkok ini diluruskan lagi. Yah, berjuang sajalah, perjuangan tanpa akhir.

Perjuangan tanpa akhir, termasuk cerita moral-moralan di kita ternyata gak pernah ada akhirnya. Karena memang definisi moral itu gak jelas, dan hati nurani sudah tertutup.

Wassalaam,

Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com

1 comment:

ngadmin said...

wah klo baca n' denger berita para pejabat Indonesia dari pejabat kelas RT sampae pejabat tinggi negara mang bikin sakit ati aja...Oom Friz mah diluar negri enakan ga berurusan dengan manusia2 campuran setan kek gini.