Sunday, June 17, 2007

Power dari suatu keyakinan

Posted: 4 April 2007

Assalaamu 'alaikum,

Tadi pagi di Liputan 6 SCTV, sedih juga melihat lagi-lagi "anggota JI" tertangkap dan dengan gagahnya memberikan pengakuan tentang kiprahnya tanpa tendeng aling-aling.

Benarkah JI itu ada? Apakah semata itu hanyalah rekayasa belaka dari musuh-musuh Islam? Bukankah kasus teror bom berikut stigma JI menyebabkan efek negatif terhadap Islam sendiri serta membingungkan umat yang mayoritas abangan akan apa sesungguhnya makna dari perang suci itu? Bahkan dulu saat sempat hadir di diskusinya Ustadz Yazid yang orang Salafy, menurut beliau ulama besar di tanah Arab menentang keras tindakan teror yang dilakukan oleh Osama bin Laden, karena lebih banyak efek negatifnya terhadap umat Islam.

Benarkah JI itu ada? Inilah yang dulunya saya sangat ragukan meski nama JI itu didengung-dengungkan sebagai pelaku teror bom di tanah air. Bahkan seorang pemuka agama sempat menantang untuk dibuktikan kalau benar bom itu dibuat oleh segelintir orang berpendidikan rendah. Ada pula teori yang mengatakan bahwa itu semua adalah bom mikro nuklir yang direkayasa musuh-musuh Islam.

Benarkah demikian? Namun fakta yang selanjutnya terkuak, malah membuat kita "bingung dan kecewa". Muncullah sosok Iman Samudera, Amrozy, Hambali, Umar Farouk, Dr. Azahari, Noordin M. Top dkk. Sungguh membingungkan, manakah yang benar, apakah JI itu hanya rekayasa, ataukah sesungguhnya benar-benar nyata adanya? Kalau memang JI itu tidak ada, lantas siapakah Imam Samudera cs itu? Apakah mereka semata-mata orang gendeng yang pengen ngetop dengan nebeng nama JI? Ataukah mereka sebenarnya agen ganda dari musuh Islam demi memberikan stigma negatif ke kita? Siapakah mereka ini sebenarnya?

Yang ridicuolus lagi, kalau memang benar, dalam dokumen yang ditemukan dari kelompok mereka, direncanakan bahwa Malaysia itu adalah wilayah pelatihan, Singapore adalah wilayah pengumpulan dana, dan Indonesia adalah medan perang. Karenanya wajar saja kalau teror bom justru terjadi di sini. Gendeng abisss, kalau boleh berpendapat. Kenapa gak menjadikan Singapore yang mayoritas non Muslim sebagai medan perang? Mengapa harus Indonesia yang 87% penduduknya, adalah umat Islam, meski mayoritasnya kaum abangan?

Toh pada akhirnya korban dari teror bom tersebut adalah kebanyakan umat Islam juga? Dan kini dampak ekonomi pun kita rasakan dengan "ngerinya" investor untuk datang dengan dalih konyol, security yang belum mapan. Kalau mereka memang jantan, pilihan seperti mengebom New York City dan Israel akan jauh lebih baik karena di sanalah sarangnya musuh kita.

Suatu ketika, pernah saat naik Silver Bird, sang sopir berkisah betapa sedih dan geramnya dia tentang peledakan Bom JW Mariot kala itu. Beberapa rekannya menjadi korban sia-sia dan mereka pun Muslim juga. Sopir itu adalah bapak dari anak-anak dan suami dari seorang isteri, sekaligus menjadi tulang punggung keluarga. Dia berjihad untuk keluarganya dengan mencari nafkah. Kini siapa lagi yang harus membiayai keluarganya dan pendidikan anak-anak mereka?

Ada yang masih hidup, namun cacat seumur hidup. Hidup segan mati tak bisa. Mau ngomong susah, duduk pun juga susah. Dimatikan ya gak boleh, tapi kalau terus hidup akan tetap menjadi beban keluarga yang ditinggali. Kasian, mereka orang tak berdosa dan tak tau apa-apa. Boro-boro sempet memikirkan ideologi, untuk makan aja susah.

Pemilihan Indonesia menjadi medan perang mereka memang suatu hal yang konyol. Sedih dan miris juga saat melihat video pengakuan bom bunuh diri beberapa waktu lalu. Apakah sebenarnya kriteria dari perang suci itu, dan apakah Indonesia secara umum, khususnya Jakarta, kini sudah termasuk ke kriteria medan perang suci ini? Bagaimana doktrin perang suci dalam kelompok mereka? Apakah walau mereka sudah berpaham yang salah, masih adakah kewajiban kita sebagai sesama muslim untuk membela mereka, dan menutupi kesalahan mereka yang bersifat kriminal itu?

Sejatinya tak bisa dinafikan kehadiran beberapa kelompok sempalan yang radikal dan memiliki paham yang menyimpang. Saya pribadi pernah punya pengalaman buruk bersentuhan dengan apa yang namanya N11. Bukan bersentuhan secara langsung, namun mereka pernah mempengaruhi orang-orang dari kalangan dekat saya. So, saya yakin sekali bahwa kelompok sempalan memang nyata dan ada, termasuk JI ini yang sangat disayangkan membawa-bawa nama Islamiyah.

Dalam N11 sendiri, yang terpenting adalah terus ber-infaq, entah peduli darimana infaq itu berasal. Konon mencuri pun dihalalkan. Berbohong kepada orang tua boleh, ada pembaiatan kepada Imam, nikah cukup di depan sang Imam dll. Sholat pun tidak wajib, karena ini masih fase Mekkah, di mana sholat turun pada saat fase Madinah, setelah umat Islam hijrah ke Medinah.

