Sunday, January 10, 2010

Pinter-pasif vs Aktif-supel, garis tangan vs campur tangan

Posted: 10 Oktober 2007

Assalaamu 'alaikum,

Kemarin ngobrol-ngobrol dengan klien, cerita tentang pengalaman masa sekolah dulu, ternyata ada satu fenomena, yang kebetulan atau gak, acap kali terjadi di beberapa tempat. Kisahnya, dulu dia punya teman sekolah yang pinternya luar biasa. Si kutu buku nan lang ling lung. Bintang sekolahnya ini masuk ke univeritas top di Malang, dan konon katanya juga jadi outstanding student di situ.

Tapi kini? Ternyata jagoan cerdas ini hanya menjadi pengajar di bimbel-bimbel yang kita semua tau kebanyakan gajinya gak seberapa. Dan ini, kasiannya jadi gunjingan beberapa teman lamanya, terutama di kala kongkouw-kongkouw sambil bernostalgia. Kata klien saya lagi, temannya itu selain super pinter tapi juga super pendiem. Kalo gak "diketok", lagi meeting juga gak mau ngomong.

Tapi ada lagi teman lain yang dijuluki si Komar. Selain tampangnya mirip Komar, sang pelawak yang merangkap da'i, orangnya memang kocak, supel dan sok Pede. Meski di SMA nilainya ngepas , doi bisa masuk juga ke universitas. Kini si Komar punya banyak perusahaan, bahkan isterinya pun ikut mengembangkan sayap bisnisnya. Si Komar yang kocak itu secara duniawi bergelimang harta, dan sukses dikenal di sana-sini.

Bukan sekali ini saja, saya dengar kisah sejenis. Agaknya gak selamanya sosok pintar lang ling lung sudah pasti sukses di kehidupan dan kariernya. Malah justru sosok yang Pede dan inovatif serta pandai berinteraksi malah yang justru lebih tampil berani, cekatan serta gesit dalam karier dan kehidupannya. Saya jadi ingat dengan sesosok junior saya saat kuliah di negeri utara dulu. Orangnya rada-rada okem, kocak dan Pede, serta banyak temannya. Lucunya dia lebih cepat dapat kerja dibandingkan junior lain yang majime (serius) orangnya. Padahal nilainya gak bagus-bagus amat.

Iseng-iseng saya tanya resepnya. Apa jawabnya? Di Jepang yang terpenting adalah bukan seseorang itu pinat dan dinilai dari IPK-nya saja belaka. Pintar itu bisa dibentuk, apalagi ketika kita masuk dunia kerja. Di situ kita sebagai orang dewasa akan mengerti sendiri tanggung jawab kita dan melakoninya dengan sungguh-sungguh, Dengan kata lain, pintar itu bisa dipelajari, apalagi kalau kita sudah fokus ke satu bidang seperti di pekerjaan. Pintar belaka paling cuma kepake kalau dia kerja di labolatorium, lembaga penelitian.

Yang lebih penting adalah bisa gak orang itu untuk berkembang ke depannya, serta berinteraksi dan bekerja sama dalam satu tim untuk memajukan perusahaan. Kalau memang secara kepribadian dan psikologis dia berkembang, maka dia lebih dibutuhkan oleh perusahaan. Case by case sih dan tergantung jenis bidang yang digelutinya. Gak usah heran, untuk cari kerja, terutama di Jepang, yang paling penting adalah sesi wawancara. Dari sini HRD perusahaan tersebut secara langsung menilai pakah orang yang bersangkutan cocok dan memang yang dicari atau gak oleh mereka.

Suatu kejadian yang berulang kali terjadi di beragam tempat. Masih mungkinkah disebut kebetulan? Dan memang sebagian realita menampilkan fakta bahwa pintar belaka memang tak cukup. Tapi perlu kegesitan dan kecekatan. Gak heran orang yang super pinter tapi pasif justru malah dibilang kurang sukses dibandingkan mereka yang aktif dan berani. Sama halnya dengan pameo di bisnis. Orang pintar susah berbisnis, karena berhitung terlalu njlimet akibatnya kakinya gak mulai terjun mencoba dunia pertaruhan itu. Padahal bisnis, selain perencanaan, juga dibutuhkan "kenekatan", dalam artian berani mengambil keputusan, dan berhitung dilakukan sambil jalan.

Gak tau yah fenomena di atas itu apakah cuma kebetulan, ataukah memang fakta yang banyak terjadi. Bukan bermaksud mencampuri hidup seseorang, namun apakah hal seperti ini adalah garis tangan ataukah campur tangan. Garis tangan dalam artian sudah takdir dari sana-nya, orang ybs itu lucky atau gak lucky. Ekstremnya seperti kisah Donal Bebek dan Untung Bebek. Ataukah itu adalah campur tangan, dalam artian tergantung kepada usaha ybs sekali pun mungkin secara potensi dia agak kesulitan dan di posisi kurang bagus.

Whatever lah, kewajiban manusia memang pada akhirnya berupaya yang terbaik dan harus menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah SWT. Itulah yang namanya konsep tawakkal, yakni berusaha dulu baru berserah diri, bukan belum apa-apa sudah ngomong itu adalah takdir. Mau dia pinter-pasif atau aktif-supel, yang jelas tiap orang punya garis tangannya masing-masing. Allah SWT memang punya rencana bagi tiap makhluk-Nya. Tinggal gimana kitanya mau disayang atau gak oleh-Nya. Kalau mau disayang ya harus mendekatlah. Sayangnya juga di zaman matre abis begini, tolak ukur kesuksesan seseorang sering dilihat hanyalah dari materi-nya belaka. Memang sih cuma ini yang keliatan. Tapi kalo materi banyak tapi gak kaya, piye toh? Wahh, lagi-lagi ini mah pilihan. Hidup kan pilihan dan tiap pilihan ada resikonya masing-masing.

BTW, ada yang pernah ngalamin fenomena sejenis di atas, yakni fenomena pinter-pasif vs aktif-supel?

Wassalaam,

Papa Fariz
Web Blog: http://papafariz.blogspot.com
FS Account: boedoetsg@hotmail.com

No comments: