Posted: 26 Juli 2006
Assalaamu 'alaikum,
Tepat hampir 3 tahun lalu boleh dibilang hampir tidak ada orang yang tidak kenal dengan kata SARS.
Saking ngetren-nya, sampai-sampai saya "kuatir" kalau ada orang yang menamakan bayinya yang baru
lahir dengan nama related to SARS, entah itu Sarsiati, Sarsiadi dll...:)
Penyakit akut sindrom pernapasan, yang konon berasal dari China daratan, lantas hijrah ke Hongkong,
untuk disebarkan ke penjuru dunia, memang begitu menggetarkan dunia. Meski akhirnya SARS
dapat "ditaklukkan", namun sampai kini penyebab asli, serta penangkalan dan pengobatannya, masih
terus dalam penelitian.
Virus memang bukan baksil atau bakteri. Bakteri yang merupakan makhluk hidup bersel rendah,
memang dapat dibunuh dengan antibiotik. Namun virus, yang juga penyebab SARS,
bukanlah makhluk hidup, karena ia hanyalah merupakan suatu protein jahat. Tak ada yang dapat membunuh
virus, yang bisa mengalahkannya hanyalah kekuatan dan ke-fit-an tubuh kita sendiri. Makanya kalau
kita sakit DBD atau hal yang disebabkan virus, Pak dokter memperbanyak vitamin dan suplemen lain,
agar tubuh kita kuat, karena itulah sebenarnya lawan sepadan dari virus, dan bukan obat.
Kalau ingat kilas balik 3 tahun lalu, memang banyak kenangan yang "menggelikan" dan "mengharukan.
Di negeri jiran dan mini ini, SARS dibawa oleh seorang pramugari yang transit dan berbelanja di Hong Kong.
Sang pramugari kini tetap segar bugar, namun para kerabat dan perawatnya ada yang menghembuskan nafas.
SARS bukan cuma seperti influenza bisa yang ditularkan melalui udara ketika si penderita batuk. Melainkan,
andaikan kita memegang suatu barang yang pernah dipegang oleh si penderita SARS, maka virus yang melekat
di bekas pegangan itu berpindah ke tuan barunya. SARS memang dahsyat, banyak hipotesa sana-sini tentang
penyebabnya, dan tak sedikit yang menenggarai penyakit ini disebabkan karena kebiasaan orang kulit kuning
di mainland sana yang doyan mengkonsumsi apa saja yang benda hidup yang punggungnya menghadap matahari.
Kala itu, SARS mampu membuat lenggang Orchard Road, berikut shopping center di sepanjangnya. Tempat
wisata, mendadak sunyi seperti kuburan, sampai dibuat kebijakan memotong setengah harga untuk tiket
masuk agar orang berduyun-duyun datang kembali ke sana. Banyak yang lebih memilih tinggal di rumah,
karena dicekam oleh ketakutan, yang boleh jadi suatu paranoia namun boleh jadi merupakan tindakan preventif.
Saya sendiri di masa nge-trennya SARS sempat terkena batuk-batuk. Begitu pergi ke dokter, sang dokter
wajahnya pucat, lantas segera memberi obat dan menyuruh cepat-cepat pulang sambil tak lupa memberi
nomor telpon ambulance sembari berpesan agar kalau dalam 2 hari ini ada apa-apa, saya diminta menghubungi
nomor itu. Wuihh, dodol garut, batuk biasa kok di"tuding" calon SARS, umpat saya dalam hati. Sa bodo amir,
yang penting, waktu itu saya dikasih iijin cuti sakit 3 hari. Lumayan lah.
Yang menggelikan lagi, saya sempat ditolak saat akan berkunjung ke beberapa client di Jakarta, Surabaya
maupun Batam. Kata mereka, pantang buat tamu dari negeri jiran nan mini ini untuk menginjakkan kaki ke
pabriknya. Ada lagi yang mensyaratkan agar saya mem-fax terlebih dahulu surat keterangan sehat dan bebas SARS.
Oalaa...Ada juga yang memperbolehkan datang namun suhu badan saya dicek terlebih dahulu, kemudian
diharuskan memakai masker yang telah disediakan. Bener-bener seperti orang sakit, bicara sama orang kok
harus pakai masker. Di pelabuhan laut dan airport, mesin pendeteksi suhu badan pun disiagakan, karena itulah
pendeteksi awal kemungkinan SARS. Penderitanya benar-benar diisolasi di ruang khusus yang benar-benar
tertutup rapat. SARS memang dahsyat dan menggetarkan. Penanganannya benar-benar harus teliti dan terpadu,
karena memang dengan mudahnya dapat menular kemana-mana.
Namun ada satu hal, yang bagi saya ini masih sebuah misteri, dan saya pribadi teramat sangat bersyukur.
Mengapa di Indonesia tidak terjadi wabah SARS? Padahal negeri mini yang dilanda ketakutan SARS tersebut
jaraknya teramat dekat dengan wilayah kita. Dari Batam cuma 14 km saja, dan dari Jakarta cuma 90 menit
naik pesawat terbang. Di airport Cengkareng pun, bisa dibilang, penempatan mesin pengecek suhu badan
hanyalah ala kadarnya, dan bisa dibilang terlambat, setelah diributkan dahulu keberadaanya. Lalu lintas udara dan
laut yang keluar masuk wilayah kita, juga bisa dibilang cukup padat, termasuk yang dari Singapore.
Aneh bin ajaib. Saya gak kebayang andaikan negeri kita dilanda wabah SARS. Maaf-maaf saja, Pemerintah
kita masih belum solid, apalagi untuk penanganan sesuatu yang maha dahsyat. Koordinasi yang kurang dan
birokrasi yang njlimet jadi persoalan klasik. Masalah finansial pun, kita sedang empot-empotannya saat itu.
Ditambah sikap dari sebagian kita yang "suka ngeyel" meski sudah diperingatkan akan bahayanya sesuatu.
Masih ada saja yang cuek bebek dan dengan PD nya melabrak larangan itu, dengan berbagai alasannya sendiri.
Gak terbayang gimana rumitnya penanganan SARS, andaikan benar mewabah di sini, dan gak terbayang bagaimana
dahsyatnya merebak di sana-sini, apalagi pulau Jawa begitu padat, dengan luas cuma 134 ribu km2, pulau ini didiami
lebih dari 120 juta jiwa alias 60% penduduk Indonesia! Jakarta dengan kota satelitnya sendiri diperkirakan memiliki
jumlah penduduk lebih dari 20 juta jiwa. Tanpa kita sadari sebenarnya Jawa itu merupakan salah satu pulau terpadat dunia.
Ini yang baru sadari saat saya mencoba "meledek" murid saya dari negeri sakura, dengan mengatakan kasihan sekali
Jepang, negerinya kecil tapi penduduknya 120 juta. Ehh, ternyata pulau Jawa lebih kecil lagi tapi jumlah penduduknya sama.
Apakah ketiadaan wabah SARS di sini, karena orang-orang kita bisa dibilang "Superman", yang memiliki anti bodi
sangat kuat, meskipun umurnya tidak terlampau panjang? Ataukah ada sebab lain yang bisa menjelaskan fenomena
ini secara ilmiah. Entahlah, sejauh ini saya belum menemukan jawabannya. Namun bagi saya, inilah Kuasa Allah.
Allah sangat Maha Adil dan Maha Pemurah. Dia memberikan cobaan atau ujian kepada hamba yang disayangi-Nya,
sebatas kemampuan hamba tersebut menerimanya. Karena itulah kita dianjurkan untuk berdo'a kepada-Nya,
agar dijadikan hamba yang dikasihi sembari memohon agar kalaupun ditimpa cobaan maka ujian itu tidak melebihi
batas kemampuan kita, apalagi sampai membuat kita berputus asa.
Allah sendiri telah berjanji akan menambahkan nikmat-Nya apabila kita mensyukurinya. Namun ingatlah juga,
Allah juga berjanji, apabila kita mengkhianati nikmat-Nya, sesungguhnya azab Allah termata sangat pedih.
Ketiadaan wabah SARS barangkali merupakan suatu karunia-Nya, dan kita patut mensyukurinya.
Namun bagaimana dengan petaka yang mendera kita bagaikan bangsa ini kini tak putus dirundung malang?
Ada baiknya kita berkaca pada diri kita masing-masing dan secara keseluruhan. Semoga ini hanyalah rentetan ujian saja.
Jangan sampai kita tidak menyadarinya hingga yang benar-benar azab itu datang kepada kita, karena ingatlah pada janji
Allah, sesungguhnya azab Allah teramat sangat pedih bagi yang mengkufurinya.
Any comments tentang fenomena aneh bin ajaib di nusantara dari kasus SARS ini? Atau barangkali ternyata fenomena di
bumi pertiwi itu ternyata cuma fenomena biasa yang cukup dijelskan secara simpel saja.
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment