Saturday, June 9, 2007

Setelah kejadian barulah dipikirkan solusinya

Posted: 24 Juli 2007

Assalaamu 'alaikum,

http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/07/tgl/24/time/153722/idnews/642129/idkanal/10

Lanjutan drama tentang adek-adek cerdas kita yang "dibajak" oleh negeri jiran.
Purnawirman, siswa asal Riau, yang pernah menggondol medali emas Olimpiade Fisika Asia 2004,
dan medali perunggu Olimpiade fisika Dunia 2005, dan kini tercatat sebagai mahasiswa di NTU
(Nanyang Technology Univeristy) Singapore, dikabarkan akan beralih citizenship ke WN Singapore.

Siswa cerdas ini pernah kecewa dengan "janji-janji" yang dilontarkan oleh Pemda Riau, yang konon
akan memperhatikan anak cerdas berbakat, terutama masalah pendidikan dan pembiayaannya.
Namun janji ternyata cuma di mulut belaka, sampai akhirnya ia memutuskan hijrah ke negeri Singapore,
di mana Pemerintahnya telah dan sedang nyata-nyata memberikan beasiswa full, free biaya pendidikan,
dan jaminan pekerjaan yang layak di masa depan.

Seperti biasa, bagai dalam cerita sinetron-sinetron penuh mimpi kita, pihak-pihak yang berkompeten
kini pada kebakaran jenggot, dan saling menuding hidung satu sama lain. Bahkan Purnawirman, yang
sudah hijrah di sini pun, malah kena tuding "berbuat salah" karena tidak mau berkoordinasi, katanya.

Sudah jadi penyakit kronis kita, kalau sudah kejadian, barulah satu sama lain ribut saling menyalahkan.
Kalau sudah kejadian dan parah akibatnya, barulah enar-benar serius dipikirkan. Lihatlah kasus Tsunami
kemarin. Setelah heboh sana-sini, akhirnya diputuskan juga pemakaian TV, Radio, HP untuk media
penyebaran informasi Tsunami (walau sempet salah analisa tentang gempa di Gorontalo, tapi gak papalah
namanya juga pemula, daripada gak ada perbaikan sama sekali).

Boleh jadi kita memang gak terbiasa menganalisa suatu kejadian, untuk dipersiapkan langkah pencegahannya,
in case yang diprediksikan itu terjadi. Agaknya kita memang lebih senang menunggu sesuatu untuk
terjadi dahulu, dan apabila sudah dihebohkan, barulah dipikirkan gimana supaya gak terjadi.
Intropeksi memang bagus, namun kalau "terlambat" karena menelan ekses yang tidak sedikit, bukankah
sebaiknya ke depannya dipikirkan supaya kejadian itu tidak terulang lagi. Nenek moyang kita pun sudah
berpesan: "tupai gak akan terperosok untuk kedua kalinya" (kasih tau yah, peribahasa yang benarnya,
maaf udah "agak tua", jadi suka lupa-lupa gitu).

Contoh yang seperti itu ada lagikah yang lain? Banyak banget, silahkan dicari dan ditelaah sendiri.
Then, bagaimana tentang kasus pada adek-adek, dan juga kakak-kakak kita yang dikaruniai kelebihan intelegensia,
yang mungkin bisa dipakai membangun negara? Yaa itu...au dehh, gelap...
Kalau kita mau jujur, memang fenomena sehari-hari di antara kita terhadap suatu masalah (gak semuanya sih) adalah:
seperti biasa, kejadian dulu, setelah itu harus dihebohkan, barulah solusi sejatinya dipikirkan...
Terlambat atau tidaknya, silahkan menilai sendiri...

No offence, semoga bisa jadi refleksi untuk kita semua...
Sedia payung sebelum hujan, jangan sampai kehujanan dulu baru beli payung...
Gak apalah, apa pun adanya, I love my country, Indonesia...
Any comments???

Wassalaam,

Papa Fariz

No comments: