Sunday, October 28, 2007

Antri itu indah, tapi kenapa banyak dienggani?

Posted: 23 Agustus 2007

Assalaamu 'alaikum,

Malam itu di bulan lalu, karena sedikit kepengen santai dan ada sesuatu kepentingan, tidak seperti biasanya saya datang agak bergegas ke bandara Cengkareng untuk check in awal. Waktu itu ada 2 orang di depan saya, dan lagi asyik-asyiknya ber-antri ria gitu, tiba-tiba ada seseorang dari arah samping, seperti geraknya kepiting yang nyamping, mepet dan menyelinap ke barisan depan, sampai agak rebutan dengan orang di depan saya. Tampangnya bukan tampang dono, tapi dengan cueknya lagaknya seperti naif dan tak bersalah.

Bajigur nih orang, teriak saya dalam hati. Begitu enaknya dia nyelak giliran orang lain. Emang dikira dia doang yang mau cepat? Emang dikira dia doang yang kepengan dilayanin duluan. Dasar kagak ada otaknya. Bebek aja bisa antri, si bleguk ini emang otaknya lebih jelek dari bebek kali yah. Kalo emang ada keperluan mendesak, pastilah diijinin duluan oleh yang lain. Demikian trus umpat saya dalam hati. Tapi, ahhh, cincai aja. Orang gila macam ini gak perlu diladenin, boleh jadi dia nanti tambah gila dan kita ribut untuk hal yang gak penting, yang ngabisin energi dan waktu juga. Lagipula saat itu saya lagi gak terlalu terburu-buru dan tinggal 2 orang saja di depan saya. Toh, Bapak di depan yang hampir diselak juga terlihat pasrah walau main dorong-dorongan.

Hmm, gimana kalo sampeyan yang ngalamin diselak gitu? Apa yang ente lakukan? Langsung menegur bahkan menghardiknya, kalo perlu sampai ribut oke-oke aja, ataukah biarin aja karena beragam alasan seperti males rame, lagi gak buru-buru dll?Budaya mengantri ini gampang-gampang susah memang. Tapi janggal rasanya kalo untuk mengantri saja masak kita harus paksakan orang. Cuma repotnya kalo gak disuruh ngantri, begitu banyak orang yng gak tau diri untuk saling rebutan dan mau yang duluan.

Siapa sih yang ga pengen duluan. Waktu awal-awal tugas di Jakarta, saya sempat "kaget dan ngeri" dengan cara driver saya membawakan kendaraan. Weittt, slow down pak e, jangan ngotot gitu ngebawanya, pesan saya. Namun apa jawabnya? Wah Pak, saya orang jalanan Pak. Di sini susah, kalo kita terlalu baik dan ngalah kita yang "dimakan" orang, alias gak dikasih kesempatan. Udah gitu mobil belakangnya nge-klaksonin melulu. Jadi serba salah. Ya di Jakarta mah kalo bawa kendaraan harus FIGHT. Kagak ada istilah ngalah-ngalahan. Bisa-bisa sampenya sebulan lagi Pak, kata driver itu sambil nyengir.

Yahh, apa hendak mau dikata? Kondisinya kayak gitu. Semua pada mau cepat, semua pada nyelak, semua gak mau antri. Naik busa dan naik kereta aja pada saling dorong-mendorong. Padahal kalau antri itu kan indah. Semuanya tertib dan semuanya kebagian. Lagipula dengan antri kita sama dengan menghormati orang lain. Orang yang datang duluan berhak dilayani duluan, karena memang itu sudah haknya dan sudah selayaknya.

Gak adil kan, orang yang datang belakangan tiba-tiba maunya dilayani duluan atau duduk paling depan? Emang siapa lu? Kok seenak udelnya minta diperlakukan secara istimewa? Gak mau antri juga merupakan perwujudan dari sikap egois dan gak dipake otaknya dengan gak peduli terhadap keberadaan dan kepentingan orang lain. Sesungguhnya ini berkaitan dengan sikap ke-Timur-an kita.

Sebenarnya apa sih akar permasalahan orang pada gak mau antri? Apakah karena semuanya sibuk mau buru-buru? He he sapa yang bilang kita semua di Jakarta sampe segitu sibuknya hingga harus nyelak antrian? Apakah itu karena kita gak punya planning dan sekali lagi egoistik, serta gak peduli dengan keberadaan orang lain? Barangkali jawabnya iya? Apakah antri itu bisa diartikan tidak adanya trusthy satu sama lain hingga saling curiga bahwa orang lain akan mengambil jatah dan hak kita? Jawabnya mungkin saja begitu. Saling curiga boleh-boleh saja, tapi kalau selalu memandang buruk orang, maka artinya kita tidak positif thinking dan ini yang bikin kita susah maju, demikian petuah seorang ustadz muda yang juga sobatku di sini.

Adakah penyelesaian untuk masalah antri begini? Jawabnya pasti ada. IMHO, kalo digarisbesarkan ada 2 jadinya. Yang satu dengan "harsh punishment" atau sangsi moral buat pelanggarnya. Biar mereka kapok dan malu sekalian. Orang muka tembok kadang memang gak perlu dikasih hati. Cara yang kedua, dengan melalui pendidikan. Orang yang pendidikannya baik, maka berpikirnya lebih santun, dan semakin tinggi pendidikannya, maka cara berpikir dan bertingkah lakunya akan lebih teratur dan gak serampangan. Kalo pendidikannya tinggi, tapi masih juga sewenang-wenang, berarti ada yang salah di sistem pendidikannya itu ataupun orang ybs sakit jiwa.

Ada juga melalui pendidikan via masa kanak-kanak. Saya terkesan dengan satu prinsip yang ditanamkan orang Jepun sejak mereka masih kanak-kanak. Prinsip itu sederhana seali, yakni: "Meiwaku kakenai you ni". Maksudnya "jangan membuat susah orang lain". Walau sederhana ternyata implementasinya luas, termasuk di dalam hal antri-mengantri.

Nyelak antrian itu berarti membuat orang lain gak suka. Kita sendiri gak mau kan diselak? Kalau gak mau diselak ya jangan nyelak lah. Pikirkan kita ada di posisi si korban, tentu kita akan enggan melakukan perbuatan kurang layak itu. Tentu kita jadi gak akan menyusahkan orang lain. Ini ditanamkan semenjak kecil, makanya lumayan si Japs itu kalo ngantri teratur, buang sampah pada tempatnya, bertingkah gak seenak udelnya. Karena kalau dia sewenang-wenang berarti dia juga bikin susah orang lain.

Hmm, antri memang kelihatannya sebuah masalah kecil, yang umum dan biasa. Namun sesungguhnya kandungan dan maknanya besar. Antri bisa dibilang gambaran sikap dan pola pikir orang yang bersangkutan, kecuali, kalau boleh dijadikan excuse, kondisi memang memaksa kita berbuat lain. Antri itu indah, dengan antri semua kebagian, dengan antri gak ada orang yang disusahkan, dengan antri kita semua jadi happy, dengan antri, orang mendapatkan keadilan karena mendapatan sesuai haknya, yakni kalau mau dilayani duluan, ya datang duluan. Meski sudah tau "kehebatan dan keindahan budaya antri, lantas kenapa sih kita ini masih susah dan enggan antri? TANYA KENAPA.

Malu dong sama bebek dan gembalaan kambing/sapi. Mereka kalo nyebrang jalan aja pada antri kok. Kita yang manusia harusnya lebih baik dari merea, kecuali kalo mau dikatain bebek sakit jiwa. Antri indah, lantas mengapa dienggani? Adakah anda memang sesungguhnya "sakit jiwa" dan sudah putus urat malunya hingga gak mau antri? Silahkan tanya kepada diri ente sendiri dan ingatkan teman yang gak mau ikut budaya antri.

Wassalaam,

Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com

No comments: