Posted: 7 Agustus 2006
Assalaamu 'alaikum,
Ada berita ringan yang mungkin gak terlalu penting, tapi mungkin juga perlu diperhatikan,
karena sudah merasuk ke dalam rumah kita melalui tayangan TV.
Infotaintment akhirnya diputuskan haram oleh fatwa PBNU.
http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/08/tgl/07/time/074047/idnews/650778/idkanal/10
Tayangan tentang kehidupan selebritis ini kerap bercampur aduk antara fakta dengan gosip
semata, yang terkadang malah memperkeruh kondisi pihak yang diberitakan. Walau memang
infotaintment memang jadi sarana untuk mengorbitkan artis-artis tertentu.
Tanggapannya beragam. Ada yang mengamini, minimal jadi pijakan untuk mengontrol
tayangan tersebut walau tanpa melarangnya. Ada yang protes, karena ini era kebebasan,
dan tayangan itu merupakan jenis acara yang digemari. Ada pula yang bingung, kenapa para
ulama sampai repot-repot mengurusi acara "gancel" begini, dan bukan memikirkan problema
bangsa yang lebih besar.
Lepas dari itu, sebenarnya secara general, yang perlu dikontrol lebih lanjut adalah acara TV
secara keseluruhan. Fungsi edukatif TV seperti hilang, karena semua cenderung lebih berpikir
bagaimana bisa mengeruk uang sebesar-besarnya dari program mereka, tanpa peduli dampak
lebih jauh dari tayangan itu kepada masyarakat. Yang penting untung, sa bodo amat dengan
dampaknya. Tengok saja, trend acara populer pun terus berganti, dari drama percintaan,
bergeser ke acara uji nyali, lalu ke sinetron religius yang ternyata cuma memerankan Pak Haji
sebagai pengusir setan dll.
Hari lalu, saat kedatangan seorang teman di rumah, dan kami sempat melirik ke channel TV
Indonesia yang tertangkap di negeri jiran nan mini ini, kami cuma bisa geleng-geleng kepala.
Lagi-lagi ada cuplikan tentang drma baru. Judulnya "Cewek imut berpacar 4". Kalau mau
rajin menelusuri, kita akan dapatkan judul-judul sejenis semisal "Tikus dan Kucing mencari cinta",
"Kau masih kekasihku", "Benci bilang cinta", "Cintaku berat diongkos", "Juragan jengkol" dll.
Dari judul-judulnya saja sudah terlihat bagaimana kualitas dan content tayangan tersebut.
Tapi mengapa justru tayangan sekelas "ketengan" macam sinetron cinta dan infotaintment,
malah justru hampir memenuhi semua program acara di premium time (18.00-22.00).
Bukankah itu pertanda tayangan tersebut sedemikian populernya hingga bisa masuk jam tayang
yang memiliki tarif iklan sangat mahal? Then, kalau dirunut lebih jauh, kalau tayangan mimpi
yang kualitasnya sangat diragukan bisa ngetop, apakah itu tidak berarti kualitas para pemirsanya
juga patut diragukan? Kalau kualitas permisanya diragukan, lantas adakah yang salah dalam
pendidikan kita dan kondisi masyarakat kita? Apakah itu cuma sekedar pelarian dari rasa
stress dan frustasi akibat himpitan kerasnya kehidupan? Lantas, apakah memang itu sudah hak
dari para stasiun TV untuk tidak mengidahkan fungsi sosial dan edukatif? Apakah tidak ada
hal yang bisa meminta mereka mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya itu? Ataukah karena
berdasarkan reformasi dan demokrasi semua boleh suka-suka tanpa perlu ada aturan dan
larangan yang malah nanti bisa dianggap mengekang kebebasan dan demokrasi?
Walau secara pribadi jarang nonton TV, kecuali acara berita, sports dan lawak, cuma rasanya
janggal aja melihat semuanya serba bebas di layar kaca. Padahal layar kaca termasuk sarana
efektif untuk "brain washing" dan mencetak pemikiran masyarakat, apalagi jangkauannya sangat
jauh merasuk ke dalam rumah setiap orang. Acara idol-idol an yang populer pun, sedikit banyak
sudah membentuk image di masyarakat untuk bermimpi mencari uang secara mudah melalui
dunia hiburan. Gak usah modal otak, asal tampang keren dikit, bolehlah jadi kaya. Dan memang
nyatanya gaji seorang seleb jauh melambung di atas para engineer yang setengah mati menekuni
bangku kuliah namun masih juga susah cari kerja. So, ngapain jadi engineer, mending jadi seleb
aja, kan bisa langsung kaya? So what gitu lho.
Then, what to do? Nothing lahh brur, abis mau gimana lagi? Mungkin karena hal itu udah berpulang
pada sikap dan mentalitas kita semua, makanya permasalahan yang seharusnya simpel begini saja,
jadi begitu sulit dipecahkan, terus berlanjut tanpa pernah ada pemikiran atas solusinya.
Wassalaam,
Papa Fariz
maafseninpagilangsungcurhatyangngga2
No comments:
Post a Comment