Posted: 10 Agustus 2006
Assalaamu 'alaikum,
Kini Pemerintah sedang mempertimbangkan Mr. Syafrudin Prawiranegara, yang pernah jadi pucuk pimpinan tertinggi di PDRI, dan Mr. Asaat, yang pernah menjadi Presiden RI semasa RI menjadi negara bagian dari RIS, untuk dianggap sebagai Presiden RI pula.
Kalau akhirnya kedua beliau tersebut diakui menjadi Presiden kita, maka SBY akan menjadi Presiden ke-8, dan bukan ke-6.
BTW, kalau menurut Ronggowarsito, Presiden Indonesia barulah 3, sesuai dengan pakemNO-TO-NO-GO-RO.
Yakni SoekarNO, SoeharTO, YudhoyoNO.
Kalau mau dipas-pasin begini jadinya brur:
1. Habibie naik secara prematur karena Pak Harto turun, jadi "gak diaku".
2. Gus Dur diturunkan di tengah jalan, jadi "gak diaku" juga.
3. Megawati naik prematur juga karena menggantikan Gus Dur,jadi, lagi-lagi, "gak diaku" juga.
Ngepas kan brur? :)
Walau turun prematur, tapi sudah memerintah lama, mungkin diaku kali yee.
Anyway, aye gak percaya dengan ramalan-ramalan termasuk dari Ronggowarsito.
Namun kalau prediksi yang didasari fakta sejarah, bolehlah dipertimbangkan.
Dulu ada seorang teman pernah berdiskusi mengenai turun naiknya Presiden secara abnormal.
Padahal seharusnya kita gak usah heran.
Sejarah telah mengajarkan dan menunjukkan faktanya.
Maaf, lebih dari 60% penduduk kita adalah orang Jawa dan Sunda.
Sejarah sudah berkisah bahwa pergantian kekuasaan di tanah Jawa memang tak pernah mulus dan tak lepas dari konflik internal.
Saya cuma hafal dari jaman Singosari, yang didirikan oleh Ken Arok, setelah membunuh tuannya, Tunggul Ametung.
Kemudian dilanjutkan dengan kerajaan Majapahit, yang runtuhnya oleh kerajaan Demak,di mana Raden Patah pun berdarah biru Majapahit.
Demak runtuh diganti oleh Pajang,dengan pioneer-nya Sultan Adiwijaya alias Joko Tingkir.
Lantas muncul lagi kerajaan Mataram, meruntuhkan Pajang, dengan pendirinya Panembahan Senopati alias Sutawijaya (gak boleh pakai gelar Sultan).
Mataram pun pecah lagi menjadi Mataram Yogyakarta dengan rajanya Sri Sultan Hamengkubuwono dan Mataram Surakarta dengan rajanya Sri Susuhan Pakubuwono.
Mataram Surakarta pecah lagi dengan berdirinya Mangkunegaran.
Mataram Yogyakarta pun pecah juga, dengan berdirinya Paku Alaman.
Kini konflik pun belum berakhir.
Mataram Surakartayang tidak eksis lagi wilayah kekuasaannya, dan hanya merupakan cagar budaya saja, kini mati-matian diperebutkan oleh Pangeran Tejowulan dan Pangeran Ngabehi.
Dan sampai kini memang masalahnya belum tuntas.
Di Mataram Yogyakarta pun, in future, boleh jadi terjadi perebutan kekuasaan, karena Sri Sultan HB X hanya memiliki 4 anak wanita. Otomatis akan memperumit penurunan kekuasaan karena jalurnya akan berpindah ke adiknya.
Bagaimana andaikan dia memiliki cucu lelaki?
So, gak usah heran dan bingung, kalau pergantian kekuasaan di Indonesia berjalan tidak mulus.
Bukankah memang tradisi yang sudah berjalan selama ini memang begitu?
Dan "pengkhianatan" justru dilakukan oleh orang dalam sendiri yang sudah dikenal oleh pihakyang berkuasa.
Musuh dalam selimut, mungkin begitu kali yahh gambarannya.
Namun apakah kita mau dan harus pasrah terhadap "tradisi buruk" itu?
Tentunya tidak, karena kita adalah manusia yang dikaruniai akal dan pikiran, sehingga memiliki kemampuan untuk mengubah sejarah dan tradisi.
So, let's we change the history and bad tradition,
OK kah? Gimana Mas-mas dari ranah Jawa? Koreksi dong data di atas.
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment