Monday, January 11, 2010

Horor dan selingkuh yang kian kita gemari

Posted: 11 Oktober 2007

Assalaamu 'alaikum,

Saban berkunjung ke pulau tetangga, kalau ada waktu biasanya saya menyempatkan diri untuk menonton Nomat (Nonton Hemat) yang cuma 15 ribu perak. Lumayan, hiburan yang Mumer. Namun Senin lalu, alangkah kecewanya, saat datang ternyata 4 film yang ditawarkan semua adalah film horror. 3 di antaranya film nusantara. Gak sreg aja rasanya dengan film takhayul dan kurafat. Terlalu banyak khayalannya dan gak bagus buat kepribadian, walau anehnya justru film kelas tempe gini yang menjamur di Indonesia. Kemarin jalan-jalan ke Geylang Serai dan Joo Chiat, di salah satu sudut dipampangkan iklan film Suster Ngesot. Suster Ngesot come to Chathay Cineplex on 12 October 2007. Halah, ada-ada aja.

Tengoklah daftar judul berikut ini: Jalangkung 1-2-3, Kuntilanak 1-2, Lawang Sewu, Suster Ngesot, Sundel Bolong, Terowongan Casablanca, Mirror, Bangsal 13, Hantu Jeruk Purut, Pocong 1-2 dll. Gilee, dalam hitungan bulan, sudah "berjuta-juta hantu" yang bergentayangan meracuni para penonton baik melalui layar putih maupun layar kaca. Film bagus sekelas Nagabonar jadi 2, malah kalah pamor oleh film kacangan kayak gini. Katanya sih emang lagi gitu nge-trend-nya. Dulu kan zamannya film cemen nan mellow, yang dipelopori oleh Ada Apa Dengan Cinta. Kini dah jamannya horror dan mistik-mistikan.

Herannya lagi kenapa masyarakat pada doyan tema ancur-ancuran begini? Apakah level pemikiran sebagian besar dari kita cuma sampai selevel gitu? Ataukah ini pertanda masyarakat lagi sakit dan stress hingga butuh pelarian ke hal-hal kacangan begitu? Anehnya kok film-film ngawur gini bisa yah lolos tayang? Kenapa yang namanya Badan Sensor Film? Apakah mereka takut gak dianggap demokratis karena mencekal tayangan yang gak bagus buat kepribadian kita? Walau sebenarnya perlu dicari batasan tegas mana yang baik dan yang gak, biar gak berpolemik. Jeleknya nasehat para ulama di MUI juga udah terlalu banyak dicuekin.

Jangan tanyakan kepada para produsernya untuk mempertimbangkan hal moral dan akhlak dalam pembuatan film begituan, apalagi tentang hal tanggung jawab sosial, ataupun pertanggungjawabannya nanti kepada Ilahi kelak di akhirat apabila produknya memang "merusak akhlak masyarakat". Mereka gak akan peduli, sebab buat mereka yang terpenting adalah duit, duit dan duit. Duit adalah segala-galanya, dan mereka membuatnya menyesuaikan dengan selera pasar. Kalau menghasilkan duit banyak, persetan dengan yang namanya akhlak, moral dan tanggung jawab sosial. Hal ini berlaku bukan cuma pada tayangan mistik, tapi juga pada tayangan lain yang berpotensi merusak akhlak dan moral rakyat. Lagi pula, ini dah jaman reformasi dan demokrasi, so atas nama seni, gak ada yang boleh dilarang meskipun itu mungkin lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Nah lho, jadi tambah ribet kan?

Ada satu hal lain lagi yang bikin saya cukup miris dan bertanya-tanya. Kenapa yah orang kita itu demen lagu bertema "Selingkuh"? Kalo tiap hari ngederin kayak gini dan malah lagu itu jadi populer, bukankah secara gak langsung berarti Budaya Selingkuh akan jadi biasa dan diterima di masyarakat? Konon katanya, memang yang namanya selingkuh udah bukan barang baru dan tabu di pergaulan kaum jetset dan hedonis terutama di masyarakat perkotaan. Kalau dah gini jangan tanya deh mereka pada takut Tuhan atau gak. Jawabnya ya dah pasti gak, malah boleh jadi mereka bilang, Siapa tuh Tuhan, emangnya gue pikirin. Apakah lagu-lagu Selingkuh itu yang ikut meracuni pemikiran masyarakat? Boleh jadi malah harus dibaca sebaliknya, bahwa lagu itu memang menggambarkan fenomena yang ada di masyarakat. Nah lho, pak ustadz, piye toh. Apakah pencipta dan penyanyi lagi itu perduli dengan moral dll? Yah jawabannya sama dengan kasus film mistik, yang penting kan duit, duit dan duit.

Simak deh kutipan syair di bawah ini:

Kekasih Gelapku-nya Ungu
Ku mencintaimu lebih dari apapun, meskipun tiada satu orang pun yang tau
Ku mencintaimu sedalam-dalam hatiku, meskipun engkau hanya kekasih gelapku

Selingkuh-nya Kangen Band
Tapi kamu kok selingkuh

Ketauan-nya Matta Band
Oo oo kamu ketauan pacaran lagi dengan si dia teman baikku

Jadikan Aku Yang Kedua-nya Astrid
Jadikan aku yang kedua, buatlah diriku bahagia
Meskipun engkau tak kan pernah kumiliki selamanya

TTM-nya Ratu
Cukuplah sudah berteman denganku, janganlah kau meminta lebih
Aku memang mencintamu, tapi aku ada yang punya
Kita berteman saja teman tapi mesra

Sephia-nya SO7
Selamat tidur kekasih gelapku, selamat jalan kasih tak terungkap
Kekasih sejatimu tak kan pernah sanggup meninggalkanmu

Dll.

Kenapa yah pada doyan tema SELINGKUH? Tanya Kenapa. Wah kalo mempolemikkan, biasanya malah "diserang balik", masak hal remeh temeh gini aja diurusin, namanya juga hiburan, apa gak ada hal lain yang diurusin? MUI sekali pun andaikan menghimbau minimalisasi tayangan dan berita yang kurang baik dari segi agama, biasanya hasilnya dicuekin, bahkan gak jarang dicibir, urusin noh masalah yang gede-gede kayak KKN, jangan kayak gini yang diurusin duluan. Yahh, masalahnya kalau mau nuntasin KKN di nusantara, sampai kiamat pun gak akan selesai. Kalau gak sambil jalan, melainkan menunggu penuntasan masalah KKN, tentulah gak ada yang bisa mereka lakukan karena KKN di kita hampir musykil dilenyapkan. Terbukti seorang Ketua KY yang harusnya mengawasi korupsi dan mafia hakim, malah ikut-ikutan Korupsi. Pihak akademisi yang harusnya bersih pun ikut-ikutan korupsi, yakni Pak Syamsul Bahri, menyusul Pak Nazaruddin Syamsudin. Jadi kalo nunggu KKN selesai, ya perbaikan di bidang lain gak bakal jalan.

Au deh gelap. Jadinya mbulet. Reformasi memang memberikan satu anugerah bagus, yang namanya kebebasan. Tapi kalau kebebasan itu gak dikontrol. akhirnya semua serba boleh. Film horrod dan lagu Selingkuh mungkin masih dalam taraf moderate. Tahun lalu sebelum kontroversi RUU-APP, yang entah kenapa hilang begitu saja dan cuma bikin "capek" berpolemik dan mempersiapkan, saat itu begitu banyak koran kuning yang bertebaran dengan foto-foto syurr sangat mengundang. Sebut saja Lipstick, Eksotika dll. Tentu saja, kita yang senang dengan "penuntasan simbolik" dengan mudahnya menghancurkan hal terang-terang yang secara fisik dianggap merusak. Tapi ketika yang merusak itu adalah berbentuk abstrak yakni nilai, semangat dan pemikiran dari isi (content) suatu benda atau tayangan, semuanya gak ada yang peduli. Entah karena level pemikiran kita masih gak nyampe untuk mengerti bahwa itu berpotensi merusak ataukah takut dibilang melanggar kebebasan.

Yang repotnya, kalau sibuk "ngurusin akhlak dan moral" malah lagi-lagi dicibir sok jadi pahlawan moral dan akhlak. Boleh jadi dikatain dengan memakai kata-kata dari lagu Iwan Fals, Urus Saja Moralmu Sendiri dan Jangan Urus Moral Kami. Urusan moral sudah merasuki ranah pribadi, jadi gak boleh ada yang mengacak-acak dengan alasan apa pun, karena hal itu bertentangan dengan semangat demokrasi dan kebebasan. Hmm, orang ber-telanjang ria juga hak pribadi yang bersangkutan. Tapi kan kalo dia telanjang di depanmu, apakah kebebasan pribadi yang ditonjolkan terlebih dahulu? Bukankah kebebasan seseorang berakhir ketika memasuki ranah kebebasan orang lain? Tapi yah namanya jalan ke neraka memang nikmat, apa boleh buat? Wah udahlah, polemik beginian gak akan selesai, dan "malunya" lagi tiba-tiba kita dibilang sok jadi pahlawan moral. Tapi kalo moral dan akhlak gak dikasih rambu, apa jadinya nanti yah? APA KATA DUNIA nanti?

Wassalaam,

Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com

No comments: