Sunday, January 10, 2010

Presiden Cemen dan Kata Dunia 2

Posted: 5 Oktober 2007

Assalaamu 'alaikum,

Insya Allah nangkep apa yang hendak disampaikan Mas Eddy. Maklum sama-sama wong Jawi.
Dan wong Jawi dalam bicara atau nulis itu gak selalu pakai "pisau satu", tapi bisa juga "pisau dua". Dalam artian gerak pelurunya gak selalu linear, bisa jadi carp, eksponensial dll, sehingga sasaran sesungguhnya gak selalu yang ada di garis lurus. :)

Itulah keunikan nusantara, yang punya pakem sendiri, baik dari alam maupun sifat orang-orangnya, yang kadang sulit didapati di negeri lain. Kalau sesuatu itu teramat beda dari yang lain, pilihannya hanya dua, apakah sesuatu itu luar biasa ataukah itu anomali. Moga-moga kita masuk yang luar biasa. Walau begitu keunikan itu harus tetap dipertahankan sebagai ciri khas budayanya.

Hanya saja, terkadang gerak zaman sudah lain dan menyeret-nyeret apa yang ada di karakteristik kita. Maunya tetap seperti apa adanya, namun jaman begitu kejam, dan yang berlaku hukum rimba. Disinilah fighting spirit itu harus perlu, apalagi andaikan kita duduk sebagai leader yang perlu mengobarkan fighting spirit itu. Mungkin dia gak salah dan mungkin maksudnya baik dengan bersifat bersifat humble. Namun sayangnya gak semua orang belum tentu punya pemikiran sampai ke sana.

Level pemahaman orang berbeda, dan ketika kita semua perlu fighting spirit untuk berjuang, sifat multi tafsir, meski mungkin niatannya baik, hanya akan menimbulkan kebingungan karena
memang gak semua orang mampu menangkap secara jernih. Nabi SAW pun pernah bersabda
berbicara kepada seorang sesuai dengan kemampuan orang itu menerimanya. Di saat kritis,
perlu fighting spirit yang efektif, bisa dibayangkan apabila justru yang disampaikan adalah hal yang bersifat multitafsir dan praduga dan bukan sesuatu yang pasti dan tegas. Sesuatu yang benar memang belum tentu baik ketika penempatannya tidak tepat atau timingnya tidak tepat.

Muteer-muteerr dikit, tapi semoga nangkep yahh. Anyway sayang banget kalo sosok yang selama ini keliatan bersih dan idealis, tiba-tiba pada akhirnya nanti harus melemah. Ya kita tau lah siapa calon-calon lainnya. Bukan buruk sangka, tapi tegakah anda kalo lagi-lagi negeri kita jadi "bancakan"? Itu aja sih, jangan sampai lagi-lagi bancakan yang sebenarnya mulai bisa ditekan malah muncul kembali pada akhirnya.

Wassalaam,

Papa Fariz Web Blog: http://papafariz.blogspot.com FS Account: boedoetsg@hotmail.com

----- Original Message -----
From: Eddy Prabowo
Subject: RE: [Legiun-70] Presiden kok Cemen, Apa Kata Dunia?

IMHO ya Om dan Tante:

Budaya Jawa (atau Jawa Tengah), memang relatif kalem, diam, tenang, telaten, sabar, nrimo.
Ada yang menangkap ini sebagai sinyal-sinyal berikut:
- tidak PD
- tidak menghargai diri
- tidak berani maju

Ada yang tanya, kenapa sih penyebabnya?
Gue mencontohkan seperti ini:
Pada jaman dahulu kala, sepuluh orang tinggal di pulau yang subur. Mata air banyak. Pohon buah-buahan banyak.
Sungai banyak. Ikan banyak. Hewan yang bisa dimakan banyak.
Karena sumber daya alam yang banyak ini, sepuluh orang ini tidak pernah berebut.
Kalau satu orang mengambil buah-buahan di pohon yang satu, yang lain cari pohon lain.
Selalu cukup.

Nah, sifat-sifat inilah yang terlihat khas.
Padahal sebenarnya jaman sekarang nggak begitu-begitu banget.
Karena sekarang sumber daya alam terbatas.
Sekarang, uang (sebagai alat pembayaran yang sah) juga terbatas.

Akhirnya, generasi orang suku Jawa Tengah juga nggak kalem lagi, nggak diam lagi, nggak tenang lagi, nggak sabaran lagi.
Yang agresif jumlahnya cukup kentara/signifikan.
Yang nekat, juga kentara.
Yang main hajar/bacok juga kentara.
Yang sabar, tenang, kalem, telaten juga masih ada.
Yang pura-pura tenang dan kalem juga ada.
Yang pura-pura beringas juga ada.

Akhirnya, tidaklah bijak jika hanya melihat gaya/style saja.
Inti di dalamnya kita tidak tahu.
Intrik-intrik di dalam sono juga kita tidak tahu. Atau belum tahu :-)).

Okeh Friends. Sekian saja.
##
to avoid criticism: do nothing, say nothing, be nothing #elbert hubbard

No comments: