Posted: 18 Juni 2007
Assalaamu 'alaikum,
http://www.youtube.com/watch?v=IJpkFj-YBSY
Saat-saat mengharukan di mana Taufik Hidayat mempersembahkan medali emas kepada bangsa Indonesia dalam Olimpiade 2004.
Taufik meski angin-anginan, memang memiliki talenta yang membuatnya cukup layak disebut sebagai salah satu legenda bulutangkis. Semua kejuaraaan, seperti Olimpiade, Piala Dunia, Piala Asia, Asian Games etc telah dimenanginya. Hanya satu yang belum sempat diraihnya, yakni justru kejuaran paling bergengsi, All England. Kelebihan smash backhand-nya memang unik dan sulit ditandingi pemain lainnya.
Sayangnya momen bersejarah di Athena 2004 tersebut tidak dapat disaksikan secara langsung oleh bangsa Indonesia? Why? Karena tidak ada satu pun stasiun TV biasa yang menyiarkannya. Pertandingan tersebut hanya dapat dinikmati di IndoVision, dimana hanya sebagian kecil bangsa kita yang register ke TV satelit ini. Alasan tidak disiarkan, apalagi kalau bukan urusan bisnis.
Olimpiade bagi kita memang tidak se-glamour Piala Dunia ataupun Piala Eropa. Apalagi hampir bisa dipastikan mayoritas atlet kita bakal keok saat berlaga. Then, CMIIW, hak siarnya harus dibeli secara keseluruhan, termasuk untuk cabang-cabang yang kurang populer. Andaikan hak siar yang mahal itu diraih, namun diperkirakan pemirsanya hanya sedikit, yang berkibat pada kurangnya pemasukan iklan, maka untuk apa disiarkan? Bisnis adalah bisnis, siapa sih yang mau merugi dalam berbisnis? Peduli apa dengan nasionalisme etc. Mungkin begitu pikiran para pelaku bisnis, sehingga akhirnya momen emas itu terlewatkan pemirsa.
Di Singapore, dan juga Jepang, Olimpiade, tetap disiarkan di TV biasa yang bisa diakses gratis oleh seluruh rakyatnya. Umumnya yang disiarkan hanyalah pertandingan pilihan, yakni ketika atlet negeri mereka bertanding ataupun laga bergengsi dengan atlet ternama, seperti final 100 m putra dll. Masih ingat dulu, di saat naik bus, saya menyaksikan match QF bulutangkis antara Ronald Susilo, atlet Singapore kelahiran Indonesia, melawan Boonsak dari Thailand.
Maunya mendukung Ronald sih, tapi kalo denger komentar komentator plus hebohnya Ronald mengalahkan Lin Dan di babak sebelumnya, malah timbul rasa sebel. Pas Ronald kalah, hampir aja di bus teriak syukurin lo, rasain lo, tapi weww, untung masih bisa menahan diri. Gimana pun jiran ini kan negeriku juga.
Namun di situlah bedanya, kenapa Singapore yang lebih "ber-otak bisnis", dan bela-belain menyiarkan laga Olimpiade? Apakah stasiun TV sini sudah berhitung bahwa mereka dapat untung dengan meraup banyak pemirsa dari siaran Olimpiade? Lantas mengapa perhitungannya lain di sana? Apakah se-simpel itu bidding hak siar Olimpiade dimenangkan oleh Indo Visison? Rasanya gak juga, itu kan tergantung niat. Buktinya para stasiun TV selalu berebut hak siar siaran bola.
Whatever laaaahh, namun ada satu yang bikin prihatin, andaikan bicara tentang bulutangkis kita. Dulu kita punya banyak pemain legendaris. Di bagian putra ada Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk, Lius Pongoh, Iie Sumirat, Tjuntjun/Johan. Christian/Ade dll yang terlalu banyak untuk disebutkan. Bahkan di bagian putri pun kita sempat berjaya melalui Susi Susanti, Ivanna Lie, Imelda, Minarti dll.
Namun kini rasanya selain Taufik, tidak ada lagi atlet kita yang prestasinya menonjol. Dulu Piala Thomas sudah jadi langganan kita, bahkan Uber Cup pun sempat kita raih. Namun kini lain kondisinya. Gaung bulutangkis benar-benar heboh dulu. Saya pun gak jarang menonton langsung ke Istora Senayan, ataupun deg-degan memirsa di depan TV. Media massa sibuk mengulas tentang badminton, dan prestasi atlet kita. Namun kini semuanya sunyi senyap.
Badminton memang hilang kebingarannya seiring dengan meredupnya prestasi atlet kita. Yang patut dipertanyakan, apakah atlet kita yang anjlok prestasinya, ataukah negeri lain yang meningkat prestasinya? Adakah yang salah dalam pembinaan dan regenerasi sehingga kita mengalami kemunduran yang fatal di dunia perbulutangkisan? Di bagian putra pun, selepas Taufik tidak ada lagi figur atlet kharismatis dari negeri kita.
Bagaimana pun memang patut disayangkan, karena badminton ini adalah THE ONLY ONE, alias satu-satunya cabang olahraga di mana kita masih mungkin dan mampu berprestasi di tingkat dunia. Untuk sepakbola yang begitu populer, prestasi kita sama sekali tidak bisa diharapkan. Wong untuk tingkat ASEAN saja kita bisa keok oleh Singapore yang penduduknya cuma 3 juta. Kalau bulutangkis sudah lepas dari genggaman kita, adakah cabang lain yang bisa dibanggakan dan diharapkan mencetak prestasi dunia.
Menyedihkan, mengenaskan dan sangat disayangkan andaikan satu-satunya kebanggaan kita harus rela kita lepaskan. Tapi adakah yang peduli dengan hal ini? Kenapa kita repot-repot harus ngurusin olahraga dan bukan bersibuk membenahi ekonomi? Wah ndak tau deh, beda orang beda sudut pandang kali yee, mungkin itu jawaban atas perbedaan pemikiran. Hanya saja hati ini merasa senang tapi sekaligus sedih mana kala mengingat masa-masa jaya dulu, masa-masa dimana para pebulu tangkis legendaris kita mempersembahkan kebanggaan tingkat dunia yang amat sangat jarang kita nikmati, meski ini hanyalah dari dunia olahraga saja.
Bagaimana menurut anda? Kalau saya pribadi, ingin rasanya menikmati kembali euphoria masa lalu itu, walau gak tau gimana caranya biar bisa menikmati hal itu lagi. Dimana-mana yang namanya masa jaya memang meninabobokan. Kenangannya saja tetap terasa manis untuk dinikmati sepanjang masa.
Wassalaam,
Papa Fariz
Assalaamu 'alaikum,
http://www.youtube.com/watch?v=IJpkFj-YBSY
Saat-saat mengharukan di mana Taufik Hidayat mempersembahkan medali emas kepada bangsa Indonesia dalam Olimpiade 2004.
Taufik meski angin-anginan, memang memiliki talenta yang membuatnya cukup layak disebut sebagai salah satu legenda bulutangkis. Semua kejuaraaan, seperti Olimpiade, Piala Dunia, Piala Asia, Asian Games etc telah dimenanginya. Hanya satu yang belum sempat diraihnya, yakni justru kejuaran paling bergengsi, All England. Kelebihan smash backhand-nya memang unik dan sulit ditandingi pemain lainnya.
Sayangnya momen bersejarah di Athena 2004 tersebut tidak dapat disaksikan secara langsung oleh bangsa Indonesia? Why? Karena tidak ada satu pun stasiun TV biasa yang menyiarkannya. Pertandingan tersebut hanya dapat dinikmati di IndoVision, dimana hanya sebagian kecil bangsa kita yang register ke TV satelit ini. Alasan tidak disiarkan, apalagi kalau bukan urusan bisnis.
Olimpiade bagi kita memang tidak se-glamour Piala Dunia ataupun Piala Eropa. Apalagi hampir bisa dipastikan mayoritas atlet kita bakal keok saat berlaga. Then, CMIIW, hak siarnya harus dibeli secara keseluruhan, termasuk untuk cabang-cabang yang kurang populer. Andaikan hak siar yang mahal itu diraih, namun diperkirakan pemirsanya hanya sedikit, yang berkibat pada kurangnya pemasukan iklan, maka untuk apa disiarkan? Bisnis adalah bisnis, siapa sih yang mau merugi dalam berbisnis? Peduli apa dengan nasionalisme etc. Mungkin begitu pikiran para pelaku bisnis, sehingga akhirnya momen emas itu terlewatkan pemirsa.
Di Singapore, dan juga Jepang, Olimpiade, tetap disiarkan di TV biasa yang bisa diakses gratis oleh seluruh rakyatnya. Umumnya yang disiarkan hanyalah pertandingan pilihan, yakni ketika atlet negeri mereka bertanding ataupun laga bergengsi dengan atlet ternama, seperti final 100 m putra dll. Masih ingat dulu, di saat naik bus, saya menyaksikan match QF bulutangkis antara Ronald Susilo, atlet Singapore kelahiran Indonesia, melawan Boonsak dari Thailand.
Maunya mendukung Ronald sih, tapi kalo denger komentar komentator plus hebohnya Ronald mengalahkan Lin Dan di babak sebelumnya, malah timbul rasa sebel. Pas Ronald kalah, hampir aja di bus teriak syukurin lo, rasain lo, tapi weww, untung masih bisa menahan diri. Gimana pun jiran ini kan negeriku juga.
Namun di situlah bedanya, kenapa Singapore yang lebih "ber-otak bisnis", dan bela-belain menyiarkan laga Olimpiade? Apakah stasiun TV sini sudah berhitung bahwa mereka dapat untung dengan meraup banyak pemirsa dari siaran Olimpiade? Lantas mengapa perhitungannya lain di sana? Apakah se-simpel itu bidding hak siar Olimpiade dimenangkan oleh Indo Visison? Rasanya gak juga, itu kan tergantung niat. Buktinya para stasiun TV selalu berebut hak siar siaran bola.
Whatever laaaahh, namun ada satu yang bikin prihatin, andaikan bicara tentang bulutangkis kita. Dulu kita punya banyak pemain legendaris. Di bagian putra ada Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk, Lius Pongoh, Iie Sumirat, Tjuntjun/Johan. Christian/Ade dll yang terlalu banyak untuk disebutkan. Bahkan di bagian putri pun kita sempat berjaya melalui Susi Susanti, Ivanna Lie, Imelda, Minarti dll.
Namun kini rasanya selain Taufik, tidak ada lagi atlet kita yang prestasinya menonjol. Dulu Piala Thomas sudah jadi langganan kita, bahkan Uber Cup pun sempat kita raih. Namun kini lain kondisinya. Gaung bulutangkis benar-benar heboh dulu. Saya pun gak jarang menonton langsung ke Istora Senayan, ataupun deg-degan memirsa di depan TV. Media massa sibuk mengulas tentang badminton, dan prestasi atlet kita. Namun kini semuanya sunyi senyap.
Badminton memang hilang kebingarannya seiring dengan meredupnya prestasi atlet kita. Yang patut dipertanyakan, apakah atlet kita yang anjlok prestasinya, ataukah negeri lain yang meningkat prestasinya? Adakah yang salah dalam pembinaan dan regenerasi sehingga kita mengalami kemunduran yang fatal di dunia perbulutangkisan? Di bagian putra pun, selepas Taufik tidak ada lagi figur atlet kharismatis dari negeri kita.
Bagaimana pun memang patut disayangkan, karena badminton ini adalah THE ONLY ONE, alias satu-satunya cabang olahraga di mana kita masih mungkin dan mampu berprestasi di tingkat dunia. Untuk sepakbola yang begitu populer, prestasi kita sama sekali tidak bisa diharapkan. Wong untuk tingkat ASEAN saja kita bisa keok oleh Singapore yang penduduknya cuma 3 juta. Kalau bulutangkis sudah lepas dari genggaman kita, adakah cabang lain yang bisa dibanggakan dan diharapkan mencetak prestasi dunia.
Menyedihkan, mengenaskan dan sangat disayangkan andaikan satu-satunya kebanggaan kita harus rela kita lepaskan. Tapi adakah yang peduli dengan hal ini? Kenapa kita repot-repot harus ngurusin olahraga dan bukan bersibuk membenahi ekonomi? Wah ndak tau deh, beda orang beda sudut pandang kali yee, mungkin itu jawaban atas perbedaan pemikiran. Hanya saja hati ini merasa senang tapi sekaligus sedih mana kala mengingat masa-masa jaya dulu, masa-masa dimana para pebulu tangkis legendaris kita mempersembahkan kebanggaan tingkat dunia yang amat sangat jarang kita nikmati, meski ini hanyalah dari dunia olahraga saja.
Bagaimana menurut anda? Kalau saya pribadi, ingin rasanya menikmati kembali euphoria masa lalu itu, walau gak tau gimana caranya biar bisa menikmati hal itu lagi. Dimana-mana yang namanya masa jaya memang meninabobokan. Kenangannya saja tetap terasa manis untuk dinikmati sepanjang masa.
Wassalaam,
Papa Fariz
Web blog: http://papafariz.blogspot.com/
1 comment:
kebanggaan sebagai orang/bangsa indo atau lainnya memang harus dimulai dari yang terkecil sekalipun. Bangsa yang bisa menghargai kebanggaannya bangsa yang besar...
thanks for sharing "badminton" thing. really good insights. :)
Post a Comment