Posted: 26 Agustus 2007
Assalaamu 'alaikum,
Mengarungi samudera kehidupan, kita ini ibarat pengembara
Hidup adalah perjuangan, tak ada masa tuk berpangku tangan
Setiap tetes peluh dan darah, tak akan hilang ditelan masa
Segores luka di jalan Allah, adalah bukti pengorbanan
Allah tujuan kami, Rasulullah teladan kami
Al Qur'an pedoman hidup kami, jihad jalan juang kami
Mati di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi kami
Demikianlah nukilan puisi indah dari buku harian seorang anak Rohis SMA 35 yang menjadi tersangka penculikan Raisha. Penculikan high profile ini memang berakhir dengan mencengangkan dan di luar dugaan banyak orang.
Sebenarnya kasus culik-menculik, kini ibarat menjadi "biasa" di antara kita. Bayangkan, dalam 2 bulan terakhir, tercatat telah terjadi 14 kasus penculikan hanya di sekitar wilayah ibukota kita. Namun, ya itulah, suatu hal yang biasa pula buat kita, kalo korbannya orang kecil, maka tidak ada yang menoleh apalagi peduli.
Beda halnya dengan Raisha ini. Dia anak seorang pengusaha berdarah Arab yang juga salah satu Ketua HIPMI. Atasannya, sang ketua umum, konon adalah orang partai yang memerintah juga, hingga tak heran kalau orang nomor satu kita akhirnya angkat bicara tentang kasus ini. Memang bagus kasus Raisha bisa jadi momentum untuk menghabisi penculikan anak. Penculikan memang tak mengenak miskin or kaya, maka memang harus dituntasi sampai ke akarnya. Itu nilai positifnya.
Coba kalau yang diculik cuma anak seorang penjual obat di stasiun kereta, mana mungkin Pak Presiden bakal sampai heboh kayak gini. Tau kah anda, anak penjual obat ini sampai sekarang masih hilang tak tentu rimbanya. Ibunya pun kini sudah jadi gila memikirkan nasib sang anak. Tapi siapa yang peduli? Lapor polisi mungkin juga susah, karena udah jadi rahasia umum kalo lapor ke sana, lapor hilang ayam, malah sapi yang hilang.
Emang pak Polisi nyari ke sana-sini gak pake biaya gitu? Emang yang beliin bensin pak Polisi siapa yah? Wahh memang susah jadi "orang gak berada". Ibaratnya, "Ke Laut aja deh lo orang-orang miskin", mungkin gitu kali sang nasib mengusir mereka. Yang jelas, kalo bisa kaya, janganlah jadi miskin di nusantara. Susah banget urusannya nanti.
Kasus hilangnya Raisha ini memang tak terduga pada ujungnya. Siapa nyana seorang ustadz adalah otaknya? Sebagai eksekutornya, dia melibatkan seorang teman berikut para anak didikan ngajinya, yang sama-sama satu almamater dengannya. Alasan ekonomi karena terlibat hutang 150 juta menjadi dalihnya. Walau sang anak didik juga menyatakan bahwa apa yang dia lakukan adalah menjalankan "misi negara" sebagaimana yang diajarkan oleh sang ustadz otak kasus raksasa ini.
Kasus memprihatinkan yang melibatkan ustadz, mengingatkan lagi akan beberapa kasus terorisme ataupun kasus "dibunuhnya" 3 anak kandung istri seorang ustadz oleh ibu kandungnya sendiri di Bandung. Apa kata orang tentang hal ini. Belum hilang dalam ingatan kita, ketika beberapa ustadz kena getahnya, dijauhi dan dibenci oleh masyarakat bahkan konon ada pula yang diusir dari kampungnya, berkait dengan hembusan media akan hubungan terorisme dengan radikalisme agama. Sayang sekali kalau akhirnya karena nila setitik, maka akan rusak susu sebelanga.
Tapi tak bisa dipungkiri lagi, di antara kita memang berkembang banyak ajaran "menyempal", yang kadang mengatasnamakan pembentukan negara Islam, maka infaq ke arah sana terus digenjot. Siapakah mereka? Tentulah sebagian kita sudah tau. Mencuri sekalipun, dalam ajaran mereka, diperbolehkan untuk memenuhi kewajiban infaq sebagai tanggungannya. Berbohong, melawan orang tua, gak perlu sholat, itulah ajaran yang herannya ditaati oleh pengikutnya, walau kita gak perlu heran karena itu adalah buah hasil brain wahing dan loyalitas yang salah kaprah. Entah gimana para ulama kita akan menangani hal seperti ini, belum jelas konsepnya.
Tapi andaikan dibiarkan, nila yang setitik ini bukan cuma akan merusak susu sebelanga, tapi boleh jadi akan meluncur deras bak bola salju untuk merusak susu-susu di belanga-belangan lainnya. Ajaran sempalan sudah realita dan tak bisa ditampik keberadaannya. Lantas gimana solusinya. Adakah kaitannya radikalisme dengan faktor ekonomi juga? Yang jelas kini gak sedikit kelompok sempalan yang aktivitasnya meresahkan baik umat kebanyakan lainnya maupun gerakan Islam yang berada di rel yang benar. Di sinilah peran ulama untuk mengingatkan mereka.
Satu lagi yang perlu dicermati, barangkali ke depannya perlu ada semacam koperasi dan kartel untuk menolong mereka yang berprofesi ustadz, ataupun perlu adanya "pemerataan" rejeki para ustadz. Boleh jadi ini suatu usulan "konyol", namun bukankah sebagian ustadz juga bukan hanya mencari nilai akhirat, melainkan juga rejeki dunia?
Ada ustadz yang kaya dengan menjual konsep sedekah, ada ustadz yang kaya karena sekalian menata hati, sekalian pula berbisnis MLM. Lalu ada ustadz ganteng yang tebar pesona bagaikan seorang seleb. Ada pula dai sejuta umat yang doyannya naik Mercy melulu. Ada lagi yang jualan ngobatin orang via kambing yang harga "sedekahnya" jutaan rupiah.
Namun di sisi lain gak sedikit ustadz yang ekonominya kembang kempis. Jarang sekali mereka dipanggil sana sini, dan kalaupun dipanggil, rejekinya dikit banget gak seperti para ustadz seleb itu. Dipilihnya lah wirasawasta, sebagian ada yang sukses, dan sebagian gak. Pernah pula saya dengar, kisah mereka yang gak sukses, harus "pindah aliran" supaya dapat pertolongan. Kebalikannya, yang sukses, dengan alasan dibolehkan agama, senengnya menyunting dara-dara cantik untuk jadi istri keduanya, bukan janda-janda miskin yang lebih layak mereka tolong.
Gak tau deh, tapi inilah potret realita yang ada di kita semua. Barangkali selain pembenahan akhlak, penertiban ajaran sesat, perbaikan ekonomi umat juga menjadi anggota penting untuk membendung radikalisme salah arah dan nyelenehnya ajaran sebagaian ustadz. Andai ekonomi baik, pendidikan bagus, akhlak terbina dan mampu berpikir logis, bukankah nantinya kita semua akan tampak Smart bukan cuma di hadapan umat melainkan juga di hadapan Allah? Paling gak ke depannya, gak akan ada lagi fenomena janggal dan nyeleneh yang diatasnamakan jihad, seperti yang terjadi pada kasus Raisha dan juga teror-teror lainnya.
Hanya opini dari seorang hamba yang dhaif, malah kalau tak berkenan.
Wassalaam,
Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com
No comments:
Post a Comment