Posted: 17 Maret 2006
Assalaamu 'alaikum,
Ternyata perang argumen seputar polemik RUU APP sudah meluas di berbagai milis. Cek fresh news di Detik berikut ini yahh...
http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/03/tgl/17/time/062546/idnews/560293/idkanal/10
Kalau akhirnya RUU APP disahkan menjadi UU, itu memang sudah dikehendaki-Nya, dan kita sujud syukur bareng-bareng yukk...
Kalau akhirnya RUU tidak jadi diteruskan, mungkin memang belum waktunya buat masyarakat Indonesia saat ini, dan masih ada kalan
lain untuk mengawal pornografi di bumi nusantara...
BTW, minggu ini di koran The Strait Times (Singapore) sempat dimuat sebuah artikel mengenai Perda Pelacuran yang diterapkan di Tangerang.
Menurut beberapa pihak, Perda ini ditenggarai sebagai back door dari penerapan Syariah Law. Padahal Indonesia itu adalah negara yang memang
berpenduduk mayoritas Muslim namun dengan bangga menerapkan hukum sekuler. Perda ini disoal besar-besaran karena ada kasus "salah tangkap",
dimana seorang guru wanita yang pulang kemalaman ditangkap karena dicurigai sebagai PSK. Sialnya lagi, sang penangkap gak percaya dengan
pengakuannya sebagai bukan PSK. Lebih sial lagi, sang suami terlalu miskin untuk membayar denda hingga sang guru wanita yang sedang hamil
ini harus menikmati hidup di balik terali besi selama 8 hari.
Walikota Tangerang memang memberlakukan Perda ini, selain karena di Tangerang banyak "daerah garis merah", juga hendak membawa masyarakatnya
menuju masyarakat yang ber-"akhlakul karimah". Perempuan tidak boleh berkeliaran sendirian di atas jam 9 malam, apalagi sambil "nempel-nempel"
dengan lawan jenis yang bukan pasangan resminya. Namun memang tak bisa dipungkiri, bahwa Tangerang adalah daerah industri tua, yang gak jarang
mengharuskan karyawatinya pulang malam karena harus menjalani shift produksi malam. Beberapa pihak mendemo dan mem-blow up hal ini,
sekaligus mempertanyakan keabsahan Perda Pelacuran itu. Ada gak yang punya copy mengenai Perda ini?
Apakah salah kalau diterapkan peraturan yang membawa ke "akhlakul kharimah"? Para penentangnya selalu bilang urusan korupsi dulu, jangan
cawe-cawe ke urusan akhlak dan moral individu. Susahnya negeri kita. Kalau memang peraturannya bagus, namun penerapannya kurang bagus,
bukankah lebih baik disempurnakan penerapannya? Kan bisa diusahakan para Satpol yang me-razia bisa lebih santun dan selektif, tidak tebang habis
ke semua wanita yang berkeliaran di malam hari, tanpa harus mencabut Perda tersebut? Memang kalo asal tangkap, salah-salah bisa kena tuduhan
melanggar HAM, sebuah tuduhan yang "paling menyeramkan" saat ini di bumi pertiwi.
Well, daripada tidak ada sama sekali, memang lebih ada peraturan khusus seperti UU APP dan perda Pelacuran. Kalau memang belum sempurna,
ya harus disempurnakan, dan kalau memang perlu di revisi, ya silahkan direvisi. Kalau gak ada sama sekali, bisa kebablasan semuanya. Makanya
di masyarakat kita hidup pepatah, "Udah dikasih jantung, minta hati". Dulu majalah seksi yang beredar, cuma berani pakai swim suit. Tapi dasar,
mungkin karena handak menerapkan pepatah tersebut, akhirnya menjamurlah tabloid dan majalah super seksi seperti Exotica, Lipstic dll,
yang berpuncak pada keinginan menerbitkan majalah Playboy, yang di Singapore pun gak diijinkan untuk terbit. Ya gitu lah, apalagi kalo bukan
karena peluang bisnis. Sedikit demi sedikit masyarakat kita jadi OMES (Otak Mesum), akhirnya supply and demand untuk esek-esek pun
kian hari meningkat tajam. Sudah pada fitrahnya, kalau rangsangan seksual itu akan dituntaskan manusia dalam bentuk aktivitas seksual.
Makanya, jangan heran, kalo makin OMES, makin banyak bertaburan PSK, diskotek, dan bisnis esek-esek, yang disertai dengan meningkatnya
kasus pelecehan seksual di mana-mana. Ini juga karena awalnya kita mendapat sumber tentang esek-esek dari jalur yang salah. Ditambah lagi
rangsangan yang bertubi-tubi dari berbagai sumber dan berbagai arah...Ya sutra lah...
Ya gitulah, pada akhirnya, apapun alasannya, RUU APP dan sejenis Perda Pelacuran, menjadi tarik ulur dan ajang pertarungan antara
kaum hijau dan kaum pelangi. Dan sudah pasti, dan sudah menjadi masalah klasik di nusantara, terlalu banyak kepentingan yang cawe-cawe
di sini. Makanya menggolkan suatu aturan yang baik sangatlah sulit. Kalau sudah gol, menerapkannya pun sangatlah sulit. Lihat tuh untuk
pemberantasan korupsi, saya sampai gak hapal nama badan-badan pemberantasannya karena saking banyak. Namun penerapannya gak bisa
setegas-tegasnya, dan terpaksa tebang pilih, karena terlalu banyak kepentingan di situ. Salah-salah yang mau nyoba nebang malah ditebang
duluan, seperti Mas Khair, mantan auditor BPK, yang kini sudah hilang status ke-PNS-annya.
Ok, deh kerja lagi yuuk...
Wassalaam,
Papa Fariz
No comments:
Post a Comment