Logikanya, andaikan sebuah apel yang bersih, namun letaknya di tempat sampah, maka layakkah apel tersebut dimakan? Sama artinya buat apa kita sholat dan menutup aurat, andaikan lingkungan sekitar kita masih kotor, alias belum ditegakkannya hukum Islam melalui negara Islam. Dan banyak lagi penyimpangan lain.

Di majalah Sabili pun pernah dibahas, bahwa N11 ini berujung pada salah satu pusat pendidikan Islam di kawasan Indramayu. Kampus megah, yang punya lapangan terbang dan dikomandani oleh PG, memang kuat sekali di mata sebagian orang kita. Tak ada yang berani mengusiknya, bahkan konon sebagian orang menganggapnya sebagai lambang kebangkitan Islam, lantas mengapa harus diruntuhkan. Apa pun alasannya, secara pribadi, rasanya hati ini begitu geram mendengar tentang gerakan sempalan yang hampir menghancurkan kehidupan orang yang kita kenal. Semoga tak ada lagi dari emreka yang mengusik ketenangan hidup kita dan orang-orang dekat kita.

Kalau tentang JI dan yang lain-lainnya, mungkin lebih parah lagi doktrinisasinya. Yang jelas keberadaan sempalan seperti itu tak lain dan tak bukan layaknya sebuah BRAIN WASHING. Di sini dituntut keloyalitasan para pengikutnya setelah dibaiat. Ini larinya ke masalah keyakinan. Dan kalau sudah sampai tahapan ke sana, yang namanya gugur pun sudah tidak masalah, apalagi mereka diyakini akan mendapatkan balasan surga nantinya. Siapa sih yang gak kepengen, masuk ke surga dengan jalan pintas?

Gak masalah kalau orang lain menganggap sesat, sekali yakin kepada sang imam berikut ajarannya berani mati siap mereka lakukan. Karenanya gak usah heran ketika para pelaku bom bunuh diri begitu tenang saat diwawancarai, karena mereka yakin seyakin-yakinnya dengan kebenaran tindakannya, dan gak peduli dengan omongan orang lain.

Keyakinan terhadap sesuatu memang memberikan kekuatan yang luar biasa kepada seseorang, bahkan di luar batas nalar kita. Keyakinan terhadap sesuatu yang membabi buta dapat mematikan logika berpikir kita. Dan ini dikenal dengan namanya taklid, padahal Islam sesungguhnya mengajak umatnya untuk selalu berpikir dan berpikir (Ulil Albab). Kalau sudah begini, bagaimana caranya mengembalikan seseorang ke jalan yang lempeng, sedangkan orang tersebut sudah sangat yakin jalan yang berbelok yang ditempuhnya itu adalah jalan lurus baginya.

Saya kadang kasian, orang-orang yang pernah saya kenal, dan masuk ke kelompok sempalan ini, adalah orang yang dulunya humble dan baik, namun latar belakang keagamaan di keluarganya kurang. Mereka punya niatan baik, belajar agama lantas jadi orang baik-baik, lalu masuk surga. Mereka pun mungkin ikhlas berjuang demi menegakkan agamanya. Namun apa lacur, ternyata ustadz atau teman alim yang pertama dikenalnya justru membawa mereka ke jalan yang bagi sebagian besar orang adalah jalan berbelok.

Meski begitu dia meyakini itu sebagai suatu kebenaran sembari berpegang pada hadits bahwa orang yang memegang teguh agamanya, di akhir zaman nanti akan layaknya memegang bara api. Sedemikian panas dan dibenci oleh orang sekitarnya. Entahlah, yang jelas kewajiban kita mengingatkan. Toh pada akhirnya kebenaran yang hakiki, dan siapa yang benar hanya Allah SWT yang tau.

Keyakinan memang memberikan kekuatan yang luar biasa dan nyata. Mereka yang dituding JI dan dalam pengejaran Densus 88 pun sejatinya tidak merasa takut, bahkan bisa terus tumbuh dan beraksi, karena keyakinan pada diri mereka itu yang memberikan power sedemikian kuatnya. Namun, apakah sesungguhnya mereka menempatkan power dari keyakinan itu pada tempat yang salah? Ataukah, kita biarkan saja, ketimbangkan mengingatkan dan mengembalikan mereka yang sudah melenceng, dengan alasan biarlah kebenaran yang hakiki dan siapa yang benar adalah hak Allah SWT untuk menentukan dan manusia tidak ada hak untuk men-judge-nya.

Mungkin buat kita yang orang kebanyakan, berhati-hatilah dalam memilih keyakinan mana yang diikuti. Belajar dan terus belajar juga menjadi kunci penting untuk mengoreksi apakah yang telah kita yakini saat ini adalah mainstream yang benar-benar mengikuti ajaran Rasullullah SAW serta memang dilakukan para ulama-ulama besar yang di-recognize secara umum.

Salah memilih, salah bertindak akhirnya akan rugi dua kali. Rugi di dunia dan rugi di akhirat (mungkin). Belajar dan terus belajarlah, karena hanya ilmu kita nantinya yang dapat menuntun kita memilih mana keyakinan yang sesungguhnya benar.
Mohon maaf apabila tidak berkenan. Ini hanyalah opini dangkal dari seorang hamba yang dhaif. Jangan diambil sarinya apabila memang itu bukan suatu kebenaran.

Wassalaam,

Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com

No comments: