Saturday, June 16, 2007

Pragmatis nan bokis (2)

Posted: 30 Maret 2007

Kalau ada masalah yang penting what to do, dan bagaimana solusinya? Kita perlu take and give di dalam dunia realita. Contoh nyata take and give yang paling bokis adalah Singapore dengan sifat kiasunya. Mereka mau menolong kalau memang ada untungnya buat mereka.
Sekarang gimana caranya kita sampai ke posisi tersebut, minimal bagaimana memperkuat posisi tawar kita. Apakah kita siap kalau tiba-tiba kita diembargo, ekstremnya, karena bertentangan dengan orang yang mau "membantu" kita? Berpikir pragmatis untuk cari selamat mungkin pilihan the best among the worst untuk saat ini.

Diembargo peralatan militer saja kita sudah megap-megap. Makanya Mas Amien pernah bilang agar kita "ngalah" dulu sebelum posisi kita kuat, karena kalau sampai kena embargo total, dan kita belum siap, akan menderita kita nantinya dan akan susah dicabutnya. Kalau kita masih terlalu banyak diambil, bukankah ada yang salah dalam diri kita dan itu harus dipertegas dan diperbaiki. Kalau sudah kuat barulah ganti kita yang mainkan.Filosofi memang harus ada, seperti Singapore punya jiwa Kiasu dan Jepang punya jiwa Sekai Ichi. Kita pun harus punya. Namun kini, filosofi itu tidak harus diterapkan secara tiba-tiba dengan mengorbankan diri kita untuk seseorang yang belum jelas memberikan bantuan ke kita. Mau kah anda mengorbankan diri anda untuk menyelamatkan teman anda? Kalau iya anda seorang martir, hanya saja kisah martir itu lebih banyak ada dalam dongeng 1001 malam.

Bersikap realistis dengan kenyataan yang ada, sambil terus memperkuat posisi dan membangun filosofi sendiri, yang bisa kita terapkan kalau kita kuat nanti. Selain dari faktor perkawanan karena sama-sama Islam, dan itu pun Islamnya beda, apalagi yang bisa diambil manfaatnya dari Iran untuk saat ini? Bukan berati saya mendukung AS, karena saya juga muak dengan mereka. Namun jangan sampai kita konyol nantinya. Jadi orang luar memang mudah kita berbicara, namun ketika di dalam sistem akan terbayang kondisi bangsa yang carut marut sementara kita tak tau bagaimana jalan keluarnya.

Then, kalau dipanjangkan ke konteks yang perorangan, mana yang lebih baik, dengan non muslim yang menguntungkan ataukah sesama muslim yang merugikan? Yang mana enaknya? Buat apa berteman dengan sesama muslim kalau dia malah "ngempesin" kantong kita, bukankah begitu ya kira-kira? Lantas apa bedanya dengan Iran yahh? Pemikiran dualisme dan idealisme kadang memang membingungkan. Apalagi kalau sudah disangkutpautkan dengan filosofi yang jauh lebih abstrak.

Wassalaam,

Papa Fariz
FS account: boedoetsg@yahoo.com
orangawamyanggakngertifilosofisme

No comments